Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti mendapat hasil buruk sebelum tampil pada turnamen Indonesia Terbuka pekan ini. Setelah tampil di Istora, Jakarta, mereka akan istirahat dari turnamen untuk berbenah.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Menjalani debut, mengejutkan pasangan top dunia, juara, lalu performa menurun adalah fase yang dialami Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti dalam setahun terakhir. Penurunan pada fase awal tahun kedua berpasangan, yang bertepatan dengan awal kualifikasi Olimpiade Paris 2024, membuat Apriyani/Fadia akan berbenah setelah turnamen Indonesia Terbuka Grup Kapal Api dengan target utama Kejuaraan Dunia.
Penurunan performa itu terjadi pada tur Asia Tenggara dalam tiga pekan terakhir. Mereka kalah pada perempat final Malaysia Masters BWF World Tour Super 500, babak kedua Thailand Terbuka Super 500, dan babak kedua Singapura Terbuka Super 750.
Setahun lalu, dalam rangkaian kejuaraan yang berbeda, mereka menjalani debut pada turnamen BWF dengan mencapai final Indonesia Masters dan perempat final Indonesia Terbuka yang digelar dua pekan beruntun. Setelah itu, Apriyani/Fadia meraih hasil terbaik menjuarai Malaysia Terbuka dan Singapura Terbuka.
Ganda putri top dunia terkejut dengan gaya main mereka yang begitu cepat, setelah pemain-pemain China, Jepang, dan Korea Selatan terbiasa dengan tempo lambat Greysia Polii/Apriyani. Apriyani/Fadia menembus peringkat sepuluh besar dunia hanya dalam waktu setahun.
Tahun ini, mereka mengalami fase berbeda yang lumrah dialami setiap atlet, yaitu penurunan performa. Para pesaing di level elite mulai bisa mengatasi permainan pasangan Indonesia peringkat keenam dunia itu dengan mudah. Apriyani/Fadia sudah mencoba mengembangkan pola main, tetapi hasilnya belum maksimal.
Saat tampil dalam turnamen Indonesia Terbuka Grup Kapal Api yang berlevel Super 1000, Apriyani/Fadia akhirnya bercerita tentang apa yang mereka rasakan. Semuanya bersumber dari diri sendiri yang merasa tertekan karena persaingan saat ini sudah masuk dalam kualifikasi Olimpiade Paris 2024. Masa pengumpulan poin itu berlangsung pada 1 Mei 2023 hingga 28 April 2024. Daftar ranking BWF pada 30 April 2024 akan digunakan untuk menentukan kuota setiap negara untuk setiap nomor.
Apriyani merasakan tekanan itu meski pernah mengalaminya saat berpasangan dengan Greysia, lolos ke Olimpiade Tokyo 2020, bahkan, bisa meraih medali emas. Ternyata, status dia yang lebih senior dari Fadia menjadi penyebabnya. Dengan posisi itu, pemain berusia 25 tahun tersebut merasa memiliki tanggung jawab untuk membawa Fadia menuju Paris.
“Padahal, waktu bermain sama Kak Greys (Greysia Polii), saya tidak merasa seperti sekarang. Tidak berpikir bahwa saat itu adalah momen race to Olympics, pokoknya main saja dengan baik,” tutur Apriyani setelah memenangi babak pertama Indonesia Terbuka. Di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (14/6/2023), mereka menang atas Linda Efler/Isabel Lohau (Jerman) dengan skor 26-24, 21-15.
Hawa di setiap pertandingan jadi terasa beda saat masuk kualifikasi Olimpiade. Saya merasa lawan memberi perlawanan yang lebih kuat.
Fadia, yang menjalani kesempatan pertama untuk mendapat tiket Olimpiade merasakan hal serupa. “Hawa di setiap pertandingan jadi terasa beda saat masuk kualifikasi Olimpiade. Saya merasa lawan memberi perlawanan yang lebih kuat,” kata Fadia.
