Setelah Belanja Satu Miliar Euro, Mengapa Chelsea Tetap Ambyar?
Banyak bukti di sepak bola, uang berkorelasi dengan prestasi. Namun, mengapa Chelsea yang berbelanja layaknya seorang sosialita masih kesulitan?

Pemain Aston Villa, Ollie Watkins (kiri), melepas tendangan yang kemudian diblok oleh pemain Chelsea, Levi Colwill (kanan), dalam laga Liga Inggris di Stadion Stamford Bridge, London, Minggu (24/9/2023). Watkins mencetak gol pada laga itu dan Villa menang dengan skor 1-0.
Pertunjukan komedi Chelsea masih berlanjut hingga awal musim ini. Manajer baru Mauricio Pochettino yang sudah berpengalaman di Liga Inggris belum mampu menolong ”Si Biru” keluar dari krisis. Chelsea dan hasil buruk semakin menjadi dua hal yang sulit dipisahkan.
Biasanya para manajer baru nyaris selalu menikmati fase bulan madu di awal kedatangan. Alih-alih merasakan momen indah, Pochettino langsung berjibaku dengan hasil buruk. Teranyar, Chelsea kalah dari Aston Villa 0-1 di kandang sendiri, Stadion Stamford Bridge, Minggu (24/9/2023) WIB.
Chelsea pun bersandar di peringkat ke-14 dengan catatan sekali menang dari enam pertandingan. Satu-satunya kemenangan mereka diraih atas tim promosi, Luton Town, yang diperkirakan akan terdegradasi lagi pada akhir musim. Sebagai konteks, Si Biru menjalani awal musim terburuk sejak 1978.
”Saya tidak frustrasi (dengan situasi saat ini), hanya kecewa. Kami perlu mengubah situasi yang ada. Satu-satunya cara yang saya tahu untuk mengubah itu adalah bekerja dengan sangat keras,” kata Pochettino yang menilai Chelsea bermain cukup baik sebelum kartu merah bek sayap Malo Gusto pada menit ke-58.

Reaksi Pelatih Chelsea Mauricio Pochettino saat timnya melawan Aston Villa pada laga Liga Inggris di Stadion Stamford Bridge, London, Minggu (24/9/2023). Villa menang dengan skor 1-0.
Performa Chelsea berbanding terbalik dengan kualitas mewah skuad mereka. Menurut Transfermarkt, mereka menempati peringkat ketiga klub dengan nilai pasar terbesar. Hanya di bawah Arsenal dan Manchester City. Adapun dalam dua musim terakhir di era pemilik Todd Boehly, mereka sudah berbelanja pemain lebih dari 1 miliar euro.
Pochettino bahkan diberikan duet gelandang termahal di dunia, Moises Caicedo dan Enzo Fernandez. Keduanya turut tampil versus Villa. Namun, Chelsea tetap sulit meraih kemenangan. Tanda tanya besar pun muncul, apa faktor yang membuat klub peraih lima trofi liga dalam dua dekade terakhir itu tidak bisa berbicara banyak?
Jika berbicara sisi teknis, masalah terbesar Chelsea sudah jelas adalah ketajaman lini depan. Pochettino setuju dengan hal itu. Mereka baru mencetak lima gol musim ini, hanya lebih banyak dari tim degradasi Luton dan Burnley. Adapun Fernandez dan rekan-rekan juga sudah paceklik gol dalam tiga laga terakhir.
Chelsea mampu menciptakan cukup banyak peluang, tetapi kurang efektif dalam penyelesaian akhir. Berdasarkan data Opta, kualitas peluang mereka mencapai 10,8 expected goals (xG). Dengan hanya total 5 gol, efisiensi mereka sangat rendah. Bandingkan dengan Brighton yang mencetak 18 gol hanya dari 11,7 xG.
Baca Juga: Melalui AI, Brighton Tumbangkan Kuasa Uang
Kami perlu mengubah situasi yang ada. Satu-satunya cara yang saya tahu untuk mengubah itu adalah bekerja dengan sangat keras.

