Satu Suara demi Indonesia
Kendati dukungan sempat terbelah untuk Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie di Indonesia Terbuka, pada akhirnya penonton satu suara mendukung Indonesia, siapa pun pemenangnya.
Setelah delapan kali bertemu di arena internasional sejak 2017, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie akhirnya bersaing di hadapan publik sendiri, Jumat (16/6/2023). Sebelum dan sepanjang laga perempat final turnamen bulu tangkis Indonesia Terbuka Grup Kapal Api itu, dukungan penonton terbelah, tetapi pada akhirnya semua satu suara demi Indonesia.
Pertemuan Anthony dan Jonatan dalam ajang internasional selalu terjadi di luar negeri, jauh dari dukungan langsung penggemar mereka di Tanah Air. Persaingan pertama terjadi pada tahun-tahun awal mereka menjadi bintang baru tunggal putra Indonesia.
Keduanya menjadi bagian dari pemain muda yang meloloskan Indonesia ke final Piala Thomas Kunshan 2016, sebelum dikalahkan Denmark. Anthony, Jonatan, dan tunggal putra lainnya, Ihsan Maulana Mustofa, juga termasuk skuad muda Indonesia yang memperoleh medali emas beregu putra pada SEA Games Singapura 2015. Namun, karier Ihsan sebagai pemain nasional tak sebaik kedua rekannya karena didera cedera.
Pertemuan pertama Anthony dan Jonatan terjadi pada babak pertama Malaysia Terbuka 2017 yang dimenangi Anthony. Setelah itu, mereka bergantian saling mengalahkan saat bertemu setiap tahun hingga 2019.
Baca juga: Singapura, Rumah Kedua Anthony Sinisuka Ginting
Setelah banyak turnamen bulu tangkis dibatalkan pada 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19, dua “saudara” yang sehari-harinya berlatih bersama di pelatnas bulu tangkis Indonesia, Cipayung, Jakarta itu baru bersaing lagi pada turnamen Final BWF 2022. Mereka bertemu dua kali, pada penyisihan Grup B dan semifinal. Kedua laga dimenangi Anthony, masing-masing dalam tiga gim. Total, Anthony lima kali menang dari delapan pertemuan.
Dalam kesempatan tampil di rumah sendiri pada perempat final Indonesia Terbuka, Anthony meraih kemenangan dengan skor 21-19, 21-16. Seperti kata Anthony saat tahu akan berhadapan dengan Jonathan, laga berlangsung menarik. Keduanya, terutama pada babak pertama, menunjukkan determinasi. Mereka saling kejar-mengejar poin dengan margin tak pernah lebih dari tiga poin.
Pada gim kedua, Anthony bermain lebih sabar. Ia juga menerapkan variasi permainan mulai dari penempatan bola, permainan net, serta smes untuk meraih poin hingga akhirnya menyudahi permainan.
“Perang saudara” di rumah sendiri itu membuat Istora lebih riuh dari biasanya. Apalagi, keduanya adalah tunggal putra terbaik Indonesia saat ini. Setiap poin yang dimenangi Anthony dan Jonathan secara bergantian disambut dengan gemuruh teriakan dan gebukan balon tepuk penonton di tribune.
Dukungan penonton untuk mereka pun seolah terbelah. Ada yang meneriakkan nama Jonatan, yang dipanggil Jojo oleh penggemarnya, ada pula yang meneriakkan nama Anthony. Hal itu bahkan sudah tampak di media sosial sejak Anthony dipastikan melaju ke babak perempat final dan bertemu Jonatan, pada Kamis malam.
Baca juga: Buah Transformasi Mental Jojo-Chico
Rona Rohmatika (23), yang datang dari Malang, Jawa Timur, misalnya, mendukung Anthony. Adapun temannya, Arsella Finishia (23), mendukung Jonatan. Rona mendukung Anthony karena menyukai permainan dan kepribadiannya. Adapun Arsella ingin Jonatan menang karena secara kemampuan lebih mumpuni dan pergerakan lebih gesit.
“Aku mendukung Anthony karena dia tenang kalau pertandingannya ketat, smesnya kuat, dan pukulan tipuannya juga bagus. Selain itu, secara kepribadian juga Anthony itu lucu,” kata Rona yang berharap Anthony bisa menang biar dapat kesempatan juara lagi setelah Singapura Terbuka.
Anthony dan Jonatan memang memiliki gaya bermain berbeda. Anthony punya karakter permainan menyerang. Oleh pebulu tangkis negara lain, tunggal putra peringkat kedua dunia ini dikenal memiliki kecepatan dalam menyerang. Sementara itu, Jonatan, yang meraih medali emas Asian Games Jakarta Palembang 2018 di Istora, cenderung membangun reli dengan sabar, lantas menunggu kesempatan untuk menyerang.
Sebagai dua tunggal putra Indonesia terbaik, mereka diandalkan untuk lolos ke Olimpiade Paris 2024 seperti yang terjadi di Tokyo 2020. Saat itu, Jonatan terhenti pada babak 16 besar, sedangkan Anthony menyumbangkan medali perunggu bagi Indonesia.
