Pemanjat putra Indonesia Nursamsa Raharjati yang tidak diunggulkan meraih emas seri ketiga Piala Dunia 2023 di Jakarta. Raharjati menjadi harapan baru Indonesia sekaligus peringatan agar Indonesia lebih konsisten.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Karena efek baru diguyur hujan, hasil di luar prediksi terjadi dalam putaran final seri ketiga Piala Dunia Panjat Tebing IFSC 2023 di Jakarta, Minggu (7/5/2023). Pemanjat putra Indonesia Nursamsa Raharjati yang tidak diunggulkan justru meraih emas. Sedangkan, dua andalan tim Merah-Putih Kiromal Katibin dan Veddriq Leonardo gagal mengeluarkan kemampuan terbaik.
Kendati demikian, prestasi Raharjati bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, Indonesia bisa memunculkan calon bintang. Akan tetapi, di sisi lain, tim Merah-Putih patut bekerja keras untuk menjaga grafik atlet agar antiklimaks yang dialami Kiromal dan Veddriq tidak terulang pada seri-seri berikutnya guna menjaga peluang ke Olimpiade Paris 2024.
”Di setiap kejuaraan yang saya ikuti, saya selalu percaya diri untuk meraih prestasi terbaik. Jadi, hasil ini tidak mengejutkan untuk saya. Tinggal ke depannya, saya harus bisa menjaga performa agar bisa terus berprestasi dan bisa memecahkan rekor dunia suatu hari nanti. Caranya, selain dengan displin berlatih, saya berusaha untuk berhenti merokok yang tidak baik untuk tubuh saya,” ujar Raharjati.
Raharjati menunjukkan daya magisnya. Saat semua mata suporter tuan rumah tertuju kepada Kiromal yang berstatus pemanjat terbaik dengan waktu 5,038 detik di babak kualifikasi, Sabtu (6/5) dan Veddriq yang baru memecahkan rekor dunia dengan 4,90 detik dalam seri kedua di Seoul, Korea Selatan, Jumat (28/4), Raharjati justru muncul sebagai bintang utama seri Jakarta kali ini.
Awalnya, Raharjati tidak terlalu meyakinkan. Pemanjat asal Sumedang, Jawa Barat itu hanya mencatat waktu 8,91 detik di perdelapan final untuk mengalahkan wakil Italia Matteo Zurloni. Raharjati beruntung karena bisa meneruskan lomba dan menekan tombol finis ketika Zurloni yang lebih cepat justru terpeleset dan tidak bisa melanjutkan lomba sebelum mencapai puncak.
Namun, memasuki perempat final, Raharjati bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Pemanjat berusia 22 tahun itu mengemas waktu 5,11 detik untuk menaklukan wakil Amerika Serikat Samuel Watson. Selepas itu, kepercayaan diri Raharjati meningkat drastis. Walau catatan waktunya tidak lebih baik, yakni 5,27 detik, dia lebih meyakinkan untuk menyisikan wakil China Peng Wu yang terpeleset dan jatuh di poin besar kelima di semifinal.
Padahal, sebelumnya, Wu sangat mendominasi, antara lain membukukan waktu 5,01 detik atau yang terbaik sepanjang putaran final yang turut menyingkirkan Veddriq di perempat final. ”Pas awal-awal, saya kurang panas. Tadi pemanasan saya tidak cukup karena jalanan becek. Belum lagi, udara cukup dingin sehingga tubuh saya lambat panas. Baru di perempat final, tubuh saya mulai lebih enak,” kata Raharjati.
Pada laga penentuan emas, Raharjati menghadapi pemanjat China lainnya, Wang Xinshang . Meski baru pertama kali menembus final Piala Dunia sejak menjalani debut musim lalu, Raharjati tidak demam panggung. Dengan mantap, dia keluar dari start lebih cepat dan terus konsisten menjaga keunggulannya hingga menekan tombol lebih cepat.
Di setiap kejuaraan yang saya ikuti, saya selalu percaya diri untuk meraih prestasi terbaik.
Raharjati mencatat waktu 5,11 detik di final. Sejatinya, pertarungan Raharjati dan Wang begitu sengit dari start hingga finis. Terbukti, Raharjati hanya unggul tipis 0,03 detik atas wakil dari Negeri Tirai Bambu tersebut. ”Tadi, saya fokus dengan diri sendiri, bagaimana caranya bisa maksimal. Saya sangat bersyukur bisa menjadi yang terbaik. Semoga ke depan, saya diberikan kesempatan lebih besar untuk ikut ajang-ajang internasional lainnya,” ungkap Raharjati yang belum resmi terdaftar sebagai anggota pelatnas.
Menyelamatkan wajah Indonesia
Capaian itu membuat Raharjati menyelamatkan wajah Indonesia. Itu karena Kiromal dan Veddriq gagal mengemban harapan dari Pengurus Besar Federasi Panjat Tebing Indonesia (PB FPTI) maupun masyarakat yang memadati panggung di depan dinding panjat.
Kiromal yang cukup meyakinkan dengan catatan waktu 5,25 detik saat mengalahkan pemanjat Ukraina Yaroslav Tkach di perdelapan final dan 5,07 detik ketika menaklukan wakil Jepang Jun Yasukawa di perempat final, justru antiklimaks di semifinal. Pada laga empat besar itu, Kiromal yang mengemas waktu 5,09 detik kandas dari Xinshang yang membukukan waktu 5,05 detik.
Kiromal sempat terpeleset di poin besar ke-18 sehingga sedikit kalah cepat untuk menekan tombol finis. Beruntung, atlet asal Batang, Jawa Tengah masih bisa menyumbangkan medali perunggu dengan 6,34 detik. Dia menang atas Peng Wu yang terjatuh.
Antiklimaks dialami pula oleh Veddriq. Sejak awal lomba, pemanjat asal Pontianak, Kalimantan Barat itu agak beruntung bisa lolos dari perdelapan final dengan waktu 5,16 detik karena lawannya sesama atlet Indonesia, Aspar Jaelolo terpeleset beberapa kali sehingga harus puas dengan waktu 8,93 detik. Veddriq tak kunjung membaik yang menyebabkannya tersisih lebih cepat karena tumbang dari Peng Wu di perempat final.
Hasil itu sempat membuat para pendukungnya menarik nafas lemas dan menepuk-nepuk jidad karena sedih sekaligus kecewa. ”Sebenarnya, saya tidak ada kendala. Tetapi, lawan saya sama-sama kencang. Saya juga tidak merasa tertekan untuk memberikan prestasi terbaik di hadapan masyarakat. Tetapi, saya tetap harus mengevaluasi diri, salah satunya belajar lebih fokus agar bisa terus konsisten menjaga performa,” ungkap atlet berusia 26 tahun tersebut.
Terlepas dari itu, prestasi Raharjati menjadi sinyal positif untuk panjat tebing Indonesia. Setidaknya, tim Merah-Putih memiliki lebih banyak opsi untuk bersaing dalam perebutan tiket ke Olimpiade. Adapun kualifikasi Olimpiade akan dibagi tiga tahap.
Tahap pertama kualifikasi adalah Kejuaraan Dunia 2023 di Bern, Swiss, 1-12 Agustus 2023. Kedua dalam kejuaraan antar zona di mana untuk wilayah Asia berlangsung di Jakarta, 9-12 November mendatang. Ketiga di Paris, Perancis, antara Maret-Juni tahun depan. Kualifikasi ketiga menjadi prioritas utama karena menyediakan lima kuota untuk atlet putra maupun putri, sedangkan kualifikais pertama dan kedua masing-masing hanya menyediakan satu kuota untuk putra-putri.
Untuk mengikuti kualifikasi ketiga, pemanjat harus masuk 24 besar dunia di setiap kelompok yang ditentukan oleh klasemen akhir Piala Dunia musim ini. Maka itu, penting bagi Indonesia mengantarkan para wakilnya berada di posisi teratas klasemen akhir musim ini. Nomor speed menyisakan empat seri dari total 12 seri musim ini, yakni di Salt Lake City, Amerika Serikat (19-21 Mei), Villars, Swiss (30 Juni-2 Juli), Chamonix, Perancis (7-9 Juli), dan Wujiang, China (22-24 September).
Di sisi lain, prestasi Raharjati menjadi peringatan untuk Indonesia agar tidak terlena dengan segenap rekor dunia yang diukir oleh Kiromal dan Veddriq dalam dua tahun terakhir. Sekali saja lengah, tim Merah-Putih bisa gigit jari seperti di seri Jakarta kali ini. Lagi pula, tingkat persaingan semakin ketat. Tak sedikit pemanjat dari negara lain yang bisa memanjat di kisaran waktu 5,01 detik atau amat dekat dengan rekor dunia Veddriq.
”Pekerjaan rumah utama adalah bagaimana caranya menjaga performa para atlet agar bisa terus konsisten. Ini perlu kerjasama antar pihak, mulai dari pengurus, pelatih, dan tenaga pendukung, seperti psikolog dan tim medis. Yang jelas, pemanjat-pemanjat kita punya probabilitas tinggi untuk lolos ke Olimpiade,” pungkas pelatih Indonesia Hendra Basir.