Setelah jeda internasional, Manchester United ditunggu segudang tantangan dalam lanjutan Liga Inggris, Sabtu. Mereka menghadapi momoknya, Brighton, dalam kondisi terkoyak akibat serangkaian gejolak internal.
Oleh
YULVIANUS HARJONO
·5 menit baca
MANCHESTER, KAMIS — Manajer Manchester United Erik ten Hag pusing tujuh keliling dalam menyiapkan skuadnya menghadapi Brighton & Hove Albion pada laga Liga Inggris di Stadion Old Trafford, Manchester, Sabtu (16/9/2023). Selain dilanda badai cedera pemain pilar, ”Setan Merah” juga tengah digoyang prahara internal.
Situasi rumit itu membuat persiapan MU pada laga setelah jeda internasional itu menjadi tidak ideal. Padahal, Brighton asuhan manajer eksentrik, Roberto De Zerbi, tidak bisa dilihat sebelah mata.
Brighton punya reputasi menakutkan sebagai tim ”pembunuh raksasa”. Musim lalu, mereka menjungkalkan Liverpool, Chelsea, dan Arsenal. MU asuhan Ten Hag bahkan dua kali dipermalukan ”Si Burung Camar”, termasuk pada laga di Old Trafford, 7 Agustus 2022 lalu.
Ketika itu, MU takluk 1-2. Kekalahan itu belum bisa dilupakan Ten Hag karena mencoreng debutnya di Liga Inggris bersama MU. ”Sungguh pekerjaan luar biasa sulit (menjadi manajer MU),” ucapnya singkat seusai laga tersebut.
Setahun berlalu, pernyataan Ten Hag itu rupanya masih sangat relevan dengan situasi saat ini. Pada musim keduanya di Old Trafford, MU masih belum beranjak dari banyak masalah. Serupa tahun lalu, mereka tertatih-tatih di awal musim. Dari empat laga yang telah dilewati pada musim ini, mereka telah dua kali kalah, yaitu dari Tottenham Hotspur dan Arsenal.
MU pun terpuruk di peringkat ke-11, tertinggal enam poin dari Manchester City, juara bertahan yang memuncaki klasemen sementara. Padahal, secara teoretis, MU dijagokan untuk setidaknya finis di posisi empat besar pada akhir musim nanti.
Mengacu simulasi superkomputer Opta, kans MU juara mencapai 1,7 persen atau tertinggi keempat, setelah City, Arsenal dan Liverpool. Kans mereka juara naik hingga sembilan kali lipat dibandingkan musim lalu, yaitu hanya 0,2 persen.
Peningkatan kans juara itu bisa dimaklumi karena MU menambah banyak amunisi, antara lain, Mason Mount, Sofyan Amrabat, Rasmus Hojlund, dan Andre Onana. Nilai skuad mereka, yaitu sebesar 882 juta euro (Rp 12,5 triliun), adalah yang terbesar keempat setelah City, Arsenal, dan Chelsea.
Namun, realitasnya MU tak kunjung memperlihatkan identitas sebagai tim besar dan menakutkan. Salah satu persoalannya adalah karena badai cedera pemain. Hojlund, Mount, Luke Shaw, dan Raphael Varane, bergantian dibekap cedera. Saat menghadapi Brighton nanti, MU bahkan tidak bisa dibela sekitar sepuluh pemain.
United adalah klub komersial. Jadi, itu pilihan sulit bagi pelatih. Dia lebih baik memilih klub sepak bola, bukan komersial. (Louis van Gaal)
Selain cedera pemain, masalah lain yang dihadapi MU saat ini adalah prahara di tubuh tim, kondisi yang telah menjadi masalah laten di klub itu setelah lengsernya Sir Alex Ferguson pada 2013. Musim lalu, prahara itu, antara lain, melibatkan Cristiano Ronaldo, lalu Harry Maguire.
Klub ”komersial”
Jerat intrik internal dan lemahnya kepemimpinan, terutama dari keluarga Glazer selaku pemilik klub, membuat banyak manajer top gagal membangkitkan prestasi MU. David Moyes, Louis van Gaal, Jose Mourinho, Ole Gunnar-Solskjaer, dan Ralf Rangnick, berturut-turut menjadi ”kambing hitam” kegagalan Setan Merah.
”United adalah klub komersial. Jadi, itu pilihan sulit bagi pelatih. Dia lebih baik memilih klub sepak bola, bukan komersial,” kata Van Gaal menasihati kompatriotnya, Ten Hag, ketika dikaitkan posisi manajer baru MU, Maret 2022.
Nasi telah menjadi bubur, Ten Hag mengambil pekerjaan sulit itu. Konsekuensinya, mantan pelatih Ajax Amsterdam itu kini harus menghadapi sejumlah persoalan, salah satunya intrik dengan Jadon Sancho.
Ten Hag mencoret Sancho dari daftar skuad MU, hal sama yang pernah dialami Ronaldo sebelum hijrah ke Liga Saudi. Ten Hag kehabisan kesabaran dengan Sancho yang tidak kunjung mencapai potensi optimalnya seperti saat membela Borussia Dortmund.
Pemain yang dibeli mahal senilai 74 juta pound sterling (Rp 1,4 triliun) pada Juli 2021 itu dinilai Ten Hag ”ogah-ogahan” berlatih. Alih-alih mengevaluasi diri, Sancho justru menonjolkan sindrom kebintangan dan membalas kritikan Ten Hag melalui pernyataan terbuka di X (dulu Twiter).
”Saya tak membiarkan orang lain berkata hal yang tidak sepenuhnya benar. Saya telah berlatih dengan baik,” bunyi unggahan Sancho di X sebelum ia hapus.
Celakanya, MU juga kehilangan penyerang sayap lainnya, Antony, yang tengah diterpa masalah dugaan pelecehan seksual. Kasusnya itu mirip Mason Greenwood yang pernah disebut ”wonderkid” MU. Setan Merah pun kini kesulitan memaksimalkan duet winger fantastis senilai total 159 juta pound (Rp 3 triliun) itu. Posisi di sayap serang kanan MU pun kini lowong. Ironisnya, hal itu bukan karena cedera.
Padahal, MU membutuhkan Sancho. The Analyst melaporkan, striker tim nasional Inggris itu adalah pemain paling kreatif di Liga Inggris setelah Bruno Fernandes. Ia tampil fenomenal pada pada paruh kedua musim lalu, seusai meningkatkan fisik dan mentalnya. Ia membuat rerata 4,1 gabungan kreasi gol dan peluang, sedangkan Fernandes 4,2. Jumlah golnya untuk MU pada Liga Inggris musim lalu, yaitu 6, hanya kalah dari Marcus Rashford (17) dan Fernandes (8).
Menyikapi ketegangan Sancho dan Ten Hag itu, Daily Mail melaporkan, CEO MU Richard Arnold dan Direktur Sepak Bola John Murtough segera turun tangan. Namun, tidak akan mudah membujuk Ten Hag menerima kembali Sancho di timnya. Dia dikenal keras dan disiplin sehingga membuat Ajax disegani klub-klub Eropa, setengah dekade lalu.
Namun, di sisi lain, Ten Hag kekurangan pilihan di sayap kanan. Untuk sementara, posisi itu kemungkinan ditempati pemain belia, Alejandro Garnacho. Rashford dan Fernandes bisa menjadi alternatif jika Garnacho dinilai tidak siap.