Dengan apa yang dirasakan dalam tiga turnamen sebelumnya, mereka menyadari harus berusaha sendiri untuk melepas tekanan itu. Fadia mengatakan, dia mengatasinya dengan berkomunikasi lebih terbuka pada seniornya itu. Apriyani pun mengatakan, bahwa, dia berusaha melepas tekanan itu dari pikirannya pada Indonesia Terbuka.
Pelatih ganda putri pelatnas bulu tangkis Eng Hian menilai, Apriyani/Fadia berada pada fase sulit saat ini. Dia pun tak memungkiri bahwa hasil dari tiga turnamen sebelum Indonesia Terbuka di bawah target. Apalagi, mereka sebenarnya memiliki peluang untuk mencapai babak-babak akhir hingga bisa mendapat banyak poin. Dengan hasil tersebut, pelatih pun harus mengubah program bagi Apriyani/Fadia.
Setelah Indonesia Terbuka, Apriyani/Fadia akan diistirahatkan dari turnamen untuk berbenah. “Semua faktor harus ditingkatkan lagi seperti daya tahan fisik dan variasi permainan. Tujuannya agar mereka bisa bermain dalam durasi lama dengan kualitas permainan yang baik dan konsisten,” kata Eng Hian.
Dengan keputusan istirahat dari turnamen, Apriyani/Fadia tak akan tampil pada turnamen BWF World Tour di Taiwan, Kanada, Amerika Serikat, dan Korea Selatan pada Juni-Juli. Keempat turnamen itu berlevel Super 300 dan 500 yang tak wajib diikuti Apriyani/Fadia. Akan tetapi, turnamen level apa pun bisa menjadi sangat penting pada kualifikasi Olimpiade.
Eng Hian mengatakan, setelah Indonesia Terbuka, Apriyani/Fadia akan bermain di Jepang Terbuka Super 750, 25-30 Juli. Namun, target utama mereka adalah Kejuaraan Dunia di Copenhagen, Denmark, 21-28 Agustus. Dengan adanya waktu yang akan digunakan untuk berbenah, Eng Hian mengharapkan, ganda putri nomor satu Indonesia itu bisa mendapat hasil baik di Kejuaraan Dunia.
Memilah turnamen
Tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, mengatakan, memilah turnamen demi hasil baik penting dilakukan pada masa kualifikasi Olimpiade. Program itu telah dijalaninya pada tur Asia Tenggara, tiga pekan terakhir.
Setelah membela Indonesia dalam kejuaraan beregu Piala Sudirman di China, 14-21 Mei, Anthony tampil di Malaysia Masters pada pekan berikutnya, lalu melewatkan Thailand Terbuka. Setelah itu, dia bermain lagi di Singapura Terbuka dan menjadi juara.
“Dalam masa Olimpiade ini, kita harus meraih hasil maksimal sambil menjaga kondisi agar tidak cedera. Jadi, memilih turnamen cukup penting. Namun, kalau fisiknya kuat, bisa juga mengikuti turnamen secara beruntun,” kata Anthony setelah menang atas Hans-Kristian Solberg-Vittinghus 21-8, 21-10.
Tunggal putra peringkat kedua dunia itu tak melihat banyak perbedaan antara masa pengumpulan poin untuk Olimpiade Paris 2024 dan Olimpiade Tokyo 2020. Anthony pernah mengalami persaingan lolos ke Tokyo dan menyumbangkan medali perunggu bagi Indonesia.
Satu hal yang dia soroti pada masa persaingan saat ini adalah lebih banyaknya pemain muda yang turut bersaing. Gairah dan tekad mereka sama besarnya dengan Anthony untuk lolos ke ajang multicabang empat tahunan tersebut.
Sementara dari segi psikis, Anthony merasa lebih bisa mengatasi tekanan pada masa pengumpulan poin kali ini dibandingkan dengan Olimpiade sebelumnya karena dia punya pengalaman yang sama. “Tekanan selalu ada, tetapi diri sendiri memang harus mengontrolnya. Namun, dengan pengalaman, saya jadi lebih bisa mengatasi tekanan tersebut,” ujar Anthony.