Kepercayaan Diri Coco Gauff Versus Konsistensi Sabalenka
Final tunggal putri turnamen Grand Slam Amerika Serikat Terbuka akan mempertemukan Cori "Coco" Gauff dengan Aryna Sabalenka. Coco akan bermodalkan kepercayaan diri tinggi, sementara Sabalenka punya konsistensi permainan
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
NEW YORK, KAMIS - Cori “Coco” Gauff sangat siap untuk meraih gelar pertama Grand Slam dari Amerika Serikat Terbuka 2023. Kepercayaan diri dan kenyamanannya tampil di depan pendukung sendiri di New York akan mendapat tantangan terakhir dari Aryna Sabalenka, petenis yang tak pernah kalah sebelum semifinal di empat Grand Slam pada tahun ini.
Final tunggal putri, yang akan menjadi pertemuan pertama kedua petenis, akan berlangsung di Stadion Arthur Ashe, Pusat Tenis Nasional Billie Jean King, pada Sabtu (9/9/2023) sore waktu setempat atau Minggu dinihari waktu Indonesia. Statistik lain yang mempersamakan mereka adalah belum pernah tampil pada final AS Terbuka.
Coco memiliki pengalaman tampil dalam laga puncak Grand Slam, yaitu di lapangan tanah liat Roland Garros, pada turnamen Perancis Terbuka 2022. Dia kalah dari Iga Swiatek.
Sebelum di New York tahun ini, Sabalenka, juga, baru sekali tampil dalam final panggung persaingan tertinggi tenis profesional. Bedanya, petenis Belarus itu bisa juara, yaitu pada Australia Terbuka 2023. Final pada awal tahun itu dijalani Sabalenka setelah dia menang pada semifinal keempat di arena Grand Slam.
Semifinal memang selalu menjadi penghalang terbesar Sabalenka saat bisa menembus babak-babak akhir Grand Slam. Setelah menjuarai Australia Terbuka, dia terjegal pada babak empat besar Perancis Terbuka dan Wimbledon.
Sabalenka hampir tak bisa mengatasi hambatan psikologisnya saat menjalani semifinal melawan Madison Keys di New York, pada Kamis malam waktu setempat. Dia kehilangan set pertama tanpa bisa memenangi gim, lalu tertinggal 3-5 pada set kedua.
Sabalenka, bahkan, melampiaskan kemarahan dengan melempar raket di bawah tribun tempat tim pelatihnya duduk. Dalam posisi terjepit, dia berusaha menenangkan diri hingga akhirnya menang dengan skor 0-6, 7-6 (1), 7-6 (10-5) setelah bertanding dua jam 32 menit yang selesai Jumat menjelang pukul 01.00.
Dia menjadi tunggal putri ketiga pada Era Terbuka (sejak 1968) yang memenangi semifinal setelah kehilangan set pertama dengan skor 0-6. Dua petenis lain yang melakukan itu adalah Steffi Graf saat melawan Arantxa Sanchez-Vicario di Perancis Terbuka 1992 dan Ana Ivanovic ketika berhadapan dengan Daniela Hantuchova (Australia Terbuka 2008).
Saya pikir, cara saya mengendalikan permainan telah berkembang, meski tugas di sini belum selesai.
Pertandingan Sabalenka melawan Keys menjadi semifinal kedua setelah Coco mengalahkan finalis Perancis Terbuka, Karolina Muchova, 6-4, 7-5. Kemenangan Sabalenka pun menggagalkan terjadinya final tunggal putri antara sesama petenis AS seperti yang terakhir kali terjadi saat Sloane Stephens mengalahkan Keys pada 2017.
“Keys bermain luar biasa. Saya bangga bisa bangkit dan akhirnya menang. Saya terus menerus mengingatkan diri sendiri bahwa sudah berkali-kali kalah dalam pertandingan sulit. Kekalahan itu harus membuat perubahan,” tutur Sabalenka.
Setelah bisa meruntuhkan hambatan psikologisnya, Sabalenka bisa menjadi petenis yang berbahaya. Dia adalah salah satu petenis dengan penampilan konsisten pada tahun ini dengan persentase kemenangan 81,4 persen, di bawah Swiatek (85,5 persen).
Seperti dikatakan tim pelatihnya, petenis yang bersaing di arena tenis profesional sejak 2015 itu selalu membebani diri sendiri ketika bermain di semifinal. Itu karena Sabalenka sering berpikir kemenangan alih-alih fokus pada cara mengontrol permainan. Saat tampil di final, beban itu biasanya hilang.
Jika tampil dengan pikiran lebih bebas pada final nanti, Sabalenka akan sangat berbahaya bagi Coco. Dia memiliki motivasi tambahan, yaitu melengkapi status petenis nomor satu dunia yang akan dimiliki mulai pekan depan. Sabalenka akan menggeser posisi Swiatek setelah rivalnya itu gagal mempertahankan gelar juara karena kalah di babak keempat.
Sabalenka, juga, memiliki gaya bermain yang biasanya sulit dikendalikan lawan. Seperti idolanya, Serena Williams, dia bisa bermain agresif dari baseline karena memiliki pukulan keras.
Coco harus bisa mengatasi cara bermain itu, apalagi dia memiliki modal level kepercayaan diri yang berada pada level tinggi. Dia yakin ini saat yang tepat baginya untuk menjuarai Grand Slam.
“Karena saya belajar dari masa lalu,” kata Coco menjawab pertanyaan “Mengapa kamu siap menjadi juara Grand Slam sekarang?” Pertanyaan itu diajukan mantan petenis nomor satu dunia, Chris Evert, yang menjadi komentator untuk ESPN.
“Dalam final sebelumnya di Perancis Terbuka, saya memberi beban berat pada diri sendiri. Sabtu nanti, saya akan masuk lapangan dan bermain seperti menghadapi pertandingan biasa. Itu yang saya lakukan pada semifinal,” tutur Coco.
Dengan usia 19 tahun, Coco menjadi petenis AS termuda yang mencapai final AS Terbuka setelah Serena bermain di final 1999 pada usia 18 tahun. Itu menjadi final pertama Serena di Grand Slam dan dia menang atas Martina Hingis.
Kepercayaan diri itu tumbuh secara perlahan ketika kompetisi tenis memasuki persaingan di lapangan keras di wilayah Amerika, mulai Juli. Dibantu pelatih kawakan yang bergabung dalam timnya, yaitu Brad Gilbert, Coco bangkit selangkah demi selangkah setelah tersingkir pada babak pertama Wimbledon.
Pada tiga turnamen pemanasan AS Terbuka, Coco menjuarai WTA 500 Washington DC dan WTA 1000 Cincinnati, serta mencapai perempat final WTA 1000 Montreal. Saat mengalahkan Muchova, performanya naik-turun karena banyak membuat kesalahan, terutama pada forehand. Akan tetapi, dia puas dengan caranya memecahkan masalah.
“Saya pikir, cara saya mengendalikan permainan telah berkembang, meski tugas di sini belum selesai. Di final nanti, saya akan percaya pada kemampuan diri sendiri seperti yang saya tekankan pada diri sendiri di semifinal,” tutur Coco.
Semifinal tunggal putra, yang berlangsung Sabtu dinihari hingga siang waktu Indonesia, mempertemukan Novak Djokovic dengan Ben Shelton dan Carlos Alcaraz dengan Daniil Medvedev. (AP/AFP)