Dalam semarak menuju "playoff", tiga klub IBL masih menunggak gaji pemain dan pelatih. Citra liga tersebut, yang semakin baik dari tahun ke tahun, kini dipertaruhkan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Liga Bola Basket Indonesia atau IBL 2023 memasuki fase playoff mulai Jumat (30/6/2023). Di tengah semarak persaingan, rasa gundah masih menyelimuti salah satu tim peserta, yaitu Bima Perkasa Jogja. Pelatih mereka, Efri Meldi, masih gundah apakah para pemainnya akan tampil memberikan yang terbaik atau tidak.
Perasaan Meldi bercampur aduk seusai laga terakhir pada musim reguler, Kamis lalu. Dia tampak lesu saat konferensi pers. Bukan lantaran kalah, ia sedang melankolis karena para pemainnya masih mau berjuang untuknya.
”Saya bisa sujud ke pemain karena mau dengerin, berjuang sama saya. Jujur, pemain sempat mau mogok latihan karena kami kan profesional. Kami juga punya keluarga,” kata Meldi dengan nada rendah.
Para pemain dan staf pelatih Bima Perkasa mengalami keterlambatan pembayaran gaji, uang saku, bonus, dan tunjangan hari raya. Menurut Meldi, masalah keterlambatan itu sering terjadi sejak awal musim, bukan hanya bulan ini.
Pelatih yang pernah meraih Coach of The Year IBL itu pun berharap masalah gaji bisa diselesaikan manajemen klub sebelum playoff. Mereka sudah berhasil mencapai target lolos playoff. Maka, giliran pihak manajemen klub yang wajib menuntaskan kewajibannya.
Jika belum dibayar, sangat mungkin Bima tampil tanpa dua pemain asing, yaitu Cameron Coleman dan Fuquan Niles. Mereka sempat tidak mau ikut latihan, sehari sebelum melawan Dewa United. Namun, mereka akhirnya memutuskan bermain setelah berbicara dengan sang pelatih.
”Sempat yang latihan cuma (pemain) lokal. Asingnya tidak mau main. Saya bilang (ke Coleman), jujur saya tidak marah kalau tak main. Saya tidak bisa apa-apa. Mungkin, karena lihat saya seperti itu, dia putuskan bermain. Semoga bisa segera selesai. Kemarin, (gaji) sudah mulai diangsur,” ujar Meldi.
Klub lainnya, West Bandits Solo, menjalani kondisi yang lebih rumit. Klub yang baru bergabung ke IBL pada 2020 itu menunggak hak para pemain dan pelatih selama lima bulan. Hingga musim reguler berakhir, belum ada kejelasan soal pelunasan hak mereka.
Terpaksa menggadaikan aset investasi perhiasan saat dulu dapat bonus juara. Kini, kami semua gali lubang, tutup lubang. (Rizal Falconi)
Forward West Bandits, Rizal Falconi, adalah salah satu yang terus menagih haknya. Hidupnya terasa bagai bumi dan langit dalam semusim terakhir. Setelah juara pada musim lalu bersama Satria Muda Pertamina Jakarta, dia pindah ke klub yang lolos semifinal dalam dua musim beruntun itu dengan harapan yang besar.
Listrik diputus
Namun, Rizal justru ditampar realitas. Sebelum berangkat untuk berlaga pada seri terakhir di Jakarta, pekan lalu, dia harus menemui pengelola apartemen tempat tinggalnya. Listrik di unitnya diputus oleh pengelola karena sudah menunggak dua bulan. Dia pun meminta kelonggaran tenggat.
”Jangankan gaji, THR dari Natal dan uang makan saja belum (dibayar). Kebutuhan tiap pemain kan berbeda. Seperti saya, anak masih (berusia) empat bulan. Harapannya bisa gajian tiap akhir bulan, tetapi tidak ada. Terpaksa menggadaikan aset investasi perhiasan saat dulu dapat bonus juara. Kini, kami semua gali lubang, tutup lubang,” tutur Rizal.
Menariknya, Rizal dan rekan-rekannya memilih tetap bermain untuk West Bandits, meskipun pikirannya tak lagi di lapangan. Mereka gagal lolos ke playoff dengan rekor kemenangan 8-22. Mereka tidak mau mogok bermain karena masalah bisa bertambah rumit.
”Kalau kami mogok, klub tidak tampil, nanti lisensi klub dicabut. Ujung-ujungnya, nasib kami kian tidak jelas. Jadi, kami sabar saja. Klub katanya sedang mencari solusi. Semoga cepat selesai. Masalah ini tidak bagus dilihat anak-anak muda di luar yang bermimpi menjadi pebasket,” ucap Rizal.
Kemunduran liga
Dari 16 peserta IBL pada musim ini, setidaknya tiga klub di antaranya mengalami masalah pembayaran gaji. Mountain Gold Timika juga punya masalah seperti Bima Perkasa. Gaji bulan Mei pemain dan staf Mountain baru dibayar sebelum musim reguler berakhir.
Akar masalah tiga klub itu berbeda. Sponsor West Bandits tidak diterima liga karena terkait perjudian. Mountain Gold mengalami perubahan pemegang saham di tengah musim, sementara Bima mengandalkan dana tanggung jawab sosial salah satu perusahaan untuk biaya operasional.
Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah mengatakan, liga hanya bisa memantau dan menjembatani masalah tersebut. Tidak ada aturan untuk menghukum klub. Maka, para pemain yang dirugikan disarankan menuntut haknya sesuai dengan kontrak dengan klub.
”Tinggal bagaimana kesepakatan antara klub dan pemain. Contoh, di kontrak kan ada (kewajiban) pihak pertama atau klub dan pihak kedua atau pemain. Jika pemain melanggar kan pasti ada peringatan wanprestasi. Pemain juga bisa (menggugat) jika ada sengketa,” ucap Junas menjelaskan.
IBL berkembang sangat cepat dalam beberapa musim terakhir, beriringan dengan masuknya selebritas, seperti Gading Marten (klub West Bandits) dan Baim Wong (Satria Muda), ke manajemen klub. Musim ini, liga bahkan memainkan jumlah pertandingan musim reguler terbanyak, yaitu 30 laga setiap tim.
Terlalu cepat
Junas mengakui, pertumbuhan liga terlalu cepat, sementara skema bisnis yang ideal masih dalam adaptasi. Format kandang-tandang dinilai sebagai skema terbaik. Klub yang menjadi penyelenggara laga bisa mengambil pemasukan penuh dari tiket, sponsor, dan aksesoris. Arus kas klub pun bisa lebih mengalir. Format itu baru diterapkan pada playoff musim ini.
Akibat preseden tunggakan gaji, liga yang sudah maju pun terasa bergerak mundur lagi. Para pemain dan pelatih adalah aktor utama liga. Bagaimana liga bisa dikatakan maju dan sehat, jika para pelaku di dalamnya masih belum bisa merasakan arti kata “sejahtera”.
Jika dibiarkan berulang, masalah ini bukan hanya memperburuk citra IBL sebagai liga basket profesional terbesar di Indonesia. Citra bola basket Tanah Air juga dipertaruhkan. Pemain dan pelatih asing akan ragu untuk datang, sementara para bakat muda bisa saja berpaling ke profesi lain.
Pemain Mountain Gold, Jan Misael Panagan, berharap, masalah keterlambatan pembayaran gaji pada musim ini bisa menjadi titik balik perlindungan lebih terhadap pebasket profesional. ”Saya berharap banyak ke IBL. Kalau bukan liga yang melindungi pemainnya, lalu siapa lagi?” ucap adik pebasket nasional, Kaleb Ramot Gemilang, itu.