Jatuh-Bangun Samuel Marbun Belum Mampu Mengantarnya ke Puncak Prestasi Wushu Indonesia
Pewushu Indonesia, Samuel Marbun, belum mampu meraih emas wushu displin sanda kelas 65 kg. Kendati demikian, perak yang diraihnya telah menjadi sejarah baru untuk wushu Indonesia di Asian Games.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
HANGZHOU, KOMPAS — Pewushu Indonesia, Samuel Marbun, meraih perak pada disiplin pertandingan sanda atau pertarungan kelas 65 kilogram Asian Games 2022 seusai takluk dari pewushu Iran, Afshin Salimi Toupghara. Meskipun belum menjadi yang terbaik, hasil itu telah mencetak sejarah baru untuk wushu Indonesia yang pertama kalinya meraih perak sanda sepanjang keikutsertaan mereka di Asian Games.
”Kemarin di SEA Games Kamboja 2023 yang menjadi SEA Games pertama saya, saya mendapat medali perak. Di sini, yang menjadi Asian Games pertama saya, saya ingin sekali dapat emas. Tadi, saya coba mengeluarkan semua kemampuan terbaik dan terus berdoa, Tuhan saya ingin dapat emas. Namun, ternyata, Tuhan belum memberikan kesempatan itu,” ujar Samuel sehabis laga di Xiaoshan Guali Sports Centre, Provinsi Zhejiang, Kamis (28/9/2023).
Tak lama dari wasit memberi aba-aba babak pertama dimulai, Samuel langsung tampil agresif. Atlet kelahiran Sihikkit, Sumatera Utara, 4 Oktober 1998, itu pun sukses dua kali membanting lawannya. Situasi itu sempat membuat Toupghara panik dan menoleh ke belakang untuk minta arahan dari pelatihnya.
Usai itu, keadaan menjadi berbalik. Toupghara coba bermain rapat agar mempersempit ruang gerak tangan Samuel untuk menangkap kakinya dan melakukan bantingan. Toupghara mengombinasikan permainan rapat dengan pukulan dan tendangan yang variatif, terutama menyasar perut yang bisa menghasilkan dua poin atau poin terbesar.
Tekanan demi tekanan itu membuat Samuel nyaris tidak memiliki celah untuk melakukan serangan balik. Merasa tertinggal poin, Samuel nekat bermain lebih terbuka yang justru menyebabkan pertahananya rapuh sehingga mudah dibombardir lawan. Puncaknya, 40 detik sebelum babak pertama berakhir, Toupghara mampu mengangkat kaki dan mendorong Samuel keluar matras utama.
Di sela jeda babak pertama ke babak kedua, papan skor menunjukkan tiga dari lima juri yang mengawasi di sekeliling arena memberikan Toupghara skor lebih tinggi, satu juri memihak kepada Samuel, dan satu juri menyatakan seri. Maka itu, Toupghara dinyatakan unggul 1-0 di babak pertama.
Berusaha mengejar
Memasuki babak kedua, Samuel setengah mati mengatasi ketertinggalan. Sayangnya, permainan Samuel cenderung monoton. Dia berkali-kali coba menangkap kaki Toupghara guna melakukan bantingan ataupun mendorong keluar matras utama. Kalau lawan dua kali didorong keluar matras utama, atlet bersangkutan akan dinyatakan menang secara langsung.
Strategi berulang itu sudah dibaca Toupghara yang mampu mengelak atau bertahan agar tidak terbanting. Ada momen Toupghara yang mau dibanting bisa membalikkan keadaan untuk menjatuhkan lawannya lebih dahulu.
Kalau diberi lebih banyak kesempatan ikut kejuaraan internasional, Samuel akan mendapatkan banyak pengalaman menghadapi beragam jenis lawan.
Permainan yang terlalu bernafsu untuk mengatasi ketertinggalan menjadi bumerang untuk Samuel. Pertahananya yang sangat terbuka dioptimalkan lawan untuk melepaskan sepakan kaki yang mendarat telak di wajahnya. Sepakan itu menyebabkan Samuel terkapar dua detik.
