Olahraga lari ”trail” kian populer. Makin banyak pelari melakoni genre lari ekstrem ini menjelajahi medan-medan cadas di seluruh negeri. Salah satu yang menyedot animo tinggi adalah ajang Siksorogo Lawu Ultra.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·5 menit baca
Pagi masih malu-malu saat ratusan orang berdatangan ke Bumi Perkemahan Sekipan di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Cuaca dingin yang merayap ke sekujur tubuh di tengah hutan pinus itu tak dihiraukan. Mereka bersiap menyantap ”hidangan” yang tersaji: medan Gunung Lawu.
Pagi itu, Sabtu (2/12/2023), adalah dimulainya ajang Siksorogo Lawu Ultra (SLU) 2023. Lomba lari trail ini memasuki tahun keempat penyelenggaraannya. Tahun ini, total 2.968 orang mendaftarkan diri untuk lima kategori, yakni 7 K (7 kilometer), 15 K, 30 K, 50 K, dan 80 K.
Namun, bukan itu saja. Tahun ini, SLU juga menjadi tuan rumah perlombaan Grand Final Asia Trail Master (ATM) 2023. Ini pertama kalinya Indonesia menjadi lokasi ajang final kejuaraan internasional tahunan tersebut.
Sebanyak 100 pelari elite putra-putri dari berbagai penjuru dunia berebut gelar terbaik di puncak seri kompetisi tahun ini. Rutenya juga sejauh 80 kilometer, sama seperti kategori 80 K umum.
Pada Sabtu, kategori yang dilombakan adalah Grand Final ATM, kategori 80 K umum, dan 50 K. Medan yang mereka lalui pun bukanlah sembarangan. Jalurnya naik-turun lereng gunung menembus hutan yang didominasi jalan setapak berupa tanah, batu, campuran, dan kerikil. Dari total jalur, hanya 5 persen yang beraspal.
Kompas pun menjajal sebagian kecil rute itu di jalur Perbukitan Mongkrang. Ketinggiannya sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Bagi orang awam, rute tersebut sungguh menantang dengan kemiringan curam. Di beberapa titik, tanah sangat padat tak berbatu sehingga licin.
”Jangankan lari, jalan saja harus pelan-pelan betul kalau tidak mau kepeleset,” celetuk seorang teman fotografer yang ikut memantau rute ini.
Namun, para pelari terlihat melewati medan itu dengan cepat, seperti tanpa kesulitan berarti. Kaki mereka begitu kuat mencengkeram tanah sambil terus mempertahankan momentum untuk melaju.
Berdasarkan data panitia, total elevasi (elevation gain) pada rute 80K adalah 5.300 meter. Ini artinya, total tanjakan yang dilahap pelari di rute itu sudah jauh lebih tinggi dari puncak tertinggi di Indonesia, yakni puncak Jaya di Pegunungan Jayawijaya, Papua, yang setinggi 4.884 mdpl.
Pelari Filipina, John Ray Onifa, mengakui beratnya medan Gunung Lawu. John adalah penamat tercepat sekaligus menyabet gelar Asia Trail Master 2023 dengan catatan waktu 9 jam 45 menit.
”Waktu lari sangat melelahkan. Pendakiannya sangat berat dengan turunan yang panjang di Gunung Lawu,” ujar pelari yang memiliki julukan ”Stingray” itu saat diwawancara usai lomba.
Tahun ini awalnya kami targetkan peserta sekitar 2.000 orang. Ternyata antusiasmenya tinggi hingga mencapai hampir 3.000 orang.
Namun, medan ekstrem inilah yang justru menjadi daya tarik SLU. Para pelari mesti memacu kemampuan maksimal tubuhnya untuk menaklukkan tantangan demi tantangan jalur. ”Menyiksa” raga, seperti tajuk lomba ini, betul-betul mewakili gambaran itu.
Animo tinggi
Race Director SLU 2023 Furqoni Sya’bana mengatakan, sejak pertama kali lomba ini digelar pada 2018, jumlah peserta terus meningkat setiap tahun. Pada 2018, jumlah pesertanya hanya 200 orang. Tahun berikutnya, jumlah peserta bertambah menjadi 900 orang.
