Apresiasi Kontingen Indonesia, DPR Minta Olahraga Pendidikan Lebih Diperhatikan
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengapresiasi perjuangan dan capaian atlet-mahasiswa Indonesia di Universiade Chengdu, meskipun dengan berbagai keterbatasan. Total empat medali emas dan tiga perak diraih.
Oleh
Insan Alfajri dari Chengdu, China
·3 menit baca
CHENGDU, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat mengapresiasi capaian kontingen Indonesia di pekan olahraga mahasiswa sedunia atau Universiade Chengdu. Wakil Indonesia dinilai bisa mengharumkan nama bangsa di tengah keterbatasan dan belum optimalnya ekosistem olahraga pendidikan.
Universiade 2021 di Chengdu, China, yang dibuka Jumat (28/7/2023) lalu, akan ditutup pada Selasa (8/8/2023). Indonesia mengirim 51 atlet, 19 pelatih, dan 7 ofisial. Atlet mahasiswa Indonesia mengikuti 8 dari 18 cabang olahraga yang dipertandingkan, yakni wushu, taekwondo, judo, atletik, renang, bulu tangkis, rowing, dan tenis.
Lumbung medali Indonesia berasal dari tim wushu. Medali emas diraih Nandhira Mauriskha (dua emas), Tharisa Dea Florentina (satu emas), dan Laksmana Pandu Pratama (satu emas). Sementara medali perak didapat Edgar Xavier Marvelo (dua perak) dan Bintang R Nada Guitara (satu perak).
”Saya ucapkan selamat untuk kontingen Indonesia. Di tengah berbagai keterbatasan, teman-teman tetap bersemangat dan bisa berprestasi,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dihubungi dari China, Senin.
Keterbatasan Indonesia di Universiade ini tergambar dari minimnya jumlah atlet. Selain peluang medali yang jadi lebih kecil karena tidak mengikuti semua cabang olahraga, tenaga sejumlah atlet juga terkuras karena harus bermain di banyak nomor.
Pebulu tangkis, M Juan Elgiffani, misalnya, harus melakoni empat laga dalam sehari. Begitu juga pelari jarak jauh, Robi Syianturi, yang turun di nomor 10.000 meter dan 5.000 meter dengan jeda istirahat beberapa hari saja.
Ketimpangan jumlah atlet ini juga terasa saat Indonesia mengikuti pembukaan ajang kelas dunia itu. India, AS, Brasil, Korea, Jepang, dan sejumlah negara lain, membawa rombongan besar. Negara-negara dengan rombongan besar itu memenuhi tribune atlet.
Syaiful mengakui, Indonesia masih belum maksimal dalam membina talenta olahraga pendidikan, meskipun sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Mereka menyemangati wakil negaranya yang berlomba. Sementara bagi atlet mahasiswa Indonesia, penonton setia hanya beberapa ofisial dan sejumlah atlet yang jumlahnya dapat dihitung jari.
Syaiful mengakui, Indonesia masih belum maksimal dalam membina talenta olahraga pendidikan, meskipun sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Untuk itu, dia meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengalokasikan anggaran lebih banyak untuk pembinaan atlet di setiap satuan pendidikan.
Selain itu, atlet-atlet pelajar atau mahasiswa Indonesia perlu lebih banyak diturunkan dalam ajang olahraga internasional, seperti Universiade, untuk menambah pengalaman. ”Manajemen talenta olahraga sejak dini lebih penting dibanding sibuk mengurusi yang sudah di level tengah,” ujar Syaiful.
Kemendikbudristek juga diminta menggandeng Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk menyediakan beasiswa berbasis prestasi olahraga. ”Bayangkan kalau Indonesia bisa menyediakan kuota 2.000 beasiswa khusus dengan basis prestasi olahraga. Saya yakin, dalam waktu singkat, kita sudah bisa melihat hasilnya,” ungkap Syaiful kemudian.
Terkait hal itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam menyebut kementeriannya membentuk Pusat Prestasi Nasional. Tugasnya mencari dan membina prestasi dari berbagai bidang, termasuk olahraga. Lembaga ini sudah terjalin dengan LPDP.
”Selain itu, kampus yang memiliki program keolahragaan juga kami dorong untuk mencari dan membina atlet-atlet berbakat. Mereka juga kami minta mengembangkan sport science dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membina pengembangan olahraga,” ujar Nizam.
Terkait anggaran pembinaan atlet pelajar atau mahasiswa, menurut Nizam, hal itu tidak bisa hanya dibebankan ke Kemendikbudristek. Ia beralasan anggaran pendidikan yang dikelola pihaknya sangat kecil. Porsi anggaran pendidikan terbesar, ada di daerah. ”Makanya, harus bergotong royong,” ujarnya.