Untuk lolos kembali ke Olimpiade, keduanya harus memenuhi syarat berada pada posisi 16 besar dunia dalam daftar ranking 30 April 2024. Poin untuk daftar tersebut dikumpulkan atlet pada masa kualifikasi Olimpiade yang berlangsung 1 Mei 2023 hingga 28 April 2024.
Aku mendukung Anthony karena dia tenang kalau pertandingannya ketat, smesnya kuat, dan pukulan tipuannya juga bagus.
Pecinta bulu tangkis juga tahu betul kualitas dua pemain itu. Maka, ada juga yang mendukung keduanya. Setidaknya hal itu berlaku bagi Dini Intan (23) yang bersyukur Anthony-Jojo bertemu di perempat final, karena berarti tiket semifinal ada di tangan Indonesia. Kesadaran itu pula yang mungkin ada di benak para penonton ketika laga memasuki gim kedua. Yel-yel mereka berubah menjadi “Ginting bisa, Jojo juga bisa”. Bahkan, saat Ginting hanya membutuhkan satu poin untuk menyudahi permainan, pekik penonton berubah menjadi “Indonesia!”.
Hal itu seolah menggambarkan bahwa siapa yang menang tidak begitu penting selama itu demi Indonesia. Wajar jika kemudian sejak Kamis malam, ‘adagium’ yang berbunyi “Begitulah hidup, kadang Anthony, kadang Jojo” kembali menggema. Sebab, dengan kemenangan salah satunya, duka pada Indonesia Terbuka tahun lalu ketika tak ada satu pun wakil Merah-Putih yang lolos empat besar telah terhapuskan.
Fajar/Rian Tersingkir
Ganda putra nomor satu dunia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, gagal menyamai hasil yang mereka dapat dari turnamen Super 1000 pada tahun ini, dari Malaysia Terbuka dan All England. Di hadapan publik sendiri, mereka tersisih pada perempat final, sama seperti tiga penyelenggaraan sebelumnya.
Perjalanan Fajar/Rian dihentikan oleh pasangan India, Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty, dengan skor 13-21, 13-21. Dengan hasil ini, Fajar/Rian mendapat hasil yang sama seperti 2019, 2021, dan 2022. Adapun Indonesia Terbuka 2020 tidak digelar karena pandemi Covid-19.
Mereka menjalani debut dalam turnamen bulu tangkis terbesar di Tanah Air ini pada 2015 dan kalah pada babak kualifikasi. Dua tahun kemudian, Fajar/Rian menembus semifinal yang dipertahankan pada tahun berikutnya. Kekalahan pada 2017 dialami dari pelatih Rankireddy/Shetty saat ini, yaitu Mathias Boe, saat berpasangan dengan Carsten Mogensen.
Baca juga: ”Lampu Kuning” untuk Fajar/Rian
Tak seperti performa pada dua babak sebelumnya, pergerakan Fajar/Rian kalah cepat dibandingkan Rankireddy/Shetty. Salah satu penentu pertandingan selama 41 menit itu adalah kecepatan Shetty dalam bermain di lapangan depan sebagai pengatur serangan.
Dia lebih cepat dalam membaca pola permainan dan bergerak untuk memotong pukulan dari lawan dibandingkan Fajar yang memiliki peran serupa. Dalam permainan ganda, pasangan yang bisa menguasai permainan di dekat net, lebih mudah untuk mengontrol permainan.
Fajar pun menyatakan, meski telah berusaha mengeluarkan kemampuan dengan maksimal, mereka kesulitan menghadapi lawan yang bermain lebih baik. “Kami sudah mencoba semua pola permainan, tetapi lawan lebih unggul pada laga ini,” katanya.
Sebagai ganda putra Indonesia terbaik saat ini, Fajar/Rian selalu diharapkan menjadi juara. Namun, seperti dikatakan pelatih ganda putra pelatnas Herry Iman Pierngadi sebelum turnamen dimulai pada 13 Juni, harapan untuk juara sebaiknya tak hanya diserahkan pada mereka. Herry selalu mengatakan bahwa tanggung jawab meraih gelar juara ada di setiap pundak pemain ganda putra.
Turut tersingkir Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin yang dikalahkan oleh ganda putra Korea Selatan, Kang Min-hyuk/Seo Seung-jae, 21-14, 21-10. Kekalahan, juga dialami ganda putri terbaik Indonesia, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti saat berhadapan dengan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota (Jepang). Apriyani/Fadia kalah dengan skor 13-21, 13-21.
Baca juga: Pram/Yere Melawan Ketakutan
Pamor ganda putra Indonesia diselamatkan oleh pasangan Pramudya Kusumawardana/ Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan. Dengan susah payah mereka mengalahkan pasangan muda China yang tengah naik daun, Liang Weikeng/Wang Chang, 16-21, 21-17, 21-19.
Pram dan Yere tampil mati-matian menghadapi lawan yang menjadi unggulan keenam itu. Kehilangan gim pertama, mereka mampu menekan lawan untuk melakukan kesalahan, meski Yere harus dua kali mengganti raketnya di tengah reli karena senar putus. Smes Yere yang tak dapat dikembalikan Wang akhirnya menutup laga, disambut sorakan meriah penonton di Istora.