Setelah absen dua tahun akibat pandemi Covid-19, SLU kembali dihelat pada 2022 dengan 2.063 peserta. ”Tahun ini awalnya kami targetkan peserta sekitar 2.000 orang. Ternyata antusiasmenya tinggi hingga mencapai hampir 3.000 orang,” ujar Furqoni.
Angka ini, menurut dia, lumayan tinggi untuk ajang lari trail. Biasanya, ajang sejenis hanya diikuti 1.000-1.500 peserta.
Hal itu pun dibenarkan oleh Shindy Patricia, pelari putri yang mewakili Indonesia bersaing di Grand Final ATM 2023. ”SLU ini event paling banyak pesertanya untuk lari trail di Indonesia. Biasanya, event lain (jumlah pesertanya) di bawah 2.000 orang,” ujarnya.
Menurut Shindy, popularitas lari trail kian meningkat karena banyak orang yang mulai terekspose pada keseruan dan sensasi berbeda olahraga ini. Selain bisa menikmati pemandangan alam, rutenya pun menantang.
”Biasanya, kapok (usai lari trail) itu hanya sesaat, habis itu pasti akan nyoba lagi, he-he-he,” ujar perempuan yang sudah pernah menaklukkan ajang bergengsi Ultra-Trail du Mont-Blanc (UTMB) Perancis pada 2018 itu.
Sejumlah peserta pun mengaku SLU 2023 menjadi kesempatan perdana mereka mengikuti ajang lari trail. Ini seperti yang diakui Rendi (21), peserta kategori 30 K asal Malang, Jawa Timur.
Anak muda yang kerap mendaki gunung tersebut baru menekuni olahraga lari trail tahun ini. Ia tertarik menjajal setelah berpapasan dengan pelari trail sewaktu dia mendaki gunung.
”Kok kayaknya menarik. Jadi saya coba lari di Gunung Butak di Malang,” katanya.
Setiap minggu ia menempuh rute sejauh 22 kilometer hingga akhirnya memutuskan ikut ajang SLU 2023. Jatuh-bangun saat berlari di jalur trail pun sudah dianggapnya biasa demi menyalurkan hobi barunya itu.
Kalau ikut event lari di jalan raya, nuansa kompetisinya tinggi. Jadi, kita mendorong diri lebih tinggi.
”Lari trail bisa memicu hormon endorfin sambil menikmati udara segar,” tutur Rendi.
Hal senada diungkapkan Bayu (26), peserta kategori 15 K asal Kendal, Jateng. Menurut dia, lari trail lebih memompa adrenaline ketimbang lari di jalan raya. Namun, di sisi lain, dia mengaku bisa menemukan ketenangan saat lari trail yang tak ditemukannya saat lari di jalan raya.
”Kalau ikut event lari di jalan raya, nuansa kompetisinya tinggi. Jadi, kita mendorong diri lebih tinggi. Di jalan juga banyak polusi, bikin napas jadi berat,” kata karyawan swasta ini.
Selain menarik peminat baru, lari trail juga bikin pelari yang sudah berpengalaman untuk terus kembali sambil meningkatkan performa. Hal ini seperti yang dilakukan Anna (54).
Tak tanggung-tanggung, perempuan asal Jakarta tersebut tahun ini mengikuti SLU kategori 50 K. Tahun lalu, dia ikut kategori 30 K. ”Saya mau naikin tantangan,” ujar Anna yang mulai menekuni lari trail sejak 2019.
Bagi dia, lari trail menyajikan pemandangan alam yang tak didapat saat berlari di jalan raya. ”Kuncinya di latihan agar bisa menaklukkan tantangan jalur trail,” ujar Anna yang sudah berlatih selama 10 minggu untuk mengikuti ajang SLU tahun ini.
Ya, kekuatan fisik dan mental menjadi kunci agar para pelari bisa mengatasi tantangan demi tantangan di medan ekstrem ini. Saat dua hal itu terpenuhi, para pelari bisa dengan percaya diri mengamini slogan Siksorogo Lawu Ultra: Capek Itu Apa.