Persib dan PSSI Mengelola Cinta Menjadi Sumber Daya Sepak Bola
Persib Bandung memupuk dan mengelola kecintaan serta loyalitas ”bobotoh” sehingga terus tumbuh dan akhirnya menopang kemandirian klub. Langkah ini coba diikuti PSSI lewat PT GSI.
Penggemar sebagai pemain ke-12 tidak hanya memiliki andil besar dalam upaya sebuah tim sepak bola menggapai kemenangan di lapangan, tetapi juga dalam ikhtiar meraih kemandirian secara finansial. Persib Bandung tahu betul itu. Cinta dari bobotoh—sebutan untuk penggemar Persib—mereka jaga, pupuk, dan kelola hingga akhirnya terus hidup dan menghidupi klub.
”Bagi warga Jawa Barat, untuk menjadi seorang bobotoh, kamu hanya perlu lahir,” kata komedian, aktor, dan pembawa acara Ronal Surapradja, Kamis (22/6/2023).
Sore itu, Ronal menyempatkan diri hadir ke acara ”Ngariung Bareng Persib” yang diselenggarakan klub tersebut di sebuah kafe di Jakarta. Ronal, yang merupakan kelahiran Bandung, percaya bahwa kecintaan pada Persib merupakan suatu keniscayaan bagi warga Jawa Barat. Ia berkaca kepada dirinya sendiri, yang sejak kecil melekat dengan Persib. Dulu, bersama sang bapak, ia selalu menonton langsung laga klub berjulukan ”Maung Bandung” itu di Stadion Siliwangi.
Kecintaan terhadap Persib terus tumbuh seiring perkembangan usia. Kini, kendati tak lagi tinggal di Bandung, ia kerap menyempatkan diri menyaksikan laga Persib di televisi. Sang bapak, kata Ronal, bahkan masih selalu mengingatkannya jika Persib akan bertanding. Ronal yakin banyak orang memiliki cerita serupa, apalagi warga Jawa Barat.
Baca juga: Sudah Turun-temurun, ”Persib nu Aing”
Keyakinan Ronal masuk akal. Data Planet Persib Survey 2022 bersama McKinsey and Company menunjukkan, 64 persen dari 25 juta penggemar Persib terkonsentrasi di Jawa Barat. Persib, yang memang lahir dari ”Tanah Pasundan”, menciptakan ikatan kuat dengan warganya. Ikatan itu telah menjadi kultur identitas bagi warga sekitar, yang diwariskan sejak klub tersebut lahir pada 1933.
Penggemar Persib juga tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari data yang sama, fans Persib di DKI Jakarta terhitung 7,5 persen; Jawa Tengah (4,5 persen); Jawa Timur (3,2 persen); dan daerah lain di Indonesia serta negara-negara di Asia Tenggara dan Timur Tengah (20 persen).
Di antara mereka, kecintaan terhadap Persib mewujud dalam beragam bentuk. Rendi, misalnya, menjadi salah satu fan yang menunjukkannya dengan menyampaikan aspirasi dan kekhawatirannya soal klub. Datang dari Jakarta, Rendi sengaja mengikuti acara ”Mapag Liga 1 Ngariung Ngobrolkeun Persib” bersama ratusan bobotoh lain di Arena C-Tra, Kota Bandung, Minggu (28/5/2023).
Rendi khawatir pemasukan Persib dari penjualan tiket akan berkurang lantaran stadion tidak terisi penuh pada beberapa pertandingan musim lalu. ”Nah, bagaimana finansial Persib untuk musim depan? Apakah bisa dijamin sekarang sokongan dari sponsor masih kuat?” kata Rendi dalam acara yang ditayangkan di Youtube Persib.
Direktur Komersial Persib Gabriela Witdarmono memastikan kondisi finansial Persib masih aman untuk mengarungi Liga 1 Indonesia musim 2023-2024. Penjualan tiket memang menjadi salah satu sumber pemasukan klub. Namun, kata Gabriela, pemasukan mayoritas Persib berasal dari sponsor. Untuk musim depan, sedikitnya ada tujuh sponsor yang akan mendukung Persib.
Papan iklan berjalan
Sejak keluar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 yang melarang klub-klub sepak bola Indonesia menggunakan dana hibah APBD untuk mendanai kegiatan operasional, klub-klub seperti Persib memang mencari sumber pendanaan dari pihak swasta melalui berbagai kerja sama dan sponsorship. Dalam perjalanannya, Persib terbilang sukses menggaet banyak sponsor.
