Aturan FIBA Tertunduk di Hadapan Shai Gilgeous-Alexander
Di Indonesia Arena, peraturan FIBA yang berbeda dengan peraturan NBA seperti tertunduk dan mempersilakan ”guard” tim Kanada, Shai Gilgeous-Alexander, untuk mendominasi permainan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Banyak megabintang NBA berkata, permainan di laga FIBA jauh lebih sulit karena berbeda peraturan. Mulai dari Giannis Antetokounmpo, Luka Doncic, hingga Nikola Jokic merasakan pengalaman yang sama. Mereka begitu menikmati dominasi di NBA, tetapi tidak terlalu nyaman di FIBA.
Namun, kesulitan tidak berlaku bagi guard Kanada, Shai Gilgeous-Alexander. Dia mematahkan teori itu di hadapan belasan ribu penonton dalam Stadion Indonesia Arena, Jakarta, pada Jumat (25/8/2023). Shai mencetak 27 poin, 13 rebound, dan 6 asis dalam debutnya di Piala Dunia FIBA 2023 versus tim raksasa Perancis.
Sebagai konteks, Shai hanyalah bocah baru di pertandingan FIBA. Dia memang sudah lima musim bermain di NBA, termasuk terpilih sebagai 5 pemain terbaik musim reguler 2022-2023. Namun, sebelum laga kemarin, dia baru pernah sekali membela Kanada di babak kualifikasi Piala Dunia zona Amerika, tahun lalu.
Sumbangan nyaris triple-double pemain Oklahoma City Thunder itu dihasilkan hanya dengan penampilan kurang dari 28 menit. Magisnya selalu terlihat nyaris di setiap menit. Padahal, lawannya adalah Perancis. Tim unggulan ke-3 di turnamen kali ini yang berstatus finalis EuroBasket 2022 dan Olimpiade Tokyo 2020.
Bintang veteran Perancis, Evan Fournier, mengakui, serangan Kanada yang dipimpin Shai adalah penyebab kekalahan sampai 30 poin. ”Pertahanan kami solid. Tetapi mereka memaksa kami melakukan yang tidak ingin dilakukan. Bokong kami ditendang oleh mereka,” ujar pemain NBA dari klub New York Knicks itu.
Salah satu perbedaan aturan paling berpengaruh adalah defensive three seconds yang melarang pemain berada di area dekat keranjang sendiri selama lebih dari tiga detik. Hal itu dilarang di NBA, tetapi boleh di FIBA. Artinya, para pemain bertahan bisa menumpuk di area dalam tanpa khawatir tiupan wasit.
Pemain yang terbiasa di NBA pun akan kesulitan menari-nari di area dalam karena ruang terbatas. Belum lagi lapangan FIBA juga lebih kecil dibandingkan NBA. Hal tersebut berpotensi merugikan pemain-pemain yang bisa memanen poin dari area dalam, seperti Shai.
Shai adalah sasaran utama dari perbedaan peraturan itu. Dia tercatat sebagai pendulang poin ketiga terbanyak dari area berwarna atau paint area yang dekat dengan keranjang di NBA musim lalu. Semestinya dengan fakta itu, pemain setinggi 1,98 meter itu akan kesulitan.
Namun, Shai justru berjaya di benteng pertahanan Perancis. Dia belum menemukan ritme di paruh pertama, sempat hanya memasukkan 1 dari 6 tembakan. Semua berubah setelah jeda. Total, dia memasukkan 10 poin dari paint area. Jebakan Perancis yang dipimpin peraih 3 kali Defensive of The Year NBA, Rudy Gobert, lebih sering gagal.
”Tidak ada perubahan (di paruh kedua). Inilah pertandingan, pasti akan ada tembakan yang tidak masuk. Anda hanya perlu tetap menembak dari posisi paling nyaman. Itu yang disampaikan oleh rekan-rekan dan pelatih saya. Saya melakukannya,” tutur Shai yang masuk All-NBA 1st Team musim lalu.
Sedikit berbeda, tetapi pada akhirnya itu sama-sama bola basket.
Menurut Shai, adaptasinya sangat baik karena sudah bermain dengan peraturan FIBA selama beberapa bulan terakhir. Termasuk dalam rangkaian uji coba tim Kanada sebelum berangkat ke Jakarta. ”Sedikit berbeda, tetapi pada akhirnya itu sama-sama bola basket,” ucapnya.
Mengapa adaptasi Shai bisa sangat cepat? Jawabannya mungkin ada di kecepatan dan kelincahan sang pemain. Jika dilihat, para pemain yang kesulitan di peraturan FIBA lebih mengandalkan teknik dan kekuatan dibandingkan kecepatan. Giannis, Jokic, dan Doncic, misalnya, mereka tidak secepat Shai.
Shai berkali-kali menunjukkan betapa cepat pergerakannya di Indonesia Arena. Hanya dengan gerakan kaki kecil pura-pura melangkah, pemain lawan sudah terkecoh dan ketinggalan langkah. Dengan kecepatan itu, dia bisa menciptakan ruang sendiri alih-alih memaksakan bertarung di ruang sempit area dalam.
Di sisi lain, pertahanan kokoh Kanada turut berpengaruh terhadap dominasi Shai. Perancis sempat hanya mencetak 4 poin sepanjang 9 menit kuarter ketiga. Di momen itu, Shai mengambil alih. Semua lebih mudah karena Kanada mendapatkan banyak situasi transisi saat pertahanan Perancis belum siap.
Pelatih Kepala Kanada Jordi Fernandez berpendapat serupa. ”Pertahanan yang membuat kami bisa terus hidup di pertandingan ini, terutama di paruh kedua. Kami bisa bertahan dengan baik, lalu mencetak angka. Shai berusaha keras, dan setelah itu permainan terbuka untuk kami,” katanya.
Kemenangan telak Kanada mengubah total peta persaingan Piala Dunia. Tim peringkat ke-15 dunia itu memperlihatkan kesiapan sebagai calon juara. Dengan tujuh pemain NBA, mereka tidak takut dengan laga FIBA. ”Kami hanya akan bertambah baik setelah ini. Hanya langit batasannya,” ujar Shai.