Samuel coba bangkit dan melanjutkan pertarungan. Akan tetapi, kondisinya yang belum stabil dimanfaatkan lawan untuk terus-menerus menyerangnya. Karena sudah tidak seimbang, juri akhirnya meniupkan pluit untuk menghentikan laga dengan waktu yang masih bersisa 1 menit 18 detik. Juri memberikan kemenangan dengan status winner by point difference (WPD) untuk Toupghara.
”Sebenarnya, saya dan pelatih sudah mempelajari cara bermain lawan yang banyak melakukan serangan dengan tendangan ke arah bawah. Awalnya, apa yang kami rencanakan berjalan baik. Saya bisa langsung membanting lawan dua kali. Setelah itu, lawan mengubah cara bermain dengan lebih banyak menjaga jarak dan melancarkan tendangan ke arah badan. Saya rasa ini karena faktor jam terbang lawan yang lebih senior dari saya,” kata Samuel.
Kendati belum bisa meraih emas, prestasi Samuel cukup baik. Itu perak pertama untuk wushu Indonesia dari sanda sepanjang keikutsertaan di Asian Games. Sebelumnya, prestasi terbaik dari sanda adalah perunggu yang disumbangkan Yusuf Widiyanto di kelas 56 kilogram (kg) dan perunggu yang disumbangkan Puja Riyaya di kelas 70 kg dalam Asian Games Jakarta-Palembang 2018.
”Saya memetik banyak pelajaran dari SEA Games 2023 dan Asian Games 2022. Ke depan, saya berjanji lebih baik agar bisa menyumbangkan emas untuk Indonesia,” kata Samuel yang mengenal wushu sejak kelas 2 SMA tersebut.
Kalah pengalaman
Menurut pelatih sanda Indonesia, Mukhlis, secara fisik, Samuel tidak kalah dengan lawannya. Satu-satunya faktor pembeda adalah pengalaman. Faktor itu membuat Samuel yang minim jam terbang masih belum bisa menentukan kapan harus tetap menerapkan strategi yang direncanakan dan kapan mesti mengubah strategi dengan menyesuaikan situasi di lapangan.
Sebaliknya, lawan yang lebih kenyang asam-garam cepat mengambil keputusan untuk mengubah strategi saat yang direncanakan telah dibaca lawan. ”Kalau diberi lebih banyak kesempatan ikut kejuaraan internasional, Samuel akan mendapatkan banyak pengalaman menghadapi beragam jenis lawan. Dengan begitu, kemampuannya akan meningkat. Ke depan, saya percaya Samuel bisa membuka jalan untuk wushu Indonesia merebut emas sanda di Asian Games,” katanya.
Secara keseluruhan, prestasi wushu Indonesia di Asian Games 2022 melonjak dibanding edisi-edisi sebelumnya. Sejauh ini, mereka sudah mengumpulkan 1 emas, 2 perak, dan 2 perunggu. Satu emas itu berasal dari Harris Horatius di displin taolu alias pertunjukkan jurus nomor perlombaan nanquan-nangun.
Salah satu perak berasal dari Edgar Xavier Marvelo di perlombaan changquan. Adapun dua perunggu disumbangkan oleh Seraf Naro Siregar di perlombaan daoshu-gunshu serta Tharisa Dea Florentina di pertandingan sanda kelas 52 kg putri. Sebelumnya, prestasi terbaik wushu Indonesia adalah memboyong 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu di Asian Games 2018.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Wushu Indonesia Ngatino Mento Salim menyampaikan, dengan dominasi atlet-atlet China selaku negara tempat lahirnya wushu, negara lain harus jeli memilih perlombaan yang tidak diikuti oleh atlet China dalam ajang multicabang. Di Asian Games 2022, misalnya, atlet China tidak menurunkan wakilnya di nomor nanquan-nangun yang membuahkan emas untuk Harris.
Di sanda kelas 65 kg, China juga tidak mengutus wakilnya. Namun, Samuel belum mampu mengoptimalkan peluang tersebut. ”Sejauh ini, kami puas dengan capaian di sini karena bisa memenuhi target meraih satu emas. Ke depan, kita harus lebih jeli melihat peluang agar bisa menambah emas lebih banyak,” kata Ngatino.