Pada 2019, misalnya, pemain Persib sempat disebut sebagai ”papan iklan berjalan” lantaran jersei mereka dipenuhi logo sponsor. Untuk bagian depan saja, jumlah sponsor yang menempel di jersei Persib ada sembilan. Belum ditambah logo di lengan, pundak, dan bagian belakang jersei.
Pada tahun itu, Persib kebanjiran dukungan hingga 18 sponsor. Angka tersebut melebihi jumlah sponsor dalam lima tahun sebelumnya, bahkan ketika Persib menjuarai Liga Super Indonesia 2014 dengan 11 sponsor.
Saya pernah sampaikan kalau ingin membangun timnas secara serius, kita perlu Rp 200 miliar-Rp 500 miliar. Tidak mudah. Karena itu, PT GSI kami aktifkan kembali. (Erick Thohir)
Dengan papan berjalan itulah Persib meraih kemandirian sebagai klub. Hingga kini, Persib dikenal sebagai salah satu klub Indonesia yang cukup profesional secara finansial. Klub ini dikenal jarang mendapat permasalahan finansial. Bahkan, mereka tidak pernah menunggak gaji pemain sekalipun saat kondisi pandemi Covid-19.
Baca juga: "Maung Bandung" Menuju Gelar Kedua
Kondisi tersebut dibenarkan bek Persib, Achmad Jufriyanto. Pemain yang melakukan debut dengan Persib pada 2014 ini mengatakan, ketika pandemi dan klub lain kesulitan, Maung Bandung memberikan sistem terbaik untuk pembayaran gaji. Kala itu, Persib tetap membayarkan gaji pemain dan staf tepat waktu, tetapi hanya 25 persen.
Gabriel menyampaikan, kesehatan finansial memang menjadi landasan utama keberlangsungan hidup Persib. Lalu, penggemar yang jumlahnya secara digital menempati peringkat pertama di Asia (menurut data Global Football Digital Benchmark yang dirilis Result Sport per Februari 2022), menjadi tulang punggung Persib untuk menjadi klub yang mandiri dan sehat secara finansial. Jumlah penggemar yang tinggi dan loyal memudahkan Persib menggaet sponsor.
Hilmi, yang tergabung dengan grup Viking Frontline, misalnya, tak mempersoalkan jika ada kenaikan harga tiket dan merchandise. Syaratnya, kenaikan itu dibarengi dengan peningkatan kualitas klub dan fasilitas stadion. ”Sok ku urang lakukeun, tapi Persib-nakudu leuwih alus dibanding sebelumna (silakan dilakukan, tapi Persib harus lebih bagus dari sebelumnya),” kata Hilmi.
Kesuksesan Persib menjadi salah satu klub yang sehat secara finansial tak bisa lepas dari kinerja tim pemasarannya yang mampu mentransformasikan kecintaan para bobotoh. Tim ini memetakan klasifikasi suporter, mulai dari tingkat usia, pendidikan, jenis kelamin, hingga golongan pekerjaan mereka.
Bahkan, hal terbaru, lewat ”Ngariung Bareng Persib”, mereka tak hanya mengajak kalangan profesional dari berbagai jenama untuk berbincang-bincang seputar sepak bola dan berbagai aktivitas klub. Mereka juga meyakinkan bahwa Persib siap untuk mewujudkan industri sepak bola. Apalagi, mereka menerapkan strategi pemasaran berbasis komunitas.
Lebih dari logo
Direktur Utama Persib Bandung Teddy Tjahjono menyampaikan, sepak bola merupakan salah satu alat menarik untuk menerapkan community marketing. Dengan kehadiran penggemar yang loyal, perusahaan pemilik jenama bisa menggunakan jalan pintas karena tak harus membangun komunitas dari nol. ”Dan, Persib, dengan lebih dari 20 juta fans, merupakan tempat yang tepat bagi brand untuk bermitra,” ujar Teddy.
Inisiator Minutes of Manager Irfan Prabowo menyampaikan, penggemar sepak bola memang merupakan sasaran pemasaran yang potensial lantaran memiliki loyalitas. Selain itu, mereka juga memiliki hubungan emosional dengan klub ataupun dengan sesama penggemar. Mereka berbagi semangat dan kecintaan yang sama terhadap klub. Dengan demikian, penggemar sepak bola dapat menjadi komunitas yang sangat penting bagi brand agar dapat menyampaikan pesan mereka secara efektif.
