Kejuaraan Dunia di Denmark, 21-27 Agustus, menjadi ajang besar terdekat yang menjadi incaran pebulu tangkis di seluruh dunia. Namun, hasil atlet Indonesia dalam turnamen dua bulan terakhir cukup mengkhawatirkan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Pebulu tangkis Indonesia tak mendapat gelar juara dari tiga turnamen BWF World Tour dalam tiga pekan terakhir. Ini menjadi tanda bahaya bagi skuad ”Merah Putih” pada ajang prestisius terdekat, yaitu Kejuaraan Dunia di Denmark, 21-27 Agustus.
Ajang itu adalah salah satu kejuaraan kategori teratas dalam struktur turnamen BWF, setara dengan Olimpiade, Piala Thomas dan Uber, serta Piala Sudirman. Pebulu tangkis di seluruh dunia menantikan Kejuaraan Dunia, baik dengan target menjadi juara dunia maupun hanya mencari pengalaman bagi peserta yang bukan berasal dari negara dengan tradisi bulu tangkis kuat.
Termasuk di antara mereka yang akan bersaing dengan pemain-pemain top dunia adalah atlet-atlet Indonesia, seperti Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, dan Gregoria Mariska Tunjung. Pada nomor ganda, pemain yang diandalkan, di antaranya, adalah Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari.
Namun, performa mereka dalam tiga kejuaraan pada tiga pekan terakhir pantas membuat penggemar bulu tangkis Indonesia khawatir. Tak ada gelar juara diraih skuad Indonesia, termasuk dari Australia Terbuka yang berlangsung di Sydney Olympic Park, 1-6 Agustus. Ini menjadi turnamen BWF World Tour terakhir sebelum Kejuaraan Dunia.
Di Australia Terbuka, bahkan, tak ada atlet Indonesia yang mampu melewati perempat final pada Jumat (4/8/2023). Empat wakil Indonesia kalah, termasuk Fajar/Rian dan Anthony yang menjadi unggulan teratas ganda dan tunggal putra. Fajar/Rian kalah dari Kang Min-hyuk/Seo Seung-jae (Korea Selatan) dengan skor 16-21, 21-15, 14-21, sementara Anthony disingkirkan pemain India, Prannoy HS, 21-16, 17-21, 14-21.
Kekalahan, juga, dialami Rinov/Pitha dari ganda campuran China yang mendapat promosi dari babak kualifikasi, Cheng Xing/Chen Fang Hui. Adapun salah satu ganda putra pelapis, Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan, tak bisa mengimbangi kecepatan salah satu pasangan top dunia, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi (Jepang).
Fajar/Rian, bahkan, mengakui, performa mereka menurun dibandingkan saat tampil di Korea dan Jepang Terbuka, dua pekan sebelum bersaing di Australia. Di Korea Terbuka, ganda putra ranking teratas dunia itu mencapai final, sementara di Jepang kalah pada semifinal.
Tentu saya kecewa dengan kekalahan ini karena tidak sesuai yang diharapkan. Tetapi, kami tidak mau terus terbebani dengan kondisi ini. Kami harus segera berpikir ke depan dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk Kejuaraan Dunia.
”Tentu saya kecewa dengan kekalahan ini karena tidak sesuai yang diharapkan. Tetapi, kami tidak mau terus terbebani dengan kondisi ini. Kami harus segera berpikir ke depan dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk Kejuaraan Dunia,” ujar Fajar.
Performa Anthony, juga, jauh dari harapan. Setelah menjuarai Singapura Terbuka dan menembus final Indonesia Terbuka, dia tersingkir pada babak pertama di Jepang dan perempat final di Australia.
Penampilannya tak konsisten seperti yang diperlihatkan saat berhadapan dengan Prannoy. Anthony mengendalikan permainan dengan pergerakan cepat pada gim pertama, tetapi itu tak dapat dipertahankan pada dua gim berikutnya. Pada gim kedua, peraih medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020 itu membuat banyak kesalahan hingga kepercayaan diri Prannoy mulai tumbuh.
”Kunci kemenangan lawan pada gim ketiga adalah bisa memegang kendali permainan sejak awal. Saat memimpin, dia pun lebih cepat dalam menerapkan perubahan pola,” kata Anthony.
Jonatan, yang naik ke peringkat kelima dari kesembilan dunia setelah menjadi finalis Jepang Terbuka, tersingkir pada babak kedua di Australia. Saat menang dari Kento Momota dan kalah dari Ng Tze Yong, Jonatan memiliki masalah serupa, yaitu kehilangan gim pertama setelah mendapat game point.
Pelatih tunggal putra Irwansyah berpendapat, itu terjadi karena Jonatan mengubah cara main pada poin-poin akhir. ”Padahal, dia sudah mendapat banyak poin dari cara main yang diterapkan. Namun, ketika tinggal membutuhkan satu poin lagi untuk menang, dia mengubah pola main yang seharusnya tidak dilakukan. Ini menjadi catatan bagi Jonatan dan saya sebelum Kejuaraan Dunia,” kata Irwansyah.
Di saat performa tim bulu tangkis Indonesia makin menurun sejak awal tahun, pemain-pemain Jepang dan Korea Selatan bisa mempertahankan performa mereka. China, bahkan, sudah memiliki bintang-bintang muda yang berdiri di podium juara turnamen BWF World Tour.
Dari 18 turnamen Super 1000, 750, 500, dan 300 yang telah selesai, China meraih 22 gelar juara dari lima nomor. Ini berbeda jauh dengan Indonesia yang hanya mendapat delapan gelar hanya dari tiga nomor, yaitu tunggal putra, tunggal putri, dan ganda putra.
Meski hasil laga ditentukan oleh performa pemain yang lebih saat di lapangan, statistik itu tak bisa dikesampingkan. Melalui Fajar/Rian, Indonesia menggebrak persaingan ganda putra level elite ketika mereka menjuarai Malaysia Terbuka dan All England Super 1000.
Apriyani/Fadia, yang tampil baik pada 2022, saat ini dalam upaya untuk bangkit karena permainan mereka sudah bisa dibaca oleh lawan. Ini membuat hasil yang mereka peroleh pada tahun ini tak konsisten.
Setelah mencapai semifinal Malaysia Terbuka Super 1000 pada awal tahun, hasil terbaik mereka pada turnamen level tinggi adalah perempat final All England dan Indonesia Terbuka. Namun, setelah Anthony menjadi juara Singapura Terbuka Super 750 pada 6-11 Juni, tak ada pemain Indonesia yang menjuarai turnamen Super 500 ke atas.
Pada nomor ganda campuran, potensi yang diperlihatkan pasangan utama pelatnas Rinov/Pitha dan Rehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati, menjelang akhir 2022 tak bisa ditingkatkan oleh duo pelatih Amon Sunaryo dan Djoko Mardijanto.
Rinov/Pitha tujuh kali tersingkir pada babak pertama atau kedua dari 11 turnamen pada 2023, adapun Rehan/Lisa kalah sepuluh kali pada dua babak awal dari 13 turnamen. Padahal, Rehan/Lisa tampil baik pada sepanjang All England hingga bisa menembus semifinal. PP PBSI punya tanggung jawab untuk tak menyia-nyiakan potensi mereka, apalagi ganda campuran Indonesia memiliki rekam jejak menjadi juara dunia dan Olimpiade.