Perubahan Strategi Antar Seraf Naro Siregar Raih Perunggu Wushu
Pewushu Indonesia bak bertarung di kandang naga dalam perlombaan wushu di Asian Games 2022 yang dilaksanakan di negeri tempat kelahiran olahraga tersebut. Maka, hasil wushu Indonesia sejauh ini dinilai cukup baik.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Perubahan strategi penuh risiko yang diambil atlet wushu Indonesia Seraf Naro Siregar membuahkan hasil positif yang mengantarkannya meraih perunggu perlombaan daoshu alias jurus pedang aliran utara dan gunshu atau jurus toya aliran utara dalam Asian Games Hangzhou, China 2022. Bagi pewushu Indonesia, berlomba di China selaku tanah kelahiran wushu tidak mudah sehingga harus ada keputusan berani untuk mengantarkan diri berprestasi.
”Bertanding di China pastinya tidak mudah karena di sinilah wushu lahir. Perasaan gugup pasti ada sebelum bertanding. Tapi, tadi, suporter tuan rumah ternyata memberikan dukungan yang sportif. Mereka tetap mendukung atlet dari negara lain kalau menunjukkan penampilan yang bagus. Itu yang membuat saya bisa tampil lebih lepas,” ujar Seraf.
Seraf sempat tertinggal dalam perlombaan daoshu di Xiaoshan Guali Sports Centre, Provinsi Zhejiang, Rabu (27/9/2023) pagi. Atlet berusia 22 tahun itu hanya menempatkan diri di urutan keempat dengan skor 9,726 poin, tertinggal cukup jauh dari atlet China Chang Zhizhao di urutan pertama dengan skor 9,826 poin dan tertinggal tipis atas atlet Taiwan Wang Chen Ming di peringkat kedua dengan 9,736 poin serta atlet Singapura Jowen Si Wei Lim di tempat ketiga dengan 9,733 poin.
Memasuki perlombaan gunshu di arena yang sama, Rabu siang, Seraf yang baru menjalani debut Asian Games coba mengubah strategi dengan risiko besar. Usai berdiskusi dengan pelatih dan mendapatkan izin, Seraf memutuskan untuk menambah energi dan kecepatan. Keputusan itu bisa memberikannya kesempatan mengejar ketertinggalan atau sebaliknya kalah telak.
”Kalau menambah kecepatan, itu berisiko membuat kita kehilangan kontrol yang membuat toyanya lepas atau tidak mendarat dengan sempurna usai melakukan lompatan. Tapi, saya harus mencobanya karena kita tidak pernah tahu hasilnya. Kalau tidak mencoba sama sekali, itu justru membuat kesempatan saya meraih medali lebih berat,” kata Seraf.
Ternyata, Seraf mampu mengendalikan tubuhnya dengan baik dalam mengeluarkan semua jurus-jurus yang disiapkannya. Atlet kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu tampil lebih energik. Seperti perlombaan daoshu, Seraf tetap mengandalkan jurus lompatan memutar tubuh dua kali dengan pendaratan kuda-kuda yang mantap. Namun, kali ini, Seraf bergerak lebih cepat, dinamis, dan penghayatan tinggi.
Hasilnya, Seraf mendapatkan skor jauh lebih tinggi dengan 9,740 poin. Dengan begitu, dia mengumpulkan total skor akumulasi daoshu dan gunshu 19,466 poin. Dirinya sempat berada di urutan kedua sebelum disalip oleh Lim dengan total skor 19,476 poin.
Akan tetapi, Seraf beruntung karena Wang tidak mampu mempertahankan performanya. Walau gerakannya tetap dinamis, Wang cenderung melambat sehingga harus puas berada di urutan kelima dengan total skor 19,452 poin. ”Intinya, kalau tidak sekarang, kapan lagi saya dapat kesempatan untuk dapat medali. Jadi, saya nekat mengeluarkan kemampuan terbaik saya,” ungkap Seraf.
Tuan rumah tidak terbendung
Adapun atlet tuan rumah tidak terbendung. Sebagai penampil pertama, Chang langsung memimpin total skor 19,626. Sama seperti perlombaan daoshu, dia tetap tidak banyak melakukan gerakan akrobatik dalam perlombaan gunshu.
Bertanding di China pastinya tidak mudah karena di sinilah wushu lahir. Perasaan gugup pasti ada sebelum bertanding. Tapi, tadi, suporter tuan rumah ternyata memberikan dukungan yang sportif.
Hanya saja, jurus yang ditampilkan Chang berbeda dengan para peserta lain yang gerakannya cenderung serupa. Dia pun menunjukkan gerakan yang dinamis penuh penghayatan bagaikan pesenam bertenaga badak dan diberikan senjata.
Dari delapan lompatan yang dilakukan selama 1 menit 25 detik, Chang melakukan satu lompatan yang sangat krusial dan memberikan poin terbesar. Dia melompat memutar tubuh dua kali dengan kemiringan tertentu sebelum mendarat dengan dua kaki lurus 180 derajat atau split.
”Jurus Chang itu kelihatannya sederhana tetapi sangat sulit, seperti lompatan memutaran tubuh dua kali dengan pendaratan split tersebut. Saya pernah mencobanya di latihan dan itu sangat sulit. Untuk mencobanya di pertandingan, kita harus benar-benar menguasai gerakan itu dengan baik dan percaya diri. Sedikit saja ragu dan tidak bisa menyelesaikannya dengan baik, gerakan itu justru bisa membuat kita kehilangan banyak poin,” tutur Seraf.
Chang dalam konferensi pers mengatakan, wushu adalah budaya yang menjadi nafas kehidupan orang China. Oleh karenanya, wushu sudah dikenal oleh masyarakat ”Negeri Tirai Bambu” dari usai dini. ”Saya berharap prestasi saya bisa menginspirasi anak-anak muda China untuk terus mempertahankan budaya wushu di negeri kita,” terang Chang yang telah berusia 31 tahun.
Sementara itu, atlet wushu putri Indonesia Nandhira Mauriskha gagal meraih medali dari perlombaan jianshu alias jurus pedang bermata dua aliran utara dan qiangshu alias jurus tombak aliran utara dalam hari yang sama. Nandhira berada di urutan keenam dengan total skor 19,400 poin (masing-masing 9,700 poin untuk jianshu dan qiangshu).
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Wushu Indonesia Ngatino Mento Salim mengatakan, sebagai negara tempat lahirnya wushu, atlet-atlet China sudah mengenal olahraga itu sejak kecil. Makanya, mereka memiliki banyak pemberdayaan jurus dan mampu melakukan banyak gerakan yang sulit. Itu membuat mereka mudah saja untuk menerapkan koreografer baru yang belum dikuasai atlet-atlet dari negara lain.
Oleh karenanya, sejauh ini, capaian wushu Indonesia dalam Asian Games 2022 dinilai cukup baik, yakni bisa mencuri satu emas, satu perak, dan satu perunggu. ”Tidak mudah menang di sini. Tapi, kita terus berusaha agar suatu hari nanti bisa menang atas atlet China di kandang mereka sekalipun,” pungkas Ngatino.