Baca juga: Yabes Tanuri, Cetak Biru Industri Sepak Bola
Untuk mewujudkan industri sepak bola, terdapat enam entitas yang terlibat dalam sebuah industri olahraga, yaitu klub, pemain, penggemar, penyelenggara kompetisi, media, dan brand/perusahaan. Aliran dana dimulai dari dua entitas, yaitu penggemar dan jenama. Dana tersebut lantas mengalir melalui media, penyelenggara kompetisi, dan klub, hingga berakhir kepada pemain dan pelatih.
Di sisi lain, kerja sama sponsor dengan klub pun kini tak hanya sekadar pemasangan logo di jersei. Gabriela menuturkan, sepak bola kini tak hanya lagi sekadar pertandingan selama 90 menit di lapangan. Ada banyak aktivitas yang juga bisa dibuat di luar lapangan yang melibatkan penggemar.
”Sebelumnya, sponsorship hanya sekadar pasang logo, lalu selesai. Kini, bersama sponsor, kami dapat duduk bersama membuat program. Tidak hanya meningkatkan penjualan, tapi juga menciptakan pengaruh yang berlanjut dalam waktu lama. Bukan cuma 90 menit, melainkan selama 365 hari dan 24 jam,” kata Gabriela.
Menghidupkan PT GSI
Langkah yang dilakukan Persib juga diikuti oleh PSSI. Pada Jumat (23/6/2023), PSSI menghidupkan kembali PT Garuda Sepak Bola Indonesia (GSI) sebagai salah satu upaya mengomersialisasikan kegiatan timnas Indonesia. Perusahaan ini, kata Ketua Umum PSSI Erick Thohir, akan mengelola seluruh aset bisnis PSSI secara profesional dan transparan. Sebanyak 95 persen saham PT GSI dimiliki oleh PSSI dan sisanya milik Yayasan Bakti Sepak Bola Indonesia yang baru dibentuk oleh PSSI untuk membantu eks pemain timnas Indonesia.
Peluncuran kembali PT GSI ini tak lepas dari keinginan PSSI untuk mendapatkan pemasukan selain dari liga dan dukungan negara. Erick mengatakan, PSSI berkaca dari Jepang yang punya pemasukan lain dan sukses mengindustrialisasikan sepak bola. Dia yakin penduduk Indonesia yang mayoritas menggemari sepak bola dapat menjadi modal berharga bagi keberlangsungan timnas Indonesia.
Melalui PT GSI, PSSI akan mendorong dukungan penggemar untuk menonton pertandingan dan membeli merchandise timnas Indonesia. Bisnis yang dijalankan pun akan disesuaikan dengan era kekinian. Perusahaan tersebut akan memaksimalkan media sosial untuk meraup pemasukan. PSSI menargetkan perusahaan mendapat pemasukan secara keseluruhan sebesar Rp 240 miliar hingga Rp 260 miliar.
Baca juga: Semarak Investor Baru di Industri Sepak Bola
”Kami akan membangun jenama PSSI dan sepak bola nasional, menjadikan timnas bernilai jual tinggi dan memiliki daya tarik. Kami akan menjadikan penggemar sebagai bagian dari timnas itu sendiri. Dengan lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia menyukai sepak bola, semestinya fans timnas lebih besar ketimbang klub,” ujar Erick Thohir.
PT GSI juga akan melanjutkan langkah yang telah dilakukan PSSI sebelumnya, yaitu mengomersialisasikan hak siar pertandingan. Sedikitnya ada 10 pertandingan timnas Indonesia yang disiarkan secara eksklusif. Dari penjualan hak siar sepanjang 2023, PSSI mendapatkan pemasukan Rp 56 miliar.
”Saya pernah sampaikan kalau ingin membangun timnas secara serius, kita perlu Rp 200 miliar-Rp 500 miliar. Tidak mudah. Karena itu, PT GSI kami aktifkan kembali,” tutur Erick.
Loyalitas dan kecintaan penggemar menjadi ”bahan bakar” klub sepak bola menggapai kemandirian. Untuk mewujudkannya diperlukan tata kelola yang baik agar cinta yang besar dari penggemar menjadi sesuatu yang bisa menghidupi.