Novak Djokovic dan Casper Ruud akan berhadapan dalam final tunggal putra Perancis Terbuka. Djokovic bisa memiliki gelar juara Grand Slam terbanyak jika juara, sementara Ruud dalam misi meraih gelar Grand Slam pertama.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
PARIS, JUMAT - Novak Djokovic dan Casper Ruud menjadi dua tunggal putra terakhir yang bertahan dalam persaingan di lapangan tanah liat Roland Garros, Paris, Perancis. Ruud menjadi petenis terakhir yang harus dikalahkan Djokovic untuk menjadi tunggal putra pemilik gelar Grand Slam terbanyak.
Kedua petenis itu berhasil memanfaatkan absennya “Raja Lapangan Tanah Liat”, Rafael Nadal, dalam turnamen Perancis Terbuka 2023 karena cedera pinggul. Nadal adalah petenis yang menghentikan Djokovic pada semifinal 2021 dan mengalahkan Ruud pada final untuk mendapatkan gelar ke-14 Perancis Terbuka pada 2022.
Dengan melangkah ke final, Djokovic berpeluang unggul satu gelar dari Nadal dan menjadi tunggal putra dengan gelar Grand Slam terbanyak. Saat ini, kedua petenis memiliki jumlah gelar yang sama, yaitu 22.
Tanpa rival terbesarnya, Djokovic menghadapi tantangan terberat di Roland Garros tahun ini saat bertemu Carlos Alcaraz pada semifinal yang berakhir Jumat (9/6/2023) tengah malam waktu Indonesia. Dalam laga kedua petenis yang paling dinanti sejak undian dirilis dua pekan lalu, Djokovic menang dengan skor 6-3, 5-7, 6-1, 6-1.
Setelah itu, dalam laga yang berlangsung Sabtu dini hari WIB, Ruud mengalahkan Alexander Zverev 6-3, 6-4, 6-0. Dengan kemenangan tersebut, petenis Norwegia itu memiliki kesempatan kedua secara beruntun untuk menjuarai Perancis Terbuka, sekaligus meraih gelar Grand Slam pertama kalinya.
Dua laga semifinal itu menjadi persaingan empat finalis Grand Slam. Djokovic adalah pemilik 22 gelar Grand Slam, sementara Alcaraz adalah juara AS Terbuka 2022. Ruud mencapai final pada Perancis Terbuka dan Amerika Serikat Terbuka 2022, adapun Zverev menjadi finalis Amerika Serikat Terbuka 2020.
Semifinal Djokovic melawan Alcaraz, yang paling dinanti pada Perancis Terbuka 2023, menjadi persaingan dua generasi dengan bekal berbeda. Djokovic, yang berusia 36 tahun, menggunakan pengalamannya dalam mengatasi tekanan di panggung besar. Sedangkan Alcaraz mengandalkan tenaganya sebagai petenis yang 16 tahun lebih muda dari Djokovic.
Saya sangat sulit bergerak pada set ketiga dan keempat dan tahu bahwa kesempatan untuk menang sangat kecil. Pertandingan ini menjadi pengalaman berharga bagi saya. (Carlos Alcaraz)
Sebelum semifinal berlangsung, Djokovic menyebut gaya bermain fisikal dari Alcaraz mengingatkannya pada Nadal. Nadal dinilai Djokovic sebagai rival utama dalam menjalani karier sebagai petenis profesional sejak 2003.
Djokovic bisa mengatasi kekuatan pukulan dan kecepatan Alcaraz dalam bergerak dengan pukulan yang membuat bola jatuh tipis di sekitar baseline. Dropshot petenis Serbia itu juga mematikan.
Tak hanya saat servis, Djokovic pun bisa menekan lawan melalui pengembalian servis. Bola yang dipukul datar dan jatuh di baseline membuat Alcaraz sulit mengembalikannya. Demikian pula dengan pengembalian servis yang dilakukan dengan slice, sehingga bola memantul dengan tinggi.
Di sisi lain, Alcaraz benar-benar mengandalkan permainan fisik. Dia berusaha mendikte lawan dengan pukulan keras yang konsisten serta kecepatannya dalam menjangkau bola dari satu sudut ke sudut yang lain. Tak jarang, dia melakukan sprint hingga belasan langkah dari sisi backhand ke forehand atau dari belakang baseline ke dekat net.
Dengan dua gaya main yang berbeda itu, penonton pun dihibur permainan yang memukau. Selain adu taktik dari baseline, permainan yang mengundang tepuk tangan meriah terjadi saat mereka beradu pukulan slice dekat net. Pukulan silang dengan sudut tajam membuat keduanya harus dengan cepat mengubah arah lari.
Pukulan ajaib
Pukulan-pukulan “ajaib” pun tercipta. Dengan pukulan yang presisi, Djokovic bisa menekan lawan hingga membuat unforced error. Sementara Alcaraz menunjukkan kecepatannya ketika mengejar bola dari net lalu ke belakang, memukul bola itu dengan pukulan silang sambil memutarkan tubuh.
Sambil menjaga keseimbangan tubuhnya, dia meraih winner dengan passing shot. Alcaraz tertawa, Djokovic pun tersenyum, sementara semua penonton di Lapangan Philppe Chatrier bersorak.
Namun, tontonan menarik selama dua jam 13 menit itu berakhir pada set ketiga. Gaya main yang mengandalkan fisik membuat Alcaraz mengalami kram hingga tak dapat lagi bergerak dengan bebas . Dia kehilangan dua set dengan skor telak hanya dalam waktu satu jam.
“Setelah dua set, saya mulai merasakan kram di lengan, lalu pada setiap bagian tubuh, bukan hanya di kaki. Saya sangat sulit bergerak pada set ketiga dan keempat dan tahu bahwa kesempatan untuk menang sangat kecil. Pertandingan ini menjadi pengalaman berharga bagi saya,” tutur Alcaraz dalam laman resmi ATP.
Djokovic, yang mengecek kondisi Alcaraz saat kram, mengapresiasi penampilan lawan mudanya itu. “Di net, saya katakan pada Carlos bahwa dia masih muda, masih memiliki waktu panjang untuk mencapai hasil baik. Saya yakin, dia akan juara di sini berkali-kali,” kata Djokovic yang akan menjalani final Grand Slam untuk ke-34 kali.
Pertunjukkan Djokovic melawan Alcaraz itu menutup persaingan Ruud dan Zverev pada semifinal lainnya. Ruud menang dalam laga selama dua jam 9 menit.
Meskipun tak semenarik laga Djokovic-Alcaraz, Ruud menilai penampilannya dalam semifinal menjadi yang terbaik dalam kariernya. Ruud hanya membuat 19 unforced error dibandingkan 37 yang dibuat Zverev. Forefand dengan kecepatan tingg juga menjadi kunci dari 25 winner yang diciptakannya.
“Penampilan pada perempat final dan semifinal membuat saya percaya diri untuk final. Saya harus bermain, minimal, seperti tadi untuk mendapat peluang menang,” komentar Ruud. (afp/reuters)