Tantangan ”Macan Kemayoran” Mengubah Dukungan Jempol Jadi Tambahan Rupiah
Persija Jakarta belum mampu mengonversi besarnya komunitas suporter untuk mengeruk keuntungan. Jelang 100 tahun, ”Macan Kemayoran” berusaha mengumpulkan bukti-bukti kebesaran di masa lalu.
Di awal BRI Liga 1 2023-2024, Persija Jakarta memegang rekor jumlah penonton terbanyak dalam satu laga. Dua laga ”Macan Kemayoran” di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, ketika melawan Persebaya Surabaya dan PSM Makassar berada di urutan teratas dengan jumlah tiket terjual paling banyak.
Laga kontra Persebaya, 22 Juli 2023, paling banyak menyedot animo penonton dengan total 55.103 orang.
Dalam daftar penonton terbanyak, di peringkat kedua ada duel pembuka Persija melawan PSM Makassar dengan 37.438 pasang mata. Jumlah kehadiran suporter itu menandakan totalitas The Jakmania, kelompok suporter Persija, untuk mendukung tim kebanggaan mereka.
Bahkan, Persija juga masuk dalam daftar 50 besar klub sepak bola dengan komunitas digital terbesar. Macan Kemayoran memiliki lebih dari 11 juta pengikut dari kanal media sosial, seperti Instagram, X, Tiktok, Facebook, dan Youtube. Jumlah itu pun telah melebihi jumlah penduduk DKI Jakarta sebesar 10,5 juta orang berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2020.
Baca juga : Persija Jakarta Menjaga Marwah Ibu Kota
Modal fanatisme itu menjadi pasar potensial bagi Persija di era industri olahraga saat ini. Namun, jutaan pengikut digital itu belum berbanding lurus dengan dampak finansial bagi klub.
Kondisi itu dirasakan oleh Juaraga, perusahaan apparel olahraga yang memproduksi jersei Persija. Sejak bermitra dengan Persija sebagai pemilik hak lisensi jenama Persija pada Liga 1 2020, Juaraga belum mendapatkan kuantitas penjualan sesuai ekspektasi dengan berkaca pada jumlah pendukung Persija yang besar.
”Selama tiga tahun ini memang belum sebanding dengan penjualan yang kita harapkan. Banyak variabel yang menyebabkan itu, salah satunya mayoritas pendukung Persija masih berusia remaja yang aktif di media sosial, tetapi belum bisa memberikan dampak secara finansial dan komersial,” kata CEO Juaraga Mochtar Sarman di Jakarta, Senin (14/8/2023).
Selain itu, masih maraknya penjual cendera mata (merchandise) palsu Persija, terutama jersei, di luar produksi Juaraga juga menjadi kendala. Padahal, Juaraga dan Persija adalah satu-satunya kemitraan yang menjalin kerja sama terkait kepemilikan lisensi, bukan sekadar sponsor tim di kompetisi Tanah Air.
Dengan kemitraan itu, seharusnya Juaraga menjadi satu-satunya pihak yang memiliki hak komersial untuk segala hak intelektual klub, baik menggunakan lambang maupun kata ”Persija Jakarta”. Sebab, Juaraga membayar royalti terhadap setiap penjualan cendera mata Persija.
Baca juga : Persib Bandung, Penjaga Marwah ”Bumi Pasundan”
Tetapi, ironisnya, dalam setiap laga kandang Persija, penjual jersei palsu alias ”KW” masih mudah ditemukan di sekitar lokasi pertandingan. Jika Persija berlaga di GBK, misalnya, penjual cendera mata palsu itu sudah bisa ditemukan di trotoar Stasiun Palmerah yang dilewati The Jakmania saat berjalan kaki menuju GBK. Harga jersei yang dijajakan pun mulai dari Rp 80.000 hingga Rp 150.000.
”Kami selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas produk dan menyediakan produk versi ramah kantong. Di musim ini, saya menganggap kami memproduksi jersei terbaik untuk Persija. Meski begitu, kami bersama klub tidak pernah berhenti berusaha mengedukasi suporter untuk bisa memberikan kontribusi nyata bagi sisi komersial klub,” kata Mochtar.
Dia mengungkapkan, kepuasan The Jakmania dan masyarakat umum terhadap produk Juaraga cukup baik. Return rate jersei Persija yang diproduksi Juaraga hanya 0,9 persen.
