Dua kekalahan beruntun di awal musim bukan pertanda baik untuk juara bertahan Manchester City. Apalagi di tengah kebangkitan para tim rival.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SENIN — Setelah pekan kedelapan, tim juara bertahan tiga musim beruntun, Manchester City, tampak tidak setangguh biasanya. Ada dua kemungkinan, mereka hanya lambat panas atau memang terjadi penurunan kualitas skuad. Terlepas dari itu, City patut berhati-hati karena penantang juara musim ini jauh lebih ramai dan tangguh.
Kejatuhan ”The Citizens” terpampang seusai takluk dari Arsenal, 0-1, di Stadion Emirates pada Senin (9/10/2023) dini hari WIB. Hasil itu langka dan tidak biasa. Di rezim Manajer Josep Guardiola, City selalu superior ketika bertemu Arsenal. Terbukti dengan rekor 12 kemenangan beruntun di liga sebelum duel kemarin.
City pun sudah dua kali kalah beruntun setelah pekan lalu dibungkam Wolverhampton Wanderers. Sebagai konteks, mereka tidak pernah kalah berturut-turut di liga dalam lima musim terakhir. Saat ini mereka sudah menelan dua kekalahan di pekan kedelapan, jumlah yang sama dengan total ketika juara di musim 2017-2018.
Menurut pengamat sekaligus mantan bek Liga Inggris, Gary Neville, dikutip Sky Sports, tim yang baru saja meraih treble winner seperti City memang cenderung akan kehilangan sedikit motivasi. Neville, bersama skuad Manchester United, sempat merasakan itu setelah berada di puncak dunia pada musim 1998-1999.
”Kami juga mengalami penurunan setelah treble, tetapi masih juara di musim berikutnya. Sebab, tidak ada pesaing serius. Berbeda dengan City. Kompetisinya lebih sengit. Mereka dikepung tim-tim yang siap juara,” kata Neville yang mengantar MU juara liga 1999-2000 dengan keunggulan 18 poin atas peringkat kedua Arsenal.
Lihat saja di puncak klasemen saat ini, terdapat Tottenham Hotspur dan Arsenal yang sama-sama mencatat 20 poin dengan rekor belum terkalahkan (6 menang-2 seri), di atas City (18 poin). Menurut Opta, terakhir kali dua tim London Utara itu menguasai divisi teratas setelah delapan laga berlangsung adalah pada 1984.
Arsenal semakin dewasa. Gagal juara karena selisih 5 poin dari City musim lalu, mereka berbenah dengan mendatangkan empat pemain kunci. Salah satunya memecahkan rekor transfer klub, Declan Rice (105 juta poundsterling). Kemenangan pertama ”Si Meriam” atas City setelah penantian 3.195 hari adalah sebuah penegasan.
Spurs adalah ”kuda hitam” di papan atas. Prestasi mereka sangat mengejutkan di awal kepemimpinan manajer baru Ange Postecoglou. Spurs memainkan sepak bola modern nan ofensif yang seperti sudah jadi syarat tim papan atas Liga Inggris. Konsistensi mereka belum teruji, tetapi patut untuk diperhitungkan.
Liverpool, peringkat keempat (17 poin), tidak bisa dilupakan. Mereka memang terpuruk musim lalu, tetapi sudah bangkit berkat rejuvenasi di lini tengah. Gelandang Alexis Mac Allister dan Dominik Szoboszlai mengembalikan gairah gegenpressing ala Juergen Klopp. Seperti diketahui, mereka adalah rival terhebat City di era Guardiola.
Namun, untuk melihat potensi tim, setidaknya butuh 10 laga. Kita bahkan belum mencapai itu.
Guardiola mengakui, Arsenal dan Liverpool adalah ancaman terbesar. Di musim-musim sebelumnya, kedua tim itu bersaing satu lawan satu dengan City dalam perebutan gelar. Mereka berpotensi ”mengeroyok” City musim ini. ”Namun, untuk melihat potensi tim, setidaknya butuh 10 laga. Kita bahkan belum mencapai itu,” ujarnya.
Belum ”klik”
Dalam rentetan kekalahan di liga, City tidak diperkuat oleh gelandang jangkar Rodri yang menjalani sanksi kartu merah sejak dua pekan lalu. Hal itu memperlihatkan betapa penting sosok Rodri dalam sistem ciptaan Guardiola. Dia tidak hanya menjadi jembatan serangan, tetapi juga benteng paling depan saat bertahan.
Namun, ketergantungan terhadap Rodri hanya salah satu dari banyak faktor penurunan performa ”The Citizens”. Mereka memang belum tampil sedominan musim lalu. Permasalahan terbesar ada di lini tengah. Banyak pemain penting yang tidak tersedia akibat cedera sejak awal musim, seperti Kevin De Bruyne dan John Stones.
Sosok Ilkay Gundogan yang baru hengkang juga belum tergantikan. Padahal, sang gelandang veteran itu merupakan inspirator kesuksesan raihan tiga gelar juara musim lalu. Gelandang baru Matheus Nunes dan Matteo Kovacic belum bisa mengisi peran Gundogan sebagai penyeimbang lini tengah sekaligus pencetak gol di momen krusial.
Terlihat jelas, City kekurangan kreativitas untuk menciptakan peluang. Peraih ”sepatu emas” musim lalu, Erling Haaland, belum mencetak gol lagi selama 270 menit terakhir di semua kompetisi. Dia sangat merindukan sosok De Bruyne yang merupakan sang ”raja asis” di Liga Inggris.
Di laga versus Arsenal, Haaland bahkan tidak mencatatkan satu tembakan pun. Alhasil, City hanya mencatat empat kali tembakan sepanjang laga, tiga kali lipat lebih sedikit dibandingkan dengan tuan rumah. Adapun tembakan terakhir City dicatatkan pada menit ke-58. Mereka tidak mampu menciptakan peluang lagi di setengah jam lebih sisa laga.
Guardiola tidak terlalu reaktif terhadap hasil di awal musim. Dia percaya, City hanya lambat start seperti musim lalu. Adapun mereka berhasil juara musim 2022-2023 berkat kemenangan beruntun dari pekan ke-25 sampai ke-36. ”Ini baru Oktober. Para pemain akan segera kembali dan kami akan memenangi laga terdekat,” katanya.
Guardiola boleh saja tenang. Namun, ujian berat sudah menanti mereka setelah jeda internasional. Mereka akan ditantang tim besar sebanyak empat kali dari lima laga berikutnya, yaitu Brighton, Manchester United, Chelsea, dan Liverpool. Rentetan jadwal sulit itu akan mempertegas di mana posisi City musim ini. (AP/REUTERS)