Francesco Bagnaia menyadari tantangan musim depan akan lebih sulit dengan Marc Marquez di atas motor Ducati. Namun, dia akan menikmati setiap tekanan, seperti musim ini dalam persaingan juara dengan Jorge Martin.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·5 menit baca
TURIN, SENIN — Francesco Bagnaia sangat memahami seberapa besar tantangan yang akan dia hadapi dalam persaingan juara MotoGP 2024 dengan kedatangan Marc Marquez di Ducati. Juara dunia delapan kali di semua kelas itu sudah menunjukkan potensinya di atas Desmosedici GP23 dalam tes di Valencia. Namun, Bagnaia akan menikmati setiap tekanan, seperti yang dia alami musm ini dalam persaingan ketat dengan Jorge Martin. MotoGP musim depan akan panas karena banyak pebalap muda yang sudah matang dan lebih kompetitif.
”Akan selalu lebih sulit. Tahun depan ada Marc dengan Ducati, ada Martin lagi, ada juga (Marco) Bezzecchi, mungkin (Fabio) Quartararo bersama Yamaha, mungkin (Franco) Morbidelli dengan Ducati, dan juga para pebalap KTM, kita tidak mungkin melupakan KTM,” ungkap juara MotoGP musim 2022 dan 2023 itu.
Bagnaia sudah melihat potensi Marquez sebagai lawan kuat musim depan. Mantan pebalap Honda itu bisa langsung cepat hanya dalam tujuh putaran pertama dalam tes di Sirkuit Ricardo Tormo pada akhir November lalu. Namun, bukan hanya Marquez yang akan menjadi lawannya dalam persaingan juara. Martin jelas akan lebih matang setelah merasakan tekanan persaingan juara yang membuat dia tidak nyaman. Musim depan, pebalap tim Pramac Racing itu akan lebih bisa mengelola tekanan dan gejolak darah mudanya.
Pebalap tim lain, seperti Quartararo, juga berpotensi bangkit jika motor Yamaha M1 sesuai dengan harapan juara MotoGP 2021 itu. Saat pebalap berjuluk ”El Diablo” itu mendapat motor yang kuat, dia akan sangat kompetitif.
Bagnaia menjadikan tekanan itu sebagai dorongan untuk menjadi lebih baik. Dia bisa melakukan itu pada musim 2022 yang membalik ketertinggalan 91 poin dari Quartararo menjadi gelar juara. Sementara dalam musim 2023, dia berjuang untuk bangkit sejak kecelakaan parah di Barcelona untuk melawan Martin yang menemukan momentum.
”Tekanan adalah sebuah keistimewaan. Tanpa rasa itu, tanpa sensasi itu, Anda tidak akan bisa menikmati kemenangan atau kekalahan. Kemungkinan memiliki tekanan lain adalah sesuatu yang sangat bagus. Itu rasa terbaik yang ada dan saya ingin berterima kasih kepada Jorge yang membuat saya bisa lebih merasakan itu,” ujar Bagnaia.
Namun, saat ini Pecco, nama panggilan Bagnaia, tidak ingin memikirkan musim depan. Dia akan menikmati liburan dan baru akan mulai memikirkan musim depan menjelang pramusim yang akan dimulai di Sepang, Malaysia, Februari tahun depan.
”Saat ini saya tidak ingin memikirkan tahun depan, itu jelas. Namun, dalam sepekan atau dua pekan sebelum saya memulai kembali latihan, akan bagus untuk memikirkan tahun depan, untuk memperbaiki diri saya, karena saya berpikir saya masih memiliki area lain untuk ditingkatkan,” ujar Bagnaia kepada MotoGP.
Tekanan adalah sebuah keistimewaan. Tanpa rasa itu, tanpa sensasi itu, Anda tidak akan bisa menikmati kemenangan atau kekalahan.
Dia bertekad mendorong dirinya untuk memperbaiki performa sehingga bisa lebih kompetitif dalam 22 seri dengan 44 balapan. Pecco selalu menginginkan kemenangan yang selalu terasa manis. ”Kemenangan memanggil kemenangan lain sehingga saya tidak pernah berhenti untuk ingin menang lagi,” tegas Pecco.
Di setiap musim, Pecco selalu memasang target yang menjadi sumber motivasi di sepanjang kompetisi. Pada musim 2023, salah satu sumber motivasinya adalah target menyamai Valentino Rossi dan Marc Marquez, sebagai pebalap di era MotoGP yang bisa mempertahankan gelar juara.
”Untuk menemukan motivasi tahun ini, dua atau tiga kali pelatih saya mengatakan, hanya ada dua pebalap yang bisa mempertahankan gelar juara, Vale dan Marc, hanya dua dalam 20 tahun terakhir. Itu motivasi ekstra yang sangat bagus,” jelas Pecco.
Namun, untuk mencapai target mempertahankan gelar juara itu, Pecco mengalami momen-momen sulit yang menuntut dirinya berusaha lebih keras untuk bangkit. Salah satu momen berat itu terjadi setelah kecelakaan di Barcelona, di mana Ducati dan dirinya berusaha keras menutupi apa yang sebenarnya dia rasakan dari publik dan rival-rivalnya. Padahal, dia merasakan dirinya remuk dan kesakitan.
”Ini musim yang sangat panjang dan sangat menuntut secara mental. Namun, menurut saya, semua yang kami lakukan fantastik. Kami mengawali musim dengan cara terbaik, terlepas dari Argentina dan Austin, di mana saya kecelakaan. Namun, di paruh kedua musim, setelah Barcelona, saya mulai kesulitan. Itu salah satu momen terberat dan tersulit dalam karier saya. Sehari setelah Barcelona, saya bangun dan merasa remuk, bahkan saya tidak bisa turun dari tempat tidur,” ungkap Bagnaia.
”Itu tidak mudah, tetapi kami berusaha keras dalam sisi mental. Satu hal yang kami lakukan dengan baik adalah tidak mengungkap apa yang saya rasakan kepada media, kepada publik, karena orang-orang tidak bisa memahami semuanya, dan saya tidak ingin ada alasan,” tegas Bagnaia.
Dia menutupi kesakitan dan kesulitan yang dia alami dengan sempurna dalam balapan di Misano. Pecco yang masih bengkak kakinya sehingga sulit menginjak pedal rem belakang, serta membatasi gerakan saat menikung, mengerahkan seluruh kekuatannya dalam balapan. Dia melawan rasa sakit untuk finis di posisi ketiga dalam sprint dan balapan utama di Misano.
Publik pun melihat Bagnaia tidak cedera parah, padahal tubuh pebalap Italia itu menderita. Tantangan semakin berat karena Martin menemukan momentum dan terus memangkas selisih poin dengan Pecco.
”Sejak momen itu, Jorge menjadi superkencang. Dia menunjukkan dirinya tercepat dalam beberapa momen musim ini. Dalam sprint, dia selalu kuat. Balapan sprint adalah tentang menjadi yang tercepat, tetapi untuk menang pada Minggu adalah tentang menjadi yang terkuat dan kami menunjukkan bahwa kami selalu yang terkuat,” tegas Bagnaia.