Pembenahan
Direktur Utama Persija Ambono Janurianto mengakui, sisi merchandise belum menjadi pemasukan yang signifikan bagi Macan Kemayoran. Pendapatan terbesar Persija di setiap musim masih disumbang oleh sponsor dan tiket pertandingan. Dari sponsor, Persija meraup kue pemasukan sebesar 50 persen, lalu sekitar 40 persen pendapatan dari tiket laga.
Selama tiga tahun ini memang belum sebanding dengan penjualan yang kami harapkan.
”Jadi, (pemasukan) merchandise masih kecil sekali, kurang dari 5 persen. Kami lakukan peluncuran ulang Persija Store untuk mengemas ulang sisi pemasaran demi mendapatkan pelanggan baru, sekaligus tetap mempertahankan pelanggan lama yang selama ini membeli produk resmi Persija,” kata Ambono dalam peluncuran ulang Persija Store yang berada di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, 14 Juli 2023 lalu.
Geliat aktivitas Persija Store lebih terasa di hari pertandingan Persija. Ketika Kompas datang, Senin (21/8/2023) siang, empat pramuniaga lebih banyak berbicang satu sama lain karena hanya ada dua pengunjung yang datang dalam waktu satu jam.
Menurut Harlin Rahardjo, Kepala Pemasaran Digital Persija, produk cendera mata yang baik serta lokasi Persija Store yang strategis adalah modal untuk lebih menggeliatkan pemasukan dari penjualan cendera mata klub. Hal utama yang dilakukan Persija untuk pembenahan itu adalah perbaikan strategi pemasaran secara digital.
”Kami juga menyediakan campuran produk. Jadi, tidak hanya menjual jersei. Dengan keinginan untuk memperluas jangkauan pasar, maka kami harus menyesuaikan produk untuk kebutuhan gaya hidup masyarakat umum yang bukan fans Persija,” kata Harlin.
Di luar jersei tanding dan latihan, Persija Store menyediakan berbagai perlengkapan, seperti topi, kaus, tas, dan kipas berlogo Persija. Berdasarkan data Juaraga, cendera mata Persija yang paling laris adalah jersei kandang, kaus, dan jaket.
Aset sejarah
Sebagai salah satu klub pendiri Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Persija memiliki tantangan lain, yaitu pengelolaan aset sejarah klub belum dilakukan dengan baik. Di kantor Persija yang berada di Kuningan, Jakarta Selatan, manajemen Macan Kemayoran kehilangan trofi juara era turnamen antarkota PSSI pada 1930-an serta Kejuaraan Nasional PSSI periode 1950-an.
Baca juga : Pasang Surut Pelayaran PSM Makassar
Sejumlah trofi yang masih dalam kondisi baik adalah trofi Liga 1 2018, trofi runner-up Copa Indonesia 2005, dua trofi tempat ketiga Copa Indonesia, serta beberapa trofi turnamen yang diikuti Persija pada dekade 1970-an.
Risdianto, legenda Persija yang bermain di era 1970-an, menyayangkan Macan Kemayoran kehilangan banyak aset bersejarah setelah penggusuran Stadion Menteng, Juli 2006. Meskipun telah terpencar dan dipegang individu tertentu, Risdianto yakin trofi penuh kenangan yang menjadi bukti kebesaran Persija dapat kembali ke tangan manajemen klub.
”Saya kira pengurus klub saat ini masih bisa menemukan trofi juara itu. Kalau dicari, trofi itu bisa ditemukan. Sayang kalau sejarah juara Persija tidak ada buktinya lagi,” kata Risdianto yang menyumbang dua trofi Kejurnas PSSI serta turnamen Hari Kemerdekaan Vietnam Selatan 1973.
Sementara itu, keinginan untuk mengumpulkan aset bersejarah telah dimiliki manajemen Persija. Perayaan 100 tahun kelahiran Persija, November 2028, akan menjadi stimulus untuk menghimpun kembali bukti sejarah klub.
Baca juga : Perjuangan Abadi Persebaya Surabaya
Wakil Presiden Persija Ganesha Putera mengungkapkan, Persija telah bersiap menyambut perayaan 100 tahun pada November 2028 mendatang. ”Lima tahun lagi kami 100 tahun, itu bukan waktu yang lama. Kami telah membentuk tim untuk mempersiapkan acara spesial itu agar masyarakat bisa merasakan sejarah besar yang dimiliki Persija,” kata Ganesha.
Nama besar dan fanatisme tinggi suporter membuktikan bukan jaminan Persija bisa mulus meraup keuntungan dari bisnis merchandise. Masih banyak hal yang perlu ditingkatkan Macan Kemayoran untuk menjadi klub profesional yang ideal.