Semifinal ideal IBL tercipta bukan hanya karena performa tim di atas lapangan. Konstelasi itu sudah tercipta sejak di luar lapangan, bahkan sebelum musim ini dimulai.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Mungil, tetapi berbahaya. Itulah Agam Subastian (26), point guard andalan Bumi Borneo Pontianak. Bertubuh setinggi hanya 1,65 meter, dia menari-nari di area pertahanan Prawira Harum Bandung sepanjang seri perempat final Liga Bola Basket Indonesia atau IBL 2023.
Agam tampil spesial dalam debutnya di playoff IBL. Dia tampak begitu kecil di antara tumpukan para pemain Prawira. Namun, kecepatan dan kekuatan otot membuatnya begitu sulit ”ditangkap”. Lampu sorot yang semula mengarah ke guard tim nasional Prawira, Yudha Saputera, lalu terfokus ke dirinya.
Agam mencetak 19 poin pada gim kedua di markas lawan, Arena C-Tra, Bandung, Sabtu (8/7/2023). Dua hari sebelumnya, di gim pertama, dia meraup 22 poin. Bersama Agam, Borneo (tim unggulan terbawah) nyaris saja mengalahkan Prawira (unggulan pertama).
Namun, Pelatih Prawira David Singleton menepati ikhtiarnya bahwa timnya tidak akan lagi kecolongan. Sempat tertekan, Prawira akhirnya selalu bisa menutup laga dengan kuat dan menyapu bersih seri itu dengan kemenangan 2-0 (79-78 dan 85-73).
Rimbun Sidauruk, asisten pelatih Borneo, berkata, jarak kualitas timnya dengan Prawira terlampau jauh. Borneo tidak cukup mengandalkan kejutan dari Agam untuk menang. ”Kalau hanya dua (pemain) asing mereka yang main bagus, kami mungkin masih bisa bersaing. Namun, lima pemain mereka, termasuk lokal, bisa stepped-up (meningkat). Sulit untuk kami,” ujarnya.
Situasi hampir menang juga dialami banyak ”kuda hitam” lainnya. Bali United (unggulan ketujuh) unggul dalam kuarter terakhir gim kedua atas tim juara bertahan, Satria Muda Pertamina Jakarta (2), sebelum tumbang. Harapan ”palsu” juga dirasakan Bima Perkasa Jogja (6) saat bertemu Pelita Jaya Bakrie Jakarta (3).
Dalam tiga seri berbeda itu, tim-tim unggulan menang mutlak, 2-0. Padahal, laga berlangsung sangat kompetitif. Hanya Dewa United Banten (4) yang perlu tiga gim untuk menaklukkan RANS PIK (5). Kebetulan, kedua tim tersebut hanya terpisah satu peringkat di musim reguler.
Semifinal ideal
Semifinal ideal pun tercipta musim ini. Empat tim penghuni papan atas di musim reguler lolos ke babak selanjutnya. Tiga tim di antaranya, yaitu PJ, SM, dan Prawira, mencatat rekor kemenangan serupa (27 menang, 3 kalah). Hanya Dewa yang terpisah sendirian dengan rekor 20-10.
Menurut Djordje Jovicic, pelatih asing Pelita Jaya, seluruh tim di babak empat besar punya kemampuan nyaris sama. Mereka menciptakan ”pulau” sendiri. Level mereka seolah terpisah dari tim-tim lainnya. Dewa seharusnya bisa memiliki rekor lebih baik, tetapi terganggu akibat pergantian pelatih dan pemain asing di tengah musim.
”Persaingan musim ini sangat kompetitif, termasuk tim-tim seperti Bima dan Borneo. Sulit mengalahkan mereka, tetapi persaingan sebenarnya itu adalah di antara empat tim teratas. Kami saling mengalahkan. Hanya perbedaan tipis di lapangan yang akan menentukan pemenang di antara kami,” ujar Djordje.
Cerminan dominasi barisan semifinalis tidak hanya di klasemen musim reguler. Dominasi mereka berasal dari faktor kesiapan sejak sebelum musim dimulai, bahkan beberapa musim terdahulu. Mereka menyiapkan dan mengeksekusi rencana untuk menjadi juara.
Keseriusan tampak dari perekrutan tim pelatih. Dari tim empat besar, hanya SM yang menggunakan pelatih lokal, yaitu Youbel Sondakh. Tiga tim lainnya menggunakan pelatih asing. Pelatih-pelatih itu membawa segudang pengalaman dari kariernya di luar negeri.
Prawira, misalnya, memakai jasa Singleton, pelatih asal Amerika Serikat yang berpengalaman di Liga Kanada dan Vietnam. Sejak kedatangan peraih tiga kali Coach of The Year IBL itu pada pertengahan 2021, Prawira lolos ke semifinal dua musim terakhir setelah sempat absen sejak 2015 atau pergantian operator liga.
SM pantas menjadi juara bertahan karena paling serius. Terlihat dari infrastruktur. Mereka punya kandang (Arena BritAma) sebagus ini. Semua klub harus punya standar seperti itu jika ingin berprestasi.
PJ dan Dewa terbilang baru dalam menggunakan pelatih asing. Baru musim ini PJ dipimpin Jovicic yang merupakan mantan asisten pelatih tim nasional basket U-20 Serbia. Adapun Dewa baru menunjuk mantan asisten pelatih timnas Argentina, Maxi Seigorman, menjelang playoff musim lalu.
Seigorman mengundurkan diri pada jeda musim IBL, April lalu. Namun, dia menunjuk sendiri penggantinya yang sama-sama berasal dari Argentina, yaitu Santiago Rimoldi. Dengan meneruskan warisan sistem Seigorman, Rimoldi tak butuh waktu lama beradaptasi.
Sementara SM tak punya pelatih asing. Namun, mereka punya Youbel yang telah dua kali menjadi juara liga. Kapasitasnya tak perlu diragukan. Dia juga dibantu pemain veteran, seperti Hardianus Lakudu dan Arki Wisnu, yang sudah seperti asisten pelatih di dalam dan luar lapangan.
Tim-tim empat besar itu punya skuad matang yang diisi barisan pemain timnas Indonesia. Seluruh pemain timnas dalam dua turnamen terakhir, Piala Asia FIBA dan SEA Games Kamboja 2023, berasal dari keempat klub itu.
Di sisi lain, manajemen yang baik turut membantu prestasi. Para semifinalis itu tidak tersentuh isu kesejahteraan pemain yang sempat ramai di IBL. Sebanyak tiga klub terlambat membayar gaji para pemain dan pelatih, salah satunya adalah peserta playoff.
Pelatih Bali Anthony Garbelotto menekankan pentingnya infrastruktur. ”SM pantas menjadi juara bertahan karena paling serius. Terlihat dari infrastruktur. Mereka punya kandang (Arena BritAma) sebagus ini. Semua klub harus punya standar seperti itu jika ingin berprestasi,” tuturnya.
Pada akhirnya, jembatan yang memisahkan klub-klub papan atas ini dengan yang lainnya terlihat jelas. Para ”kuda hitam” pun bak mengalami fatamorgana untuk menggapai mereka.