Medali Asian Para Games Hasil Mengalahkan Diri Sendiri
Atlet Indonesia mengatasi rasa sakit dan gugup di APG Hangzhou 2022. Mereka mengalahkan diri sendiri, baru menuai medali.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
Atlet-atlet difabel Indonesia bertanding di Asian Para Games Hangzhou 2022 dengan beragam tantangan dari dalam diri, mulai dari rasa sakit karena cedera hingga perasaan gugup yang mendera. Namun, mereka mampu mengalahkan diri sendiri dengan mengubah kondisi tidak ideal itu menjadi medali untuk Indonesia.
Saptoyogo Purnomo menjadi salah satu atlet yang berhasil melakukannya. Tak tanggung-tanggung, pelari yang kerap disapa Yogo ini langsung menyumbangkan medali emas. Yogo menjadi pelari tercepat untuk nomor 400 meter klasifikasi T37 atau keterbatasan koordinasi gerak di Stadion Huanglong Sports Centre, Hangzhou, Senin (23/10/2023).
Selepas menyentuh garis finis dan memastikan medali emas ada dalam genggaman, Yogo langsung mendapatkan perawatan tim medis. Peraih dua medali emas Asian Para Games Jakarta-Palembang 2018 itu ternyata berlari selama 52,80 detik sambil menahan sakit pada paha kanan dan kiri. Ia pun merasa perlombaan semakin berat karena rasa sakit pada kedua kaki itu.
Dengan kondisi yang tidak prima, Yogo lantas mengatur strategi agar mampu memenangi adu lari dengan para pesaingnya. Hingga 200 meter pertama, Yogo masih berlari pelan. Sprinter berusia 25 tahun ini mulai tancap gas pada pengujung 200 meter. Ia mengeluarkan semua kemampuannya hingga garis finis.
Perjuangan Yogo tak sia-sia. Atlet asal Purwokerto, Jawa Tengah, itu finis lebih cepat nyaris dua detik dari pesaing terdekatnya, Apisit Taprom dari Thailand (56,63 detik).
”Saya berlomba melawan rasa sakit di paha kiri dan kanan. Saya menahan rasa sakit itu sepanjang lomba supaya bisa meraih emas bagi Indonesia,” ucap Yogo.
Bukan kali ini saja Yogo meraih medali setelah berlari seraya menahan sakit. Pada ASEAN Para Games Surakarta 2022 dengan nomor perlombaan yang sama, Yogo juga menahan rasa panas di paha belakangnya untuk menjemput medali emas.
Meski bukan nomor yang ditargetkan, Yogo justru tampil pantang menyerah sehingga ia mampu menjaga konsistensi kecepatan larinya baik di trek lurus maupun saat di tikungan.
Pelari dengan keterbatasan gerak tangan kanan itu mengerang kemudian telentang di lintasan lari, sesaat setelah mencapai garis finis. Rasa sakit itu terjadi akibat cedera hamstring, yang ia derita saat berlomba di nomor lomba yang sama dalam Asian Para Games 2018, kambuh. (Kompas, 7/8/2022).
Medali emas yang dipersembahkan Yogo itu merupakan sebuah kejutan. Pasalnya, nomor 400 meter bukan nomor andalan Yogo. Wakil Sekretaris Jenderal Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Rima Ferdianto menuturkan, Yogo awalnya ditargetkan untuk meraih medali emas pada nomor 100 meter dan 200 meter.
Dua nomor itu memang merupakan spesialis Yogo selama ini. Di Asian Para Games 2018, misalnya, Yogo meraup medali emas dari dua nomor itu. Yogo pun menorehkan sejarah ketika berlari di nomor 100 meter T37 di Paralimpiade Tokyo 2020. Ia menjadi sprinter pertama Indonesia yang meraih medali di Paralimpiade, yakni medali perunggu.
”Meski bukan nomor yang ditargetkan, Yogo justru tampil pantang menyerah sehingga ia mampu menjaga konsistensi kecepatan larinya baik di trek lurus maupun saat di tikungan,” tutur Rima.
Berlomba dalam kondisi tubuh tidak bugar juga dialami atlet atletik, Suparni Yati. Turun di nomor tolak peluru klasifikasi F20 atau keterbatasan intelektual, Suparni tampil dengan lutut yang masih belum pulih sepenuhnya dari cedera. Suparni mengatakan, cedera itu sebenarnya dialaminya pada 2018 saat latihan.
Akibat cedera itu, dorongan kaki Suparni tidak bisa maksimal. Meski demikian, atlet asal Riau ini mampu menyabet medali perak. Tak hanya itu, peraih medali emas di Asian Para Games Jakarta 2018 ini juga menajamkan rekor pribadinya dengan jarak lempar 11,12 meter.
Sementara Yogo dan Suparni mengalahkan rasa sakit saat berlomba, perenang Maulana Rifky Yavianda mengalahkan rasa gugup demi meraih prestasi. Rifky merasa gugup saat persiapan menjelang lomba. Perasaan itu wajar dialami Rifky yang merupakan debutan di ajang olahraga difabel tingkat ASEAN itu.
Rifky pun akhirnya sukses mengatasi tantangan tersebut dan meraih medali emas untuk nomor 100 meter gaya punggung klasifikasi S12 atau memiliki gangguan visual. Perenang berumur 21 tahun ini mencatatkan waktu 1 menit 3,55 detik.
Memecahkan dua rekor
Tidak hanya berbuah emas, catatan waktu itu juga mengantarkan Rifky memecahkan dua rekor sekaligus. Perenang asal Gresik, Jawa Timur, itu melewati rekor Asia yang sebelumnya 1 menit 3,98 detik dan rekor Asian Para Games yang sebelumnya 1 menit 9,38 detik.
”Semoga selanjutnya bisa menyumbangkan medali lagi untuk Indonesia,” tutur Rifky, yang juga akan berlomba untuk nomor 100 meter gaya bebas dan 100 meter gaya kupu-kupu.
Pada hari pertama pelaksanaan Asian Para Games 2022, para atlet menyumbangkan total sembilan medali untuk Indonesia. Dengan mentalitas kuat para atlet, yang mengalahkan diri sendiri sebelum mengalahkan para pesaing, bukan tidak mungkin banyak medali lainnya bakal diraih Indonesia.