Pemain Chelsea, Nicolas Jackson (kanan), berebut bola dengan pemain Aston Villa, Ezri Konsa, pada laga Liga Inggris di Stadion Stamford Bridge, London, Minggu (24/9/2023). Villa menang dengan skor 1-0.
Seluruh mata tertuju pada penyerang tunggal Chelsea Nicolas Jackson yang didatangkan dari Villarreal musim panas lalu. Jackson selalu menjadi starter di enam laga, tetapi hanya mencetak satu gol. Adapun nilai xG (3,35) miliknya merupakan kedua tertinggi di liga, hanya di bawah penyerang Manchester City Erling Haaland.
Menurut Pochettino, Jackson yang baru berusia 22 tahun dan musim pertama tampil di Liga Inggris tidak bisa dijadikan ”kambing hitam”. ”Dia butuh waktu. Di usia muda, pemain seperti dia butuh belajar dari pengalaman ketika berbuat kesalahan. Kami harus lebih baik dari sisi tim, bukan individu,” tuturnya.
Sengkarut nonteknis
Persoalan lini serang sudah terjadi di Chelsea sejak musim lalu. Itulah alasan mereka mendatangkan Jackson dan penyerang tim nasional Perancis Christopher Nkunku. Masalahnya, Nkunku cedera panjang sejak pramusim. Jackson pun menanggung beban berlebih dari yang diperkirakan.
Sejak era kebangkitan pada awal abad ke-21 bersama mantan pemilik Roman Abramovich, Chelsea selalu identik dengan prestasi instan. Saat mereka membeli pemain dengan harga mahal, ekspektasi sangat tinggi akan mengikuti. Kultur klub dan para pendukung itu terbawa hingga kini.
Baca Juga: Arsenal Berlari, Spurs Menangkap

Pemain Aston Villa, John McGinn (kiri), berebut bola dengan pemain Chelsea, Moises Caicedo, pada laga Liga Inggris di Stadion Stamford Bridge, London, Minggu (24/9/2023). Villa menang dengan skor 1-0.
Padahal, konteks klub kini berbeda dengan dulu. Saat ini, klub dalam fase transisi dan jauh dari kata matang. Chelsea mencatat rerata usia termuda di antara seluruh tim musim ini, yaitu 23,1 tahun. Mayoritas juga pemain baru. Namun, mereka langsung diberikan standar tinggi. Beban itu membuat para pemain tidak berkembang natural.
Lihat saja, para pemain baru gagal mengulang performa di tim lama. Selain Jackson, ada contoh lain, yaitu penyerang sayap Mykhaylo Mudryk (22) yang dibeli seharga 70 juta euro di medio musim lalu. Mudryk yang berstatus penyerang sayap level Liga Champions di Shakhtar Donetsk, baru mencatat 2 asis dari 22 penampilan di Chelsea.
Tidak hanya muda dan terbebani, skuad Chelsea juga kurang harmoni. Mereka dikumpulkan bersama dalam waktu sangat singkat. Sebanyak 9 dari 11 pemain starter Chelsea versus Villa merupakan hasil transfer dalam tiga jendela transfer terakhir. Seperti Caicedo dan Fernadez yang baru empat kali main bersama.
Adapun Chelsea sudah memainkan 37 nama berbeda sebagai starter di sepanjang 2023. Jumlah itu masih lebih banyak delapan nama dibandingkan dengan gabungan klub Nottingham Forest dan Tottenham Hotspur. Bayangkan betapa sulitnya menyatukan 11 pemain di lapangan yang jarang tampil bersama, tetapi harus berada di level setinggi Liga Inggris.
Baca Juga: Chelsea Membidik Tonggak Baru

Pemilik klub Chelsea, Todd Boehly, menyaksikan laga Liga Inggris antara Chelsea dan Leicester City di Stadion Stamford Bridge, London, 27 Agustus 2022.
Lalu siapa sosok yang pantas disalahkan? Jawabannya adalah Boehly. Perubahan drastis terjadi sejak dia mengambil alih klub pada musim panas 2022. Sejak itu, sang pria asal Amerika Serikat merombak skuad, staf pelatih, hingga manajemen. Masalah terbesarnya, klub tampak tidak punya rencana yang jelas dan matang.
Di era Boehly, Chelsea sudah mendatangkan lebih dari 20 pemain, dipimpin empat manajer berbeda hanya dalam kurun setahun lebih. Adapun hanya dua pemain yang tersisa dari skuad juara Liga Champions 2020-2021. Sisanya berubah total. Tim juga kelebihan jumlah pemain. Sulit mengharapkan perubahan instan dengan masalah sekian banyak.
Meskipun begitu, Pochettino tetap akan berpacu dengan waktu. Jika gagal memperbaiki performa tim, bukan tidak mungkin nasibnya akan seperti para manajer terdahulu. Boehly berinvestasi besar bukan untuk melihat timnya kalah. ”Para pemilik kecewa, tetapi mereka seharusnya mendukung rencana ini (proyek jangka panjang),” tuturnya. (AP/REUTERS)