Persebaya Surabaya telah menjadi klub dengan strategi bisnis yang mapan untuk menopang finansial klub. Setelah memiliki sejumlah toko resmi, ”Bajul Ijo” berencana membangun museum.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
”Maaf mas, jersei itu tinggal ukuran jumbo,” kata seorang pramuniaga di AZAWEAR Store yang berada di Surabaya Town Square, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (23/6/2023). Ketika itu, Kompas tertarik dengan jersei Persebaya Surabaya edisi khusus 96 tahun yang dirilis demi menyambut perayaan kelahiran klub di tahun ini. Sayang, ukuran yang tersisa hanya 4XL.
AZAWEAR Store adalah salah satu dari empat toko cendera mata resmi klub berjuluk ”Bajul Ijo” itu yang berada di wilayah Surabaya dan Sidoarjo. Tiga toko lainnya ialah Persebaya Store Komplek dan Persebaya Store Nginden Semolo di Surabaya serta satu toko Persebaya Store Sidoarjo.
Pandemi Covid-19 menyebabkan kuantitas toko resmi klub yang berdiri pada 1927 itu menyusut drastis. Pada periode 2017 hingga awal 2020, Persebaya telah memiliki 14 toko resmi yang menyebar di Surabaya dan beberapa wilayah Jawa Timur.
Demi menyiasati jumlah toko resmi menyusut, Persebaya menggandeng empat toko sebagai mitra penjual kembali atau reseller yang berada di Surabaya dan Madiun. Selain itu, Persebaya Store juga memiliki toko daring yang dikelola sendiri melalui aplikasi perdagangan elektronik. Hal itu dilakukan manajemen Persebaya untuk menjangkau Bonek, kelompok pendukung Persebaya, di mana pun berada.
”Awal mengelola Persebaya Store, kami terkejut karena animo besar Bonek dan Bonita (sebutan Bonek putri) karena kami sering kehabisan barang di toko dan di gudang. Kini, kami telah mempelajari keinginan pasar sehingga bisa memperkirakan kuantitas produk yang dijual, tetapi itu pun masih sering kehabisan karena permintaan besar,” ujar Manajer Persebaya Store Arif Rahman Hakim.
Selain tempat menjual produk, Persebaya Store juga digunakan manajemen tim untuk membantu usaha kecil yang dijalankan beberapa pendukung. Hal itu dilakukan dengan menyediakan beberapa kios yang bisa disewa masyarakat umum, terutama Bonek, di Persebaya Store Komplek.
Pionir
Persebaya adalah salah satu pionir bagi tim profesional di Indonesia yang memproduksi secara mandiri jersei tanding serta tradisi klub membuka toko resmi penjualan. Ketika masih berlaga di Liga 2 2017, Persebaya mengenakan jersei buatan sendiri yang dalam tiga musim terakhir telah diberi jenama ”AZA”.
Saat itu, hanya dua klub yang tampil di Liga 1, Bali United dan PS TIRA, yang tidak menggandeng perusahaan apparel untuk merancang serta merilis seragam tempur di lapangan hijau. Dua klub itu kini sudah tidak memproduksi jersei sendiri, tetapi Persebaya tetap setia dengan membuat kostum mandiri.
Persebaya dan AZA kini adalah dua perusahaan berbeda yang berada dalam satu kendali dari Azrul Ananda, Presiden Persebaya. Skema bisnis Persebaya untuk membentuk jenama apparel sendiri kemudian diikuti oleh sejumlah klub, seperti Borneo FC (Etams), PSM Makassar (Rewako), Barito Putera (H), dan Arema (SEA).
”Pengalaman kami mengelola toko resmi DBL (kompetisi basket pelajar) membantu kami yakin bisa mengelola toko cendera mata sendiri untuk Persebaya. Kini, lini merchandising telah memberikan pendapatan utama bagi klub bersama tiket pertandingan dan sponsor,” ucap Hakim.
Tidak hanya jersei, Persebaya Store juga memproduksi berbagai atribut, seperti kaus, kemeja, topi, gelang, hingga lanyard. Produksi Persebaya Store pun tidak pernah berhenti karena mereka selalu mengeluarkan produk-produk menyambut momen tertentu, seperti bulan Ramadhan dan Hari Ulang Tahun Kota Surabaya. Selain tentunya, Persebaya juga yang memulai tradisi merilis dan menjual jersei pramusim dan latihan.
Tak ayal, jersei dan kaos dengan menyematkan logo dan pesan tentang Persebaya mudah ditemukan di sudut-sudut Surabaya hingga kota penyangga, seperti Sidoarjo dan Gresik.
”Kami ingin selalu menjadi trendsetter di Surabaya dan Indonesia, agar jenama Persebaya melampaui sepak bola sehingga menjadi bagian gaya hidup sehari-hari masyarakat. Lewat Persebaya Store, kami juga ingin membantu perputaran ekonomi di Surabaya dan nasional,” tutur Hakim.
Mimpi museum
Nama besar Persebaya juga ingin dikelola secara maksimal dengan membangun museum klub. Di salah satu ruangan di kantor klub, manajemen PT Persebaya Indonesia menyimpan ratusan trofi sejak era Hindia Belanda hingga trofi yang diraih tim Persebaya junior di kompetisi Piala Suratin.
Awal mengelola Persebaya Store, kami terkejut karena animo besar Bonek dan Bonita karena kami sering kehabisan barang di toko dan di gudang. Kini, kami telah mempelajari keinginan pasar sehingga bisa memperkirakan kuantitas produk yang dijual.
Debu yang pekat menempel di trofi-trofi yang dipajang di lemari empat tingkat tak bisa dihindari. Pasalnya, Persebaya masih menyusun rencana mencari ahli untuk membersihkan karat yang menyelimuti piala-piala tua itu serta kurator yang bisa menemukan data mengenai turnamen dari trofi yang tersimpan.
Trofi tertua di ruangan itu yang bisa Kompas temukan adalah piala juara turnamen antarkota atau Stedenwedstrijden edisi 1949. Lalu, ada pula bukti pertandingan internasional yang pernah dijalani ”Bajul Ijo”, yaitu trofi runner-up turnamen Piala Emas Aga Khan tahun 1970 di Dhaka, Bangladesh, serta plakat dari duel Persebaya dan Stoke City, tim asal Inggris, di Stadion Gelora 10 November, Surabaya, 28 Juni 1976.
Namun, Kompas tidak menemukan trofi juara Persebaya, yang masih menggunakan nama Persibaja, pada dua edisi awal Kejuaraan Nasional PSSI tahun 1951 dan 1952. Direktur Media Persebaya Nanang Priyanto pun tidak tahu di mana trofi bersejarah itu. Piala-piala itu dulunya tersimpan di Wisma Persebaya yang berada di Lapangan Karanggayam.
Salah satu koleksi berharga di ruangan trofi itu ialah jersei milik legenda Persebaya, Eri Irianto, yang wafat seusai laga Bajul Ijo lawan PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora 10 November, 3 April 2000.
”Membuat museum adalah hal yang telah kami rencanakan. Ruangan pun sudah siap, tetapi kami perlu melakukan kurasi piala-piala yang ada agar bisa melengkapi trofi itu dengan narasi tentang sejarah klub,” ucap Nanang.
Di luar mimpi untuk menjadi tim yang memiliki museum klub pertama di Tanah Air, Persebaya telah menjajaki kerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya untuk membuat tur stadion di Stadion Gelora Bung Tomo.
Trofi-trofi bergengsi milik Persebaya di era Liga Indonesia, seperti piala juara musim 1996-1997 dan 2004, bisa dipamerkan di kandang klub itu. Alhasil, Bonek dan fans sepak bola di luar Jawa Timur memiliki destinasi wisata olahraga yang bisa menjadi sumber pendapatan klub dan pemerintah daerah.
”Sejarah klub yang sangat panjang menarik kami kelola dengan maksimal. Dalam waktu dekat, kami akan mengeksekusi rencana tur stadion itu di Gelora Bung Tomo,” kata Nanang.
Kekayaan sejarah amat besar potensinya untuk sumber pemasukan klub. Hal serupa telah lebih dahulu dilakukan klub-klub Eropa yang memahami sejarah adalah produk komersial.