VAR sempat menjadi penolong dan sekaligus petaka bagi Mali. Kehadiran VAR tak lantas menghilangkan drama di lapangan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Asisten wasit video atau video assistant referee (VAR) sempat menjadi penolong Mali pada laga perdananya Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Manahan, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Di lain laga, teknologi itu justru membawa petaka bagi tim berjuluk ”Si Elang Muda”. Keberadaan VAR tidak lantas menghilangkan drama dari lapangan sepak bola.
Mali dipaksa tunduk dari Spanyol dengan skor akhir 0-1 dalam laga Grup B Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Manahan, Kota Surakarta, Senin (13/11/2023). Gol semata wayang Spanyol dilahirkan oleh Juan Hernandez pada menit ke-62.
Meski kalah, Mali tampil cukup impresif pada laga tersebut. Serangan mereka sering kali merepotkan barisan pertahanan Spanyol. Kiper Spanyol, Raul Jimenez, mesti berjibaku mempertahankan gawangnya dari gempuran Mamadou Doumbia dan kawan-kawannya. Permainan Spanyol juga sempat sulit berkembang akibat permainan keras sarat duel fisik dari Mali.
Harapan Mali untuk memenangi laga sempat tumbuh pada menit ke-33. Ange Martial Tia mampu menggetarkan gawang Spanyol melalui sepakan terukurnya. Ia memanfaatkan umpan silang mendatar dari Ibrahim Diarra yang menari-nari di sisi kanan pertahanan Spanyol.
Segenap skuad Mali menyambut gol itu dengan gembira. Senyum lebar terpancar dari wajah mereka. Ange bersama para pemain lainnya langsung berlari menghampiri fans mereka yang kebetulan juga datang ke stadion.
Kegembiraan Ange dan teman-temannya tidak bertahan lama. Tiba-tiba saja, Bryan Lopez, wasit yang bertugas memimpin pertandingan itu, menghentikan laga sementara. Ia mengecek kembali gol Ange melalui VAR. Setelah dilihat kembali, gol itu didahului pelanggaran dari Sekou Kone yang kemudian menghasilkan serangan balik bagi Mali. Alhasil, gol Ange dianulir. Skor bertahan 0-0.
Pada menit ke-40, petaka lainnya tiba bagi tim asuhan Soumaila Coulibaly. Pencetak gol terbanyak mereka, Doumbia, dihukum kartu merah dan diusir dari lapangan. Striker jangkung itu dianggap memukul kapten Spanyol, Pau Prim, saat keduanya tengah berebut bola.
Hanya bermain dengan 10 orang, Mali masih bermain spartan. Diarra dan kawan-kawan konsisten menyerang sampai akhir lagi. Buktinya, walau penguasaan bola didominasi Spanyol, jumlah peluang yang dicatatkan Mali justru lebih banyak. Terdapat 22 peluang yang dihasilkan Mali sepanjang laga, sedangkan Spanyol hanya mencatatkan 12 peluang.
Kekecewaan skuad Mali tidak bisa disembunyikan selepas laga. Beberapa pemain memasuki ruang ganti dengan kepala tertunduk. Sebagian staf berteriak-teriak memprotes keputusan wasit. Mereka merasa sang pengadil tidak bersikap adil di lapangan.
”Kami bermain baik. Saya senang pemain tampil bagus. Saya pikir wasit agak memihak pada babak pertama. Tetapi, itu tidak masalah. Kami harus memusatkan perhatian pada pertandingan selanjutnya,” kata Coulibaly seusai laga kontra Spanyol.
Coulibaly tampak menyayangkan keputusan wasit yang menganulir gol Ange. Ia merasa jalannya laga akan berbeda jika saja gol itu tidak dianulir. Namun, ia juga enggan berlarut-larut mempermasalahkan hal tersebut.
Hari ini (melawan Spanyol), VAR tidak menguntungkan kami. Sebelumnya, kami dapat VAR (yang menguntungkan).
Di sisi lain, Mali adalah tim pertama yang diuntungkan oleh penerapan VAR. Hal itu terjadi pada laga perdana mereka melawan Uzbekistan. Ketika itu, VAR digunakan untuk menguji pelanggaran yang dialami Ibrahim Kanate di kotak penalti.
VAR menghadiahkan penalti bagi Mali dalam laga itu. Tendangan penalti dieksekusi apik oleh Doumbia. Mali keluar sebagai pemenang laga dengan skor akhir 3-0. Berkat gol penalti itu, Doumbia juga berhasil menjadi pemain pertama yang mencetak hattrick.
”Hari ini (melawan Spanyol) VAR tidak menguntungkan kami. Sebelumnya, kami dapat VAR (yang menguntungkan). Tetapi, hari ini keputusan wasit sedang tidak berpihak kami,” kata Coulibaly.
Kanada juga pernah dikenai kartu merah setelah pengecekan VAR. Peristiwa itu terjadi saat pertandingan melawan Spanyol. Bek Kanada, Alessandro Biello, terpeleset dan kakinya mengenai kapten Spanyol, Pau Prim. Biello dianggap melakukan pelanggaran keras setelah wasit mengeceknya kembali melalui teknologi asisten wasit video tersebut.
”Menurut saya, dia terpeleset dan tidak sengaja mengenai pemain lawan. Itu yang terlihat oleh saya. Tetapi, saya belum melihat lagi secara jelas. Jadi, saya tidak tahu keputusan itu fair atau tidak,” kata Pelatih Kanada Andrew Olivieri setelah laga tersebut.
Pierluigi Collina
Penggunaan VAR dalam Piala Dunia U-17 diumumkan oleh Ketua Komite Wasit FIFA Pierluigi Collina bersamaan dengan pengumuman ofisial pertandingan yang bertugas dalam gelaran tersebut pada September lalu. Terdapat sebanyak 18 petugas video pertandingan (video match official) yang ditunjuk FIFA untuk bertugas dalam pergelaran tersebut.
Para petugas video pertandingan bertugas untuk menjalankan sistem VAR. Dalam pertandingan, 18 petugas video pertandingan itu akan memegang salah satu dari empat peran tim VAR yang terdiri dari asisten wasit video dan tiga orang asisten lainnya.
”Kami sudah tidak sabar menjalani turnamen FIFA perdana yang dimainkan di Indonesia. Turnamen ini akan menjadi turnamen kunci bagi tim wasit kami. Perwasitan juga menjadi legasi penting yang diberikan Piala Dunia U-17 buat negara tuan rumah,” kata Collina, seperti diberitakan Kompas (27/9/2023).
Awalnya, sebagian pihak mengkhawatirkan hilangnya unsur ”drama” dalam pergelaran sepak bola setelah hadirnya VAR. Ternyata, drama dan sepak bola tidak bisa dilepaskan. Teknologi anyar itu masih memunculkan keputusan kontroversial wasit di lapangan yang menjadi bumbu-bumbu drama lapangan. Konsistensi wasit untuk selalu bersikap adil dibutuhkan.