Brasil dan Pantai Gading, negara yang terkenal karena sepak bola, ingin membuktikan juga bisa sukses di bola basket dunia.
Oleh
KELVIN HIANUSA, REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tim Brasil dan Pantai Gading akan berebut tiket terakhir ke babak kedua di Stadion Indonesia Arena, Jakarta, pada Rabu (30/8/2023). Kedua skuad datang dengan misi serupa. Mereka ingin menginspirasi generasi baru, negara mereka bukan hanya tentang sepak bola, tetapi juga bisa berbicara banyak di bola basket.
Brasil selalu identik dengan kultur sepak bola. Mereka adalah lima kali atau pengoleksi juara dunia terbanyak. Nyaris semua anak-anak yang lahir di tanah Brasil, bermimpi menjadi pesepak bola. ”Mungkin 80 persen anak-anak memainkannya waktu kecil, termasuk saya,” kata pebasket tim Brasil, Leonardo Meindl.
Di Indonesia Arena, pebasket Brasil yang paling dikagumi adalah guard mungil Yago dos Santos (24). Tingginya hanya 1,78 meter, di bawah rerata pemain dunia yang sekitar 2 meter. Jika tidak berkostum basket, mungkin orang-orang akan mengiranya sebagai pesepak bola. Perawakannya mirip legenda hidup sepak bola Roberto Carlos.
Namun, jangan ragukan kemampuan pemain yang pernah tampil untuk Chicago Bulls di NBA Summer League itu. Ketika Santos mendribel bola, teori gravitasi seolah tidak eksis. Bola seperti mengikuti setiap langkahnya. Dia juga sangat cepat dan lincah. Sekali saja pemain lawan berkedip, mereka akan kehilangan Santos.
Tim sepak bola Brasil dikenal dengan ”jogo bonito”, permainan indah dengan peragaan kemampuan individu. Di basket berbeda. Santos dan rekan-rekan mengombinasikan kemampuan individu dan permainan kolektif nan simpel. Hanya Santos yang sering beratraksi, sisanya memindahkan bola dari tangan ke tangan dengan kilat.
Sekarang basket berkembang lagi. Sepak bola selalu yang pertama, tetapi basket terus berkembang. Kami akan melakukan apa pun untuk mengembangkan basket.
Meindl mengatakan, membawa misi sebagai duta basket negaranya ke Jakarta. Dia ingin timnya mencapai prestasi setinggi mungkin agar bisa menginspirasi anak-anak di Brasil. ”Sekarang basket berkembang lagi. Sepak bola selalu yang pertama, tetapi basket terus berkembang. Kami akan melakukan apa pun untuk mengembangkan basket,” ujarnya.
Di Piala Dunia FIBA, Brasil cukup berprestasi. Mereka meraih emas di 1953 dan 1963. Hanya saja, mereka hibernasi dan baru mulai bangkit di Piala Amerika 2022 dengan raihan perak, setelah kemarau medali sejak 2011. Semua tidak lepas dari pengaruh mantan pemain NBA Anderson Varejao dan Leandro Barbosa yang menginspirasi generasi 2000-an ke atas.
Misi Pantai Gading
Skuad Pantai Gading datang dengan misi serupa. Negara itu selalu dikenal dengan pesepak bola legendaris Didier Drogba. ”Setiap orang menanyakan Didier. Di negara kami, anak-anak pasti main sepak bola lebih dulu di jalanan. Tetapi Anda bisa melihat mulai banyak yang bermain basket,” kata guard Pantai Gading Bazoumana Kone (29).
Menurut Kone, pemain veteran tim Solo Diabate (36) merupakan inspirasi terbesar untuk basket di Pantai Gading, termasuk dirinya. Diabate sudah malang-melintang di liga-liga Eropa dan membela tim nasional selama nyaris dua dekade. Para pemain pun ingin memberikan yang terbaik dalam penampilan terakhir Diabate di Piala Dunia.
Seperti Brasil, basket di Pantai Gading juga sedang meningkat. Terbukti mereka baru saja meraih perak di AfroBasket 2021 setelah paceklik medali selama 12 tahun. Potensi tim dikembangkan dengan pelatih asing asal Slovenia, Dejan Prokic, yang sudah berpengalaman menukangi tim-tim Eropa.
”Kami adalah tim Afrika yang pertama lolos ke Piala Dunia. Anda bisa melihat bagaimana orang kami mulai mencintai basket saat ini. Basket bertumbuh pesat. Mereka (warga) mulai mengikuti kami di media sosial. Anda bisa merasakan euforia basket di Pantai Gading,” jelas Kone.
Peraduan dua misi itu akan berbenturan dalam laga pamungkas Grup H. Peringkat dunia kedua tim memang terpaut jauh, Pantai Gading (42) dan Brasil (13). Namun, moral Kone dan rekan-rekan sedang dalam titik tertinggi setelah menumbangkan Iran 71-69, sementara Brasil baru kalah dari Spanyol 78-96.
Brasil dan Pantai Gading bertekad melangkah sejauh mungkin di Piala Dunia. Mereka ingin mendapatkan tiket lolos langsung ke Olimpiade Paris 2024. Adapun hanya dua tim terbaik dari benua Amerika dan satu tim dari benua Afrika yang berhak melaju ke Paris.
”Kemenangan itu (atas Iran) membuat kami bisa terus bermimpi. Kami bisa berharap untuk mengalahkan Brasil, lalu berangkat ke Olimpiade. Itu adalah tujuan kami. Basket bukanlah pekerjaan. Saya datang untuk bermain basket, bersenang-senang dan menang,” kata Diabate yang mencetak 3 poin terakhir versus Iran.
Duel berbeda benua nanti menjanjikan pertarungan sengit, terutama dari sisi adu fisik. Mereka sama-sama memiliki para pemain dengan tubuh atletis yang mengandalkan kecepatan dan kekuatan. Bedanya, Brasil lebih unggul dari sisi teknik dan kecerdasan bermain.