Penguasa lari jarak jauh Indonesia, Agus Prayogo, berhasil merebut kembali medali emas yang hilang di SEA Games tahun lalu. Tak hanya itu, nomor maraton juga berhasil menyapu bersih emas di nomor putra dan putri.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA dan DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO dari PHNOM PENH, KAMBOJA
·5 menit baca
PHNOM PENH, KOMPAS — Misi balas dendam Agus Prayogo, pelari nasional Indonesia, tercapai. Ia berhasil merebut kembali medali emas yang tahun lalu ”dicuri” Vietnam. Tak hanya itu, Indonesia bahkan mengawinkan medali emas di nomor maraton individu putra dan putri.
Setahun lalu, Agus Prayogo sudah mendekati garis finis lomba maraton di SEA Games Vietnam 2021. Ia mempertahankan kecepatan karena berpikir sudah tidak bisa disalip, tetapi sayang pelari asal Vietnam, Nguyen Thanh Hoang, berhasil mencapai garis finish lebih dahulu. Ia pun harus puas di urutan kedua dengan medali perak.
Kekalahan itu menjadi motivasi Agus untuk merebut emas yang seharusnya dikalungkan di lehernya. SEA Games Kamboja 2023 merupakan ajang balas dendam. Ia tahu Nguyen Thanh Hoang mengikuti kejuaraan yang sama dan berjumpa kembali.
Misi itu bisa dilaksanakan dengan baik oleh Agus. Bertanding di Provinsi Siem Reap, berjarak lebih kurang 310 kilometer dari Phnom Penh, Agus merasa cuaca begitu menyengat. Agus dan seluruh pelari maraton juga atlet jalan cepat yang bakal bertanding tiba di Siem Reap empat hari sebelum perlombaan. Ia dan atlet lainnya mencoba lintasan dan menyesuaikan diri dengan cuaca.
Menurut dia, cuaca di Kamboja lebih ekstrem dari semua penyelenggara SEA Games yang pernah diikuti Agus. ”Cuaca itu tantangan nomor satu, karena itu strategi pun harus disesuaikan,” ungkap Agus saat dihubungi dari Phnom Penh, Sabtu (6/5/2023).
Agus menceritakan strateginya di kejuaraan multicabang kali ini. Ia harus memanfaatkan semua water station yang ada di sepanjang lintasan. Lintasan maraton di Kamboja memiliki panjang lebih kurang 40 kilometer dengan lokasi water station di tiap 2 kilometer.
Haus gak haus saya tetap minum air, karena saya takut panasnya begini bisa bikin dehidrasi lalu hilang kesadaran.
”Haus gak haus saya tetap minum air, karena saya takut panasnya begini bisa bikin dehidrasi lalu hilang kesadaran,” ungkap peraih tujuh medali emas SEA Games tersebut.
Selain memanfaatkan water station, Agus hanya menggunakan strategi seperti biasa, yaitu mempertahankan kecepatan dan irama lari. Dengan misi balas dendam, Agus hanya fokus pada memenangi medali. Ia tak lagi memikirkan berapa panjang waktu yang ia tempuh, apalagi memecahkan rekor lