Penampilan solid menghasilkan gelar juara turnamen WTA/ATP Masters 1000 Madrid bagi Aryna Sabalenka dan Carlos Alcaraz. Keberhasilan itu akan menjadi bekal berharga untuk Grand Slam Perancis Terbuka.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Carlos Alcaraz menambah beberapa catatan rekor dalam perjalanannya sebagai petenis profesional ketika menjuarai turnamen ATP Masters 1000 Madrid. Catatan ini akan menjadi bekal untuk mencapai target menjuarai ajang puncak turnamen tanah liat, Grand Slam Perancis Terbuka.
Alcaraz mempertahankan gelar juara Madrid Masters setelah menang atas Jan-Lennard Struff (Jerman) pada laga final yang berakhir Senin (8/5/2023) dini hari waktu Indonesia. Di Caja Magica, Madrid, Spanyol, dia menang dengan skor 6-4, 3-6, 6-3.
Gelar itu menjadi yang keempat dari turnamen level ATP Masters 1000 dan yang ke-10 dari Tur ATP. Petenis yang berusia 20 tahun pada 5 Mei itu menjadi yang termuda keenam yang memiliki sepuluh gelar ATP pada era Terbuka. Alcaraz hanya kalah dari Mats Wilander, Bjorn Borg, Rafael Nadal, Boris Becker, dan Andre Agassi, yang mengumpulkan sepuluh trofi juara ATP pada usia 19 tahun.
Petenis Spanyol itu juga masuk ke dalam daftar petenis aktif dengan gelar ATP Masters 1000 terbanyak. Empat gelarnya hanya berselisih satu dari jumlah yang dimiliki Alexander Zverev dan Daniil Medvedev, masing-masing dengan lima gelar. Petenis senior yang memimpin kategori statistik ini adalah Novak Djokovic dengan 38 gelar, Nadal (36), dan Andy Murray (14).
Alcaraz juga masuk urutan ketiga dalam daftar persentase kemenangan terbaik di ATP Masters 1000. Dengan 77,6 persen kemenangan, ia hanya tertinggal dari Nadal (82,2 persen) dan Djokovic (82 persen).
Semua rekor dalam catatan karier profesionalnya sejak 2018 itu didapat berkat konsistensi performa pada level tinggi sejak 2022. Didampingi mantan petenis Juan Carlos Ferrero sebagai pelatih, Alcaraz menjuarai Miami Masters 2022 dalam final pertamanya di ajang ATP Masters 1000. Setelah itu, dia tak pernah kalah setiap kali tampil di final pada level yang sama, yaitu di Madrid 2021, Indian Wells 2023, dan Madrid 2023.
Prestasi pada 2022 dilengkapi dengan gelar juara Grand Slam Amerika Serikat Terbuka dan menjadi petenis peringkat teratas dunia. Dia melewatkan Grand Slam pertama pada 2023, yaitu Australia Terbuka, karena cedera kaki kanan. Namun, begitu kembali ke lapangan, tak banyak pemain yang bisa mengalahkannya.
Dari lima turnamen, Alcaraz empat kali mencapai final dan sekali tersingkir di semifinal. Dari 31 pertandingan, dua kekalahan dialaminya dari Cameron Norrie pada final ATP 500 Rio de Janeiro dan Jannik Sinner di semifinal Miami Masters. Dia tak kehilangan set ketika bertemu petenis peringkat lima besar dunia, Daniil Medvedev dan Stefanos Tsitsipas.
Kebangkitan Sabalenka
Catatan positif juga ditorehkan juara WTA 1000 Madrid, Aryna Sabalenka. Pada laga final, Minggu, dia mengalahkan petenis nomor satu dunia, Iga Swiatek, 6-3, 3-6, 6-3.
Meski prestasi Swiatek di lapangan tanah liat belum sebesar Nadal, mengalahkan petenis Polandia itu di lapangan tanah liat adalah tantangan sulit bagi petenis putri. Swiatek begitu nyaman bermain di tanah liat, hingga enam dari 13 gelarnya didapat di jenis lapangan itu. Gelar pertama dari turnamen profesional bahkan didapat dari Grand Slam Perancis Terbuka 2020 di lapangan tanah liat Roland Garros, Paris.
Di Madrid, Sabalenka dan Alcaraz memiliki kesamaan mendapat poin cepat dari servis, juga dari pukulan berikutnya melalui forehand yang begitu keras. Pada laga final, kedua petenis juga bisa menjadikan backhand sebagai senjata untuk meraih winner.
Mental bertandingan kedua petenis itu juga kian matang. Belajar dari pengalaman pada semifinal AS Terbuka 2022, ketika kalah dari Swiatek meski unggul 4-2 pada set ketiga, kali ini Sabalenka bisa bersikap tenang saat unggul 3-0 pada set ketiga. Dia tetap bersikap ”dingin” ketika Swiatek sempat menggagalkan tiga match point.
Sementara itu, Alcaraz semakin baik menganalisis taktik. Dia bisa mengubah permainan dengan begitu cepat untuk mengantisipasi taktik lawan. Saat Struff banyak mengarahkan servis ke backhand dari ad court, atau sisi kiri lapangan, Alcaraz bergerak sedikit ke kiri agar bisa mengembalikan servis itu dengan forehand. Dengan cara ini, Alcaraz bisa mematahkan servis Struff.
Saya tidak merasa seperti itu meski ingin termasuk yang difavoritkan juara.
Seperti Sabalenka, Alcaraz juga tampil lebih tenang ketika unggul pada set penentuan. Dengan gaya main yang agresif, dia sering kali ingin mendapat poin dengan cepat saat unggul. Cara bermain seperti ini menjadi bumerang karena membuahkan banyak kesalahan.
Saat unggul 4-2 pada set ketiga melawan Struff, alih-alih bermain dengan cara spektakuler, dia memilih bermain dengan cerdas seperti saran Ferrero. Dari tribune tim, mantan petenis nomor satu dunia itu berteriak sambil menunjuk kepalanya ”Gunakan otakmu!”
Maka, daripada terus-terusan menyerang Sruff, Alcaraz justru memosisikan diri untuk bertahan. Dia meladeni agresivitas Struff dengan sabar. Cara ini akhirnya membuahkan kemenangan.
Setelah tampil solid di Madrid, tantangan berikutnya bagi Alcaraz dan Sabalenka adalah Perancis Terbuka yang berlangsung 28 Mei-10 Juni. Meski masih ada turnamen pemanasan, WTA/ATP Masters 1000 Roma, 9-21 Mei, sorotan pada mereka langsung beralih untuk Perancis Terbuka.
Ketika ditanya, apakah dia akan menjadi salah satu favorit juara di Roland Garros, kepada tim media WTA, Sabalenka menjawab, ”Saya tidak merasa seperti itu meski ingin termasuk yang difavoritkan juara. Yang pasti, saya akan bekerja keras untuk menampilkan kemampuan terbaik di Roma dan Roland Garros.” (AP)