Bielsa atau Arteta, Pilihan Masa Depan Postecoglou
Manajer Tottenham Hotspur Ange Postecoglou punya dua opsi untuk masa depan, mengikuti jejak Mikel Arteta atau justru Marcelo Bielsa.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Di industri super besar seperti Liga Inggris, urusan perasaan bukan hal terpenting. Semua tentang bisnis. Contohnya adalah pengalaman pahit yang pernah dirasakan oleh manajer Marcelo Bielsa. Dia mengantar Leeds United promosi ke divisi teratas dan membawa kultur permainan ofensif, tetapi dipecat di tengah jalan.
Bielsa menukangi Leeds dari 2018, lalu dipecat pada Februari 2022. Pemilik Leeds Andrea Radrizzani mengatakan, itu adalah keputusan tersulit sepanjang mengoperasikan klub. Sang pemilik tidak punya pilihan lain karena Leeds terjebak dalam rentetan hasil buruk dan sudah sangat dekat dengan zona degradasi.
Awalnya, Bielsa sukses memukau banyak pihak. Leeds bisa bermain sangat terbuka dan menghibur dengan skuad yang terbilang pas-pasan. Namun, gaya itu perlahan menjadi bumerang karena kualitas pemain yang dimiliki tidak bertemu dengan ide besar ala Bielsa. Manajer asal Argentina itu bersinar dan tenggelam dalam filosofi sendiri.
”Anda berubah dari kagum jadi putus asa saat menyaksikan mereka. Mereka tidak menarik lagi. Mereka sangat buruk dalam bertahan, kebobolan begitu banyak gol. Kami tahu Bielsa memiliki nilai dan prinsip yang tidak akan diubah, pada akhirnya itu merugikan dia,” kata Gary Neville, mantan bek Liga Inggris pada Sky Sports, ketika itu.
Kisah Bielsa seperti terulang saat ini dalam perjalanan Manajer Tottenham Hotspur Ange Postecoglou. Dia menjadi primadona baru di awal musim dengan filosofi permainan sangat ofensif dan agresif. Namun, jalan mulus itu hanya bertahan selama sepuluh laga. Setelah diterpa ”badai” cedera, Spurs mulai menderita.
Tim asuhan Postecoglou baru saja melengkapi tren lima pertandingan tanpa kemenangan saat takluk dari West Ham United 1-2 di Stadion Tottenham Hotspur, Jumat (8/12/2023) dini hari WIB. Tidak ada tim yang memiliki tren lebih buruk ketimbang Spurs, hanya memperoleh satu poin dari lima laga terakhir.
Kisah Bielsa seperti terulang saat ini dalam perjalanan Manajer Tottenham Hotspur Ange Postecoglou.
Hasil tersebut tampak lebih ironis karena Spurs selalu mampu unggul lebih dulu. Menurut Opta Joe, Spurs merupakan tim pertama sepanjang sejarah Liga Primer yang gagal menang dalam lima laga beruntun setelah unggul 1-0 lebih dulu. Tiga kali di antara merupakan laga kandang yang berujung kekalahan.
Tanda tanya besar pun mengarah pada Postecoglou. Sejak awal musim, dia selalu teguh dengan filosofi menyerang. Filosofi itu bahkan tetap digunakan saat Spurs bermain dengan sembilan pemain versus Chelsea. Keyakinan sang manajer mengundang decak kagum. Namun, belakangan ini, Postecoglou justru lebih terlihat ”naif”.
Manajer asal Australia itu enggan berkompromi di tengah kehilangan sembilan pemain akibat cedera. Separuh di antaranya pemain utama. Dia tidak mengubah apa pun, dengan garis pertahanan tinggi dan berbasis penguasaan bola, walaupun kualitas skuad saat ini kurang mumpuni untuk filosofinya. Ujungnya, risiko kekalahan jauh lebih besar.
Terbukti, empat kekalahan terakhir terjadi karena penurunan performa di babak kedua. Postecoglou tetap meminta para pemainnya tampil agresif. Padahal, dengan kondisi unggul, Spurs bisa saja bermain lebih pragmatis untuk menjaga keunggulan. Namun, baginya, identitas tim lebih penting untuk membangun masa depan cerah.
Di Liga Inggris, belajar dari kisah Bielsa, tidak ada yang lebih penting dari kemenangan. Itu berlaku untuk semua manajer, termasuk Josep Guardiola. Segala inovasi dan revolusi yang dilakukan Guardiola di Manchester City tidak akan dihargai seperti sekarang tanpa kemenangan dan gelar juara. Realitas itu kini dihadapi Postecoglou.
Postecoglou masih meyakini, pendekatannya tidak salah. “Ini memang bukan tentang bermain sepak bola indah. Ini tentang memenangkan pertandingan. Tetapi, Anda bisa lihat, kami bermain bagus dan seharusnya bisa unggul 3-0 atau 4-0. Kami justru kecolongan gol. Anda pantas kalah jika seperti itu,” ucapnya.
Inspirasi Arteta
Jika dibandingkan dengan kondisi tim, kualitas pemain, filosofi ofensif, pengalaman di Liga Inggris, perjalanan awal Postecoglou sebenarnya mirip Manajer Arsenal Mikel Arteta. Arteta juga langsung mengaplikasikan permainan modern yang bertumpu pada serangan sejak musim pertama setelah menggantikan Unai Emery.
Bedanya, Arteta lebih bisa berkompromi dengan keadaan. Tidak jarang Arsenal tampil pragmatis dengan pertahanan blok rendah dan menggunakan formasi tiga bek sejajar ketika bertemu tim besar. Dia menyadari, tanpa hasil baik, tidak mungkin bisa bertahan lama di klub. Ekspektasi petinggi dan penggemar klub patut dijaga.
Keseimbangan berpikir itu berbuah gelar Piala FA di musim debutnya. Setelah mendapatkan kepercayaan, Arteta baru menyempurnakan tim dengan perlahan. Dia membeli satu per satu pemain yang cocok dengan filosofinya. Potensi terbaik Arsenal baru terlihat mulai musim lalu, di musim ke-4 kepemimpinan Arteta.
Meskipun ”Si Meriam” adalah rival abadi Spurs, tidak bisa dimungkiri, Postecoglou paling ideal mengikuti jalan seperti Arteta.
Postecoglou pun sekarang ada di persimpangan jalan, antara sedikit berkompromi dan tetap keras kepala. Pilihan itu akan menentukan masa depannya bersama Spurs. (AP/REUTERS)