Hidup atau Mati Tim Perancis
Perancis hanya punya dua pilihan di laga selanjutnya. Bangkit, lalu menang, atau kalah dan pulang lebih awal dari Piala Dunia FIBA 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Bagi tim sekelas Perancis, kalah 30 poin di laga pembuka Piala Dunia 2023 adalah hal memalukan. Rasanya seperti ditampar di depan banyak orang. Karena itu, Rudy Gobert dan rekan-rekan tidak mempunyai pilihan selain bangkit pada laga selanjutnya versus Latvia. Jika tidak mampu, Perancis harus bersiap pulang kampung lebih cepat.
Skuad Perancis, finalis EuroBasket 2022 dan Olimpiade Tokyo 2020, terpuruk setelah ditumbangkan Kanada, 65-95, pada laga pertama Grup H di Stadion Indonesia Arena, Jakarta, Jumat (25/8/2023). Kepala mereka tertunduk saat keluar lapangan sampai ruang ganti. Para penonton yang mengajak tos dari tepi tribune tak dihiraukan.
Guard veteran Perancis, Evan Fournier (30), sampai tidak mempunyai kata-kata bijak untuk menggambarkan kekalahan itu. Dia kecewa dengan diri sendiri dan rekan-rekannya karena menghilangkan momentum positif di awal turnamen. ”Kami dihajar habis-habisan (oleh Kanada),” ucap pemain dari klub NBA New York Knicks itu.
Baca juga: Rudy Gobert: Nantikan Versi Lebih Baik dari Saya
Perancis sudah dinanti tim Latvia dalam lanjutan Grup H pada Minggu (27/8/2023) pukul 20.30 WIB. Fournier dan rekan-rekan wajib menang. Jika kalah, peluang mereka lolos ke babak kedua nyaris tertutup. Latvia sudah mengantongi satu kemenangan atas Lebanon, 109-70. Adapun Kanada di atas kertas akan menang mudah atas Lebanon pada laga yang dilakukan lebih dulu, yaitu pukul 16.45.
Bagi Fournier, kekalahan itu memang memalukan. Namun, bukan tanpa alasan mereka berstatus tim unggulan. Tim asuhan pelatih Vincent Collet itu diisi para pemain veteran yang mampu mengatasi tekanan. Pemain seperti Fournier, Gobert, dan Nicolas Batum adalah sosok pembawa tim ke partai puncak di dua turnamen terakhir.
Di Eurobasket, Perancis juga memulai turnamen dengan kekalahan dari Jerman, 63-76. Namun, mereka lalu bangkit dan melaju mulus sampai final. ”Kami hanya harus bermain lebih baik, tidak kehilangan percaya diri, dan mengembalikan fokus. Kami tim hebat yang pernah merasakan sukses. Kami tahu apa yang harus dilakukan,” jelas Fournier.
Latvia, peringkat ke-29 dunia, bukan lawan sepadan Perancis dari sisi kualitas dan kedalaman tim. Apalagi, mereka harus tampil tanpa bintang utama Kristap Porzingis yang absen karena cedera kaki. Namun, jangan meremehkan euforia Latvia. Mereka membawa motivasi tertinggi setelah debut dan menang pertama kali di Piala Dunia, Jumat kemarin.
Baca juga: Kejutan Manis untuk Timnas Perancis
Kelebihan utama tim asuhan pelatih Luca Banchi itu ada di tribune penonton. Ribuan penonton datang langsung dari Latvia. Indonesia Arena seolah menjadi kandang mereka. Tidak ada tim peserta lain di Jakarta memiliki pendukung yang lebih ramai dan antusias daripada pendukung Latvia. ”Atmosfer penonton membuat pekerjaan kami lebih mudah, membuat saya merinding,” kata Banchi.
Pertarungan taktik antara Perancis dan Latvia akan sangat menarik. Kedua pelatih sudah bertemu dua kali dalam Liga Perancis musim lalu. Banchi adalah pelatih SIG Strasbourg, sedangkan Collet melatih Metropolitans 92. Kedudukan mereka seimbang, sekali menang dan kalah. Indonesia Arena akan menjadi saksi penentu siapa yang lebih unggul.
”Musim lalu, saya menyumbang satu suara untuk dia (Collet) dalam nominasi pelatih terbaik. Seperti itulah gambaran rasa hormat saya terhadapnya. Kunci dari keharmonisan tim Perancis ada di sang pelatih. Tidak adil jika laga ini dijadikan penentu rekor kami. Dia punya lebih banyak pemain, tetapi tentu kami akan mencobanya,” kata Banchi.
Kami dihajar habis-habisan.
Perancis akan menang jika mampu mengeksploitasi area dalam Latvia. Semestinya mereka bisa mengingat Latvia tidak memiliki pemain bertahan atletis seperti Kanada dengan Dillon Brooks dan Luguentz Dort. Gobert yang kurang berkontribusi di laga pertama bisa menjadi penentu dengan kepiawaiannya di area dalam.
Latvia berpeluang mengejutkan Perancis seandainya para penembak jitu mereka kembali tampil optimal. Melawan Lebanon, mereka mencatat 18 tembakan tiga angka dengan akurasi 51,4 persen. Efisiensi dari garis tiga angka itu sangat memukau. Penampilan duet kakak-beradik Bertans, Dairis, dan Davis juga patut diwaspadai.
Perancis dan Latvia tidak pernah bertemu dalam beberapa tahun terakhir. Latvia absen di Piala Dunia, EuroBasket, dan Olimpiade sebelumnya. Hal itu bisa menjadi keuntungan Bertans dan rekan-rekan. Mereka sangat mudah membaca kekuatan lawan, sedangkan kekuatan mereka akan sulit dibaca. Apalagi, permainan tim semakin kolektif tanpa Porzingis.
Di laga lain, Kanada akan kembali menunjukkan dominasi di Grup H. Mereka memang menang telak atas Perancis. Namun, tim yang dipimpin bintang NBA Shai Gilgeous-Alexander itu belum mengeluarkan kemampuan terbaik. Indikasinya adalah forward RJ Barrett hanya menyumbang 5 poin selama hampir 30 menit.
Barrett, pemain andalan klub NBA New York Knicks, hanya memasukkan satu dari 10 lemparan. Sisa poinnya berasal dari tembakan bebas. Padahal, dia adalah salah satu pencetak skor andalan Kanada. Dalam rangkaian uji coba sebelum Piala Dunia, dia selalu menyumbang dua digit angka. Barrett hanya butuh waktu untuk ”meledak”.
Baca juga: Tawa Kanada Membuka Piala Dunia FIBA 2023
”Kami telah memperlihatkan siapa kami sebenarnya. Namun, kemenangan itu hanyalah satu pertandingan. Kami harus fokus menatap laga selanjutnya. Saya kecewa dengan penampilan kemarin dari sisi individu. Namun, saya harus melupakan itu dan memberikan terbaik esok hari,” jelas Barrett.