AC Milan tampil buruk di bawah standar yang diharapkan sehingga dipukul Inter Milan, 0-2. Taktik Pelatih Milan Stefano Pioli terlalu mudah dipatahkan oleh Simone Inzaghi, Pelatih Inter.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
MILAN, KAMIS — Duel pertama derbi Milan di semifinal Liga Champions Eropa, Kamis (11/5/2023) dini hari WIB, di Stadion San Siro, kian menegaskan minimnya variasi taktik dari Pelatih AC Milan Stefano Pioli. ”I Rossoneri” tidak mampu menghadirkan jalan keluar atas absennya Rafael Leao dan menemukan antidot untuk taktik yang diterapkan Pelatih Inter Milan Simone Inzaghi.
Milan terlihat tampil di bawah kualitas Inter pada laga itu. Minimnya agresivitas pemain di awal laga itu mengakibatkan Milan kemasukan dua gol ketika laga baru berjalan 11 menit. Milan pun takluk, 0-2.
Edin Dzeko (37) dan Henrikh Mkhitaryan (34), dua pemain yang telah melewati usia emas pesepak bola, menghadirkan derita yang berpeluang mengubur mimpi Milan ke final. Mereka memaksimalkan kelengahan pemain bertahan Milan yang belum siap menghadapi tekanan besar di laga babak empat besar Liga Champions.
”Pada 20 menit awal, permainan Milan sangat mengecewakan. Gelandang dan bek tengah yang pasif menjadi penyebab dua gol cepat Inter. Mereka (Milan) tampil di bawah standar untuk semifinal Liga Champions,” ujar Steven Gerrard, juara Liga Champions 2004-2005 bersama Liverpool, kepada BT Sport.
Pioli menerapkan taktik favoritnya, 4-2-3-1, pada laga yang menjadi penampilan perdana Milan di semifinal Liga Champions sejak 2006 itu. Strategi serupa dipakai Pioli saat timnya digilas Inter, 0-3, di Piala Super Italia dan dibekap 0-1 di ajang Liga Italia, awal tahun ini.
Selain formasi, gaya permainan Milan juga tidak berubah. Pioli menginstruksikan para pemainnya untuk lebih banyak memanfaatkan sisi luar lapangan ketika membangun serangan. Alternatif serangan Milan hanyalah berupa umpan-umpan lambung dan jauh yang mengarah ke Olivier Giroud untuk menjadi pemantul bagi gelandang serang di sekitarnya.
Taktik itu mampu diantisipasi dengan baik oleh Inzaghi. Untuk meredam serangan Milan, Inter menerapkan taktik pengawalan zonasi dengan garis tekanan (pressing) tinggi. Dua striker Inter, Lautaro Martinez dan Dzeko, langsung menjaga dua bek tengah Milan saat bola dikuasai Mike Maignan, kiper Milan yang mencoba membangun serangan dari belakang.
Leao adalah bintang dari tim Milan. Tanpanya, Milan kehilangan kecepatan. Lini depan Milan gagal mengancam Inter. (Rio Ferdinand)
Selain itu, duo gelandang Inter, Mkhitaryan dan Nicolo Barella, akan menjadi pemain pertama yang mengawal dua bek sayap ofensif, yakni Davide Calabria dan Theo Hernandez, ketika Milan menguasai bola. Lewat formasi 3-5-2 dengan tiga gelandang, kekuatan Inter tetap seimbang dengan Milan saat satu pemain tengah melapis bek sayap yang melakukan tekanan ke pemain sayap Milan.
Cara itu terbukti ampuh meredam permainan menyerang Milan. Tim tuan rumah gagal mencatatkan satu pun tembakan mengarah ke gawang selama 80 menit laga berjalan. Dengan kedisiplinan Inter dalam skema bertahan, pemain Milan dipaksa lebih banyak melakukan operan ketika masuk ke sepertiga akhir pertahanan Inter. Giroud dan kawan-kawan melakukan rerata 8,7 operan sebelum menembak bola.
Inter efisien
Adapun Inter bermain lebih taktis dan efisien. Setiap tembakan ”I Nerazzurri” hanya diawali 4,9 operan di sepertiga akhir pertahanan Milan. Tingkat akurasi tembakan Inter pun lebih baik, yaitu 32 persen berbanding 18 persen milik Milan. ”Inter lebih berkualitas dan efisien di babak pertama. Mereka mencetak dua gol dari dua peluang bersih pertama mereka,” ujar Pioli seusai laga itu seperti dilansir laman UEFA.
Fikayo Tomori, bek tengah Milan, menambahkan, kebobolan dua gol cepat dari Inter adalah hal yang seharusnya dihindari mengingat sulitnya menaklukkan pertahanan Inter. Dalam tiga duel terakhir, Milan gagal mencetak gol ke gawang rival sekotanya itu. Sedangkan Inter telah enam kali menaklukkan pertahanan Milan.
”Sangat sulit menjelaskan apa yang terjadi di awal laga. Kami kecewa karena kalah, tetapi kami harus melakukan permainan yang jauh lebih baik untuk membalikkan keadaan di laga kedua,” ucap Tomori.
Selain itu, Pioli juga gagal menemukan formula untuk mengatasi absennya penyerang sayap andalan, Rafael Leao, yang menderita cedera pangkal paha. Alih-alih menghadirkan permainan menyerang yang lebih seimbang dengan memanfaatkan kedua sisi sayap dan tengah, Pioli tetap memaksakan poros serangan I Rossoneri dari sisi kiri lini serang.
Zona itu adalah lokasi permainan Leao bersama Hernadez untuk mengancam pertahanan lawan pada musim ini. Menurut catatan WhoScored, sebanyak 44 persen serangan Milan dilakukan dari sisi kiri.
Padahal, selama musim ini, zona serangan Milan amat berimbang di kedua sisi sayap dengan masing-masing mencatatkan 36 persen. Peningkatan persentase zona serangan di sisi kiri itu lebih disebabkan karena mayoritas pemain Milan bergerak ke posisi sayap kiri lini serang mereka.
Dua pemain tengah, Ismael Bennacer dan Rade Krunic, lebih sering mendukung pergerakan Hernandez dan Alexis Saelemaekers, pengganti Leao. Jumlah itu amat timpang karena di sisi kanan hanya ada Calabria yang konsisten bergerak dari sisi kanan luar. ”Leao adalah bintang dari tim Milan. Tanpanya, Milan kehilangan kecepatan. Lini depan Milan gagal mengancam Inter,” ujar Rio Ferdinand, mantan pemain Manchester United.
Meskipun unggul 2-0, Mkhitaryan menegaskan, timnya belum memikirkan Istanbul, Turki, lokasi laga final musim ini. Ia berharap timnya bisa kembali mengalahkan Milan pada duel kedua, pekan depan. Jika itu terjadi, Inter akan memberikan empat kekalahan beruntun bagi Milan. Itu akan menjadi rekor baru dalam sejarah derbi ”della Madonnina”.
”Kami punya kans mencetak lebih banyak gol, tetapi sayangnya harus puas dengan dua gol. Kami berharap bisa menebus kekecewaan itu pada laga kedua demi memastikan tempat di final,” ujar Mkhitaryan, pemain terbaik di laga itu. (AFP)