Manchester City dan situasi krisis seperti dua hal yang selalu berlawanan di era Guardiola, bagai air dengan minyak. Namun, situasi itu tidak bisa dihindari musim ini.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Kekalahan di Stadion Villa Park cukup untuk menyimpulkan, Manchester City sedang tidak baik-baik saja. Sejauh musim berjalan, mereka tidak kunjung terlihat seperti tim yang meraih tiga gelar juara sekaligus pada musim lalu. Manajer Josep Guardiola dihadapkan pada krisis yang sangat jarang terjadi di CIty.
Dominasi City kembali runtuh saat takluk dari Aston Villa 0-1 pada Kamis (7/12/2023) dini hari WIB. Tim juara bertahan itu menggenapi rentetan empat laga tanpa kemenangan di liga. Tidak ada tim lain yang mencatat tren lebih buruk dari itu. Tren ”The Citizens” setara dengan tim penghuni dasar klasemen Sheffield United.
City memang masih bertahan di zona empat besar. Namun, saat ini mereka hanya unggul tiga poin dari tim tetangga, Manchester United. Diketahui, MU sering disebut berada dalam fase krisis karena performa yang inkonsisten sejak awal musim. Ternyata, City yang diunggulkan mempertahankan gelar sangat dekat dengan MU.
Guardiola sangat merindukan gelandang jangkar Rodri di Villa Park. Bukan tanpa alasan, City sudah kalah tiga kali beruntun musim ini saat Rodri absen. Dia merupakan sosok jenderal yang mewakili ide-ide Guardiola di lapangan. Tanpanya yang menjalani hukuman akumulasi kartu, City kehilangan identitas bermain.
Lihat saja, Erling Haaland dan rekan-rekan hanya mampu mencatat 2 tembakan sepanjang laga saat Villa menciptakan 22 tembakan. Sepanjang Guardiola berkarier sebagai manajer sejak 2008, menurut Squawka, timnya tidak pernah menembak sedikit itu dan kecolongan tembakan sebanyak itu di pertandingan liga.
Martin O’Neill, mantan Manajer Villa, mengatakan, tim tuan rumah seperti merenggut jiwa dan identitas City. ”Villa bermain luar biasa dan sangat pantas menang. City sangat mengecewakan. Mereka kesulitan menandingi energi Villa. Itu sama sekali tidak terlihat seperti tim yang dipimpin oleh seorang Guardiola,” ujarnya pada BBC Sport.
Absennya Rodri adalah satu hal. Meskipun demikian, Guardiola melihat masalah tren buruk City lebih besar dari sekadar kehilangan satu pemain. Menurut sang manajer, mereka memang sedang kesulitan karena belum menemukan komposisi skuad dan mentalitas yang tepat untuk bersaing musim ini.
Kami semestinya bisa berada di puncak klasemen saat ini (dengan hanya tertinggal enam poin dari peringkat teratas), tetapi kami malah tiga kali imbang dan sekali kalah.
”Rodri pemain yang penting untuk kami, itu pasti. Tetapi, saat dia bermain, kami juga tidak mampu menghasilkan kemenangan (di tiga laga sebelumnya). Kami semestinya bisa berada di puncak klasemen saat ini (dengan hanya tertinggal enam poin dari peringkat teratas), tetapi kami malah tiga kali imbang dan sekali kalah,” ujar Guardiola.
Performa City musim ini merosot drastis dibandingkan ketika meraih treble winners musim lalu. Jika dilihat lebih dalam, penurunan itu wajar. Masalah yang dihadapi Guardiola musim ini sangat kompleks, dari soal cedera, kehilangan sosok penting musim lalu dan adaptasi pemain baru, hingga penurunan performa individu.
Gelandang kreatif Kevin De Bruyne hanya bermain 23 menit di awal musim sebelum cedera panjang. Bek John Stones juga baru mendapat kepercayaan belakangan ini setelah sembuh dari cedera. Kedua pemain itu merupakan poros utama City musim lalu. De Bruyne sebagai mesin asis. Sementara Stones penjaga keseimbangan pertahanan.
City selalu dipuji karena kedalaman skuad istimewa. Cedera dua pemain seharusnya tidak terlalu berarti. Namun, faktanya, mereka tetap kesulitan karena juga dalam fase transisi. Banyak pemain baru yang belum beradaptasi sempurna. Salah satunya bek Josko Gvardiol yang diacak-acak sayap Villa, Leon Bailey, sepanjang laga.
Saat bersamaan, City sangat kehilangan sosok gelandang Ilkay Gundogan dan penyerang sayap Riyad Mahrez yang pergi di musim panas. Peran dua pemain itu sangat sentral dalam rotasi tim. Problem lainnya, penyerang sayap Jack Grealish sama sekali belum menunjukkan kualitas papan atas seperti musim sebelumnya.
Masalah kedisiplinan Rodri turut berperan. Sang gelandang sudah tiga kali tidak bisa tampil di liga karena hukuman kartu. Problem lain pun terlihat. City tidak punya pelapis sepadan untuk Rodri. Di musim panas, mereka gagal mendapatkan gelandang Declan Rice yang sekarang memimpin Arsenal berada di puncak klasemen.
Ujian Guardiola
Guardiola berkata, tugas mereka hanya satu saat ini, yaitu pergi dan memenangi laga versus Luton Town di akhir pekan. ”Kami tahu level kami. Sebagai manajer, tugas saya adalah mencari solusi agar kami bisa menang. Kami memang agak kesulitan saat ini, tetapi semua bisa berubah seketika dengan kemenangan,” ucapnya.
Guardiola selalu disebut sebagai sosok manajer yang revolusioner. Tidak hanya itu, dia juga seorang pemecah masalah yang sangat baik. Kehebatannya paling jelas terlihat pada musim lalu. City juga sempat memulai musim dengan lambat. Namun, dia berhasil menemukan pendekatan tepat dari sisi psikologis dan taktik.
Momentum kebangkitan City bermula dari dugaan 115 pelanggaran finansial oleh pihak Liga Inggris. Dugaan berawal dari laporan tim-tim pesaing. Ketika itu, Guardiola menempatkan City sebagai korban. Menurut dia, semua hanya upaya menjatuhkan dominasi mereka. Skuad City pun ”terbakar” dan mulai menemukan konsistensi.
Di pertengahan musim, Guardiola juga berhasil menemukan formasi baru. City sempat memakai formasi empat bek tengah sekaligus. Sampai akhirnya, Stones dipercaya untuk memainkan peran hibrida sebagai bek dan gelandang jangkar. Formasi itu yang mengantarkan City berjaya untuk pertama kali di Liga Champions dan meraih treble winners.
Kata orang bijak, kapasitas dan kualitas sesungguhnya seseorang akan tampak saat di situasi sulit. Itu yang menarik dilihat dari Guardiola di City pada musim ini. Solusi sang manajer sangat mungkin membawa revolusi terbaru dalam sepak bola modern. (AP/REUTERS)