Tentang Guardiola dan Mahakarya Ciptaannya
Tangan dingin Guardiola dalam menetaskan pemain kelas dunia kembali diuji. Lewis menjadi nama terdepan yang akan diorbitkan.
Jika sepak bola masuk dalam kategori seni, Josep Guardiola layak disejajarkan dengan pelukis revolusioner di abad ke-19, Vincent van Gogh. Manajer Manchester City itu tidak berhenti menciptakan mahakarya berupa sosok pemain jenius yang sukses merevolusi sepak bola modern dalam berbagai era dan negara.
Tiga negara sudah menjadi saksi kehebatan anak ideologis legenda sepak bola Johan Cruyff tersebut. Mulai di Spanyol, dalam debut kepelatihan bersama Barcelona, dia mempromosikan gelandang Sergio Busquets dari akademi klub untuk dijadikan otak permainan “tiki-taka” yang berujung era emas tim nasional Spanyol dan Barca.
Berlanjut ke Jerman, di Bayern Muenchen. Guardiola menyulap Joshua Kimmich dari bek sayap jadi gelandang serba bisa terbaik di dunia. Kata Kimmich, pengaruh Guardiola begitu besar walaupun hanya dilatih semusim. “Dia memperlihatkan posisi dan hal baru yang saya sendiri tidak percaya bisa melakukannya,” ujarnya.
Jika sepak bola masuk dalam kategori seni, Josep Guardiola layak disejajarkan dengan pelukis revolusioner di abad ke-19, Vincent van Gogh.
Terakhir di Inggris bersama Manchester City. Bekas gelandang akademi klub, Phil Foden, kini telah menjadi salah satu bintang paling bersinar timnas Inggris di usia 23 tahun. Teranyar, bek John Stones diberikan peran hibrida untuk menjadi gelandang jangkar. Evolusi Stones berujung raihan treble winner musim lalu.
Guardiola belum selesai. Dia telah memperlihatkan proyek terbarunya dalam lanjutan babak grup Liga Champions, saat City menang atas Young Boys 3-1 di Stadion Wankdorf, Kamis (26/10/2023) dini hari WIB. Semua mata tertuju pada gelandang 18 tahun Rico Lewis yang terpilih sebagai pemain terbaik laga.
Lewis dipercaya bermain penuh selama 90 menit, sebagai gelandang jangkar sekaligus bek sayap saat bersamaan. Menurut panel pengamat teknis UEFA, Lewis diberikan penghargaan karena tampil dewasa saat penguasaan bola ataupun tidak. Fleksibilitas posisinya membuat aliran permainan City terjaga sepanjang laga.
Baca juga: Pep Guardiola, Sang Revolusioner Lapangan Hijau
Pujian datang langsung dari Guardiola. Sang manajer menilai, Lewis sangat nyaman karena kembali tampil di posisi hibrida, sebagai bek sayap dan gelandang jangkar. “Dia bermain di posisi normalnya. Di posisi itu, dia adalah ahlinya. Dia sangat cerdas,” kata manajer berusia 52 tahun itu.
“Anak emas”
Lewis, pemain timnas U-21 Inggris, sudah dua kali tampil beruntun sejak menit awal di Liga Champions. Di laga sebelumnya, versus RB Leipzig, dia yang memerankan gelandang serang juga bermain solid dengan menyumbang 1 asis dan menjadi pencipta umpan kunci terbanyak (5 kali).
Terlihat jelas, sang remaja sudah menjadi “anak emas” Guardiola. Dibandingkan Foden, Lewis mendapatkan waktu bermain lebih banyak dalam masa awal di tim senior. Di Liga Inggris misalnya, menurut The Athletic, Foden baru bermain 374 menit sebelum usia 19 tahun. Lewis sudah tampil 1.052 menit sebelum ulang tahun ke-19 bulan depan.
Lewis disukai karena kualitas teknik di atas rerata dan kemampuan bermain di banyak posisi. Dia bisa mengontrol lini tengah dengan umpan-umpan terukur dan mendribel bola dengan cepat ke lini depan. Di antara itu semua, hal paling istimewa darinya adalah kecerdasan. Dia mampu memahami sistem kompleks ala Guardiola.
Sistem City tidak mudah dipahami, bahkan untuk pemain kelas dunia. Gelandang timnas Inggris Kalvin Phillips saja jarang dimainkan karena gagal beradaptasi. “Terkadang pemain butuh belajar saat diberikan peran baru. Lewis tidak perlu. Ketika dia masuk di posisi tertentu, saya tidak mengajari apa pun. Dia mengerti secara alamiah,” jelas Guardiola.
Baca juga: Masa Depan Cemerlang Rico Lewis di Tangan Guardiola
Menurut Guardiola, eksperimen posisi hibrida terhadap Lewis yang masih berusia 17 tahun merupakan titik awal kebangkitan City musim lalu. Peran sebagai bek sayap dan gelandang dalam satu waktu itu kemudian diisi Stones. Eksperimen disempurnakan dengan perubahan posisi hibrida Stones, sebagai bek tengah dan gelandang.
Wajar saja jika Guardiola menyebutkan, Lewis adalah salah satu pemain muda terbaik yang pernah dilatih. Sebagai konteks, Guardiola sudah melatih puluhan pemain dunia sepanjang kariernya. Termasuk Lionel Messi yang dijuluki sebagai pesepak bola terhebat sepanjang masa.
Meskipun begitu, selayaknya pemain remaja, Lewis masih dalam proses bertumbuh. Dia masih akan berteman dengan inkonsistensi. Seperti setelah bermain apik versus Leipzig, dia kembali diturunkan sebagai starter versus Arsenal. Hasilnya, gelandang mungil setinggi 1,69 meter itu kurang berkontribusi dan digantikan di paruh kedua.
Inkonsistensi itu yang mungkin terulang di derbi Manchester, Minggu nanti, jika Lewis dimainkan. Dalam artian, perjalanannya menjadi mahakarya Guardiola selanjutnya masih amat panjang dan berliku. Namun, Lewis sudah terbukti tidak takut dengan tantangan. Seperti saat dia meraih penghargaan pemain terbaik di kondisi hujan dan lapangan rumput sintetis Stadion Wankdorf. (AP/REUTERS)