Waktunya Pebasket Timnas Indonesia Tebar Pesona
Para pemain timnas basket Indonesia tak perlu menargetkan kemenangan versus Jepang. Cukup bermain tenang dan memberikan potensi maksimal di laga itu.
HANGZHOU, RABU – Di atas kertas, nyaris mutahil bagi timnas bola basket Indonesia mengalahkan Jepang. Karena itu, sudah waktunya para pebasket Indonesia melepaskan beban dan bermain selepas mungkin. Laga tersebut bisa menjadi pembuka pintu karier mereka untuk bermain di liga luar negeri, khususnya Jepang.
Indonesia akan menantang Jepang dalam laga lanjutan Grup D di Stadion ZJU Gymnasium, Hangzhou, pada Kamis (28/9/2023) siang WIB. Timnas baru saja menelan kekalahan telak dari Korea Selatan, 55-95, di laga pembuka, sementara Jepang membawa modal satu kemenangan atas Qatar, 95-63.
Jepang memang tidak datang dengan skuad sama seperti saat menjadi tim terbaik Asia di Piala Dunia 2023. Namun, kualitas tim peringkat ke-26 dunia itu tetap istimewa. Mereka membawa gabungan pemain muda hingga veteran, seperti Yuto Kawashima (18) dan Keita Imamura (27). Mayoritas dari divisi satu Liga Jepang (B.League).
Baca juga : Kecepatan Korsel ”Membunuh” Timnas Basket Indonesia
Guard timnas Yudha Saputera dan rekan-rekan pun bisa mengukur parameter kualitas B.League yang disebut sebagai liga paling kompetitif se-Asia. Jika tampil bagus dan beruntung, bisa saja mereka dilirik oleh para pencari bakat klub-klub dari divisi satu sampai tiga B.League.
Abraham Damar Grahita, pemain veteran Indonesia yang tidak ikut ke Hangzhou, sudah membuka jalan. Dia sempat bermain untuk klub Jepang Veltex Shizuoka pada awal 2023. Menurut dia, begitu banyak yang bisa dipelajari, terutama dalam hal mentalitas dan disiplin. Harapannya jejak itu diikuti pemain lain.
Jadi ketika anak anak muda ini ketemu tim tim level atas Asia seperti Jepang, gua berharap mereka terbuka matanya bahwa basket di level Asia itu memang segitu (tingginya). Semoga mereka punya motivasi lebih untuk mengejar sampai di sana atau bahkan main di sana.
“Jadi ketika anak anak muda ini ketemu tim tim level atas Asia seperti Jepang, gua berharap mereka terbuka matanya bahwa basket di level Asia itu memang segitu (tingginya). Semoga mereka punya motivasi lebih untuk mengejar sampai di sana atau bahkan main di sana,” kata Abraham.
Abraham adalah bukti nyata level kompetisi B.League yang sangat tinggi. Berstatus salah satu pemain paling menonjol di timnas Indonesia, dia saja kesulitan bersaing untuk mendapatkan menit di Veltex yang hanya klub divisi tiga. Bayangkan betapa tinggi level para pemain divisi teratas yang datang ke Hangzhou.
Baca juga: Turunkan Ekspektasi terhadap Timnas Basket Indonesia di Hangzhou
Menurut Manajer Timnas Indonesia Jeremy Imanuel Santoso, dari sisi hasil mereka memang berpotensi dirugikan karena bertemu Jepang. “Hal positif yang bisa diambil, pemain kami dapat pengalaman langsung bermain di level tertinggi Asia. Pasti sulit setelah kalah 40 poin dari Korea, tetapi harus segera mengembalikan fokus,” ujarnya.
Di skuad Indonesia saat ini, pemain paling potensial untuk bermain di luar negeri adalah Yudha. Guard 24 tahun itu semakin matang berperan sebagai “jenderal lapangan”. Lawan Korea Selatan, dia menjadi satu-satunya pemain Indonesia yang mencetak dua digit angka (15 poin).
Hanya saja, Yudha belum mengeluarkan kemampuan terbaiknya di laga pembuka. Akurasi tembakannya masih sangat rendah, 28 persen (4-14). Dia tampak terburu-buru saat mengeksekusi serangan, beberapa kali lemparannya meleset jauh dari keranjang. Hal itu cukup bisa dimaklumi, mengingat statusnya sebagai debutan di Asian Games.
Tinggi Yudha hanya 1,76 meter, terhitung pendek untuk guard tim-tim Asia. Namun, hal itu tidak akan membatasinya jika berkarier di Jepang. Adapun pemain pendek seperti Yuki Togashi (1,67 meter) dan Yuki Kawamura (1,72 meter) berhasil menjadi primadona di B.League dan timnas Jepang.
Baca Juga: Timnas Basket Minim Ekspektasi
Jepang tidak dipimpin langsung oleh pelatih kepala Tom Hovasse. Asisten pelatih Corey Gaines dipercaya untuk menukangi tim lapis kedua tersebut. Meskipun begitu, Jepang tidak berubah sama sekali, tetap membawa sistem bermain cepat yang dipertontonkan Hovasse di Piala Dunia.
Jepang fokus terhadap pertahanan untuk membuat lemparan lawan gagal. Lalu, mengambil bola dan melakukan serangan kilat atau fast break. “Dengan rebound yang baik, kami lebih mudah dalam fast break. Itu hal terbaik yang kami lakukan lawan Qatar,” kata Gaines, seperti dikutip situs resmi Asosiasi Bola Basket Jepang.
Selain fast break, Jepang juga sangat efisien dari tembakan tiga angka. Mereka membuat 15 kali tembakan jauh dengan akurasi mencapai 37 persen. Adapun fast break dan tembakan tiga angka merupakan penyebab kekalahan timnas dari Korsel. Timnas semestinya bisa lebih baik meminimalisir masalah tersebut.
Indonesia harus memperbaiki eksekusi serangan. Tim asuhan pelatih Milos Pejic itu hanya mencatat akurasi tembakan total 30 persen. Selain efektivitas rendah, mereka juga menciptakan cukup banyak turnover, sampai 14 kali. Semua itu akibat terlalu terburu-buru dan gegabah saat penguasaan bola.