Format kandang dan tandang kembali di ”playoff” IBL setelah hilang semasa pandemi. Format itu adalah bagian dari rencana jangka panjang IBL.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Fondasi BritAma Arena, Jakarta, seolah bergetar pada Sabtu (17/6/2023) malam WIB. Arena berkapasitas 5.000 kursi itu nyaris terisi penuh saat laga besar antara Pelita Jaya Barkie Jakarta dan Bima Perkasa Jogja. Para penonton berteriak histeris sambil melompat-lompat sepanjang laga.
BritAma Arena, kandang Satria Muda Pertamina Jakarta, ”direbut” Pelita Jaya. Mayoritas penonton mendukung Pelita Jaya. Datang dengan warna khas oranye dan ungu, mereka bersorak-sorai dan bangkit dari kursi setiap tim sendiri mencetak poin, lalu mencemooh tim lawan saat balik menyerang.
Tidak heran, Pelita Jaya sukses merebut kemenangan yang sudah di depan mata Bima Perkasa. Tertinggal 44-54 pada 8 menit 38 detik tersisa, mereka memaksa tim lawan mencetak nihil poin hingga akhir laga. Tim asuhan Djordje Jovicic itu berbalik unggul dengan laju 17-0 dan menang 61-54.
Forward Pelita Jaya Govinda Saputra mengatakan, tidak mungkin bisa bangkit tiba-tiba pada akhir gim tanpa bantuan penonton. ”Kami kan dari Jakarta, makanya lebih banyak suporter yang mendukung. Itu membuat semangat kami berkali-kali lipat,” ucapnya.
Pelatih Bima Perkasa Efri Meldi menganggap kekalahan sebagai pelajaran berharga. ”Semua tentang mentalitas. Semoga dengan ini, kami bisa lebih siap saat playoff nanti. Kami harus siap karena tim-tim seperti Pelita Jaya punya basis pendukung yang besar. Apalagi kalau bermain di kandang,” katanya.
Pertemuan dua tim papan atas di seri terakhir musim reguler itu memperlihatkan, betapa berpengaruh keunggulan bermain di kandang, di depan para pendukung sendiri. Keuntungan kandang tersebut bisa menjadi pembeda pada playoff musim ini.
Pertama kali sejak 2019, setelah terhenti akibat pandemi Covid-19, format kandang dan tandang akan diberlakukan di playoff. Tim dengan peringkat lebih tinggi di musim reguler berkesempatan tampil 2 kali di kandang dari 3 laga. Adapun selama 3 tahun terakhir, playoff berlangsung di tempat netral.
Karena itu pula, tim-tim tidak hanya berebut 8 spot playoff selama musim reguler. Mereka juga berupaya finis sebaik mungkin agar bisa bermain lebih banyak di kandang. Seperti kata pelatih asing Bali United Anthony Garbelotto, peluang menang lebih besar dengan bantuan penonton.
Terutama tim-tim dengan markas di luar pulau, seperti Bali United atau Bumi Borneo Pontianak. Para pendukung lebih loyal terhadap pahlawan lokal. ”Semua orang ingin ke Bali (untuk berlibur), tetapi tidak untuk kali ini (di playoff). Saya jamin tidak ada yang mau datang ke sana,” jelas Garbelotto.
Tugas klub
Menariknya, penerapan format kandang dan tandang akan jauh berbeda pada musim ini. Tanggung jawab penyelenggaraan akan seluruhnya diserahkan ke klub. Biasanya mereka hanya tinggal bermain dan penyelenggaraan dipegang oleh Liga Bola Basket Indonesia (IBL).
Ini bukan sekadar soal liga melempar penyelenggaraan ke klub. Ini adalah bagian dari cetak biru IBL. Bagaimana aspek bisnis harus berjalan dengan baik di setiap klub. Kami harus memikirkan klub untuk memaksimalkan potensi bisnis.
”Ini bukan sekadar soal liga melempar penyelenggaraan ke klub. Ini adalah bagian dari cetak biru IBL. Bagaimana aspek bisnis harus berjalan dengan baik di setiap klub. Kami harus memikirkan klub untuk memaksimalkan potensi bisnis,” kata Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah.
Klub-klub lebih repot, tetapi berpotensi mendapat pemasukan lebih banyak. Penghasilan tiket masuk akan masuk 100 persen ke tim kandang, dari hanya 60 persen sebelumnya. Mereka juga bisa menggaet sponsor lain di luar dari bawaan IBL. Khusus musim ini, IBL akan menyubsidi biaya penyelenggaraan.
Final IBL 2019 antara Satria Muda dan Stapac Jakarta adalah laga terakhir yang menggunakan format kandang dan tandang. Stapac yang membawa nama ibu kota, justru memilih kandang di C-Tra Arena, Bandung. Perbedaan kota seperti ketika itu dihindari IBL kali ini.
Setiap tim harus memprioritaskan arena di kota masing-masing. Setelah didaftarkan, arena akan diverifikasi oleh IBL. Salah satu syaratnya adalah kapasitas minimal 2.000 kursi. Jika gagal lolos verifikasi dan dipastikan tidak ada arena lain, klub baru boleh mencari tempat lain di kota terdekat.
”Jadi, kalau di Jakarta memang ternyata tidak tersedia, bisa mulai mencari di Tangerang dan Bogor dulu. Tidak bisa langsung ke Bandung. Supaya pendukung di kota asli mereka tidak kejauhan untuk menonton. Tujuannya untuk mengembangkan (basis) fan,” tambah Junas.
Kembalinya format kandang dan tandang adalah transisi. IBL berencana menerapkan format itu sejak musim reguler pada 2 musim ke depan. IBL akan mengarah ke format yang dipakai Liga Bola Basket Amerika Serikat (NBA). Semua demi meningkatkan loyalitas pendukung yang bisa berujung ke pertumbuhan bisnis klub.
Garbelotto (54) sudah berpengalaman melatih di banyak negara, dari Vietnam, Jerman, hingga Jepang. Menurut dia, hanya IBL yang menggunakan sistem seri pada musim reguler dengan tempat terpusat. Liga-liga lain sudah menerapkan laga kandang dan tandang selama semusim penuh.
”Jika ingin maju, IBL juga harus memulai seperti itu. Tetapi, harus diperhatikan juga. Tidak semua tim memiliki fasilitas (kandang) seperti Satria Muda. Fasilitas itu perlu dibentuk untuk bisa menyamakan level persaingan saat berbicara kandang dan tandang. Bahkan, masih banyak arena yang tidak memiliki pendingin udara,” kata mantan pelatih tim nasional Inggris itu.
Tentu masih banyak yang perlu dikerjakan dan diperbaiki. Namun, tidak bisa dimungkiri, pendekatan baru pada playoff nanti akan menjadi prototipe kemajuan IBL pada masa depan. Semua itu menuju industri bola basket yang maju dan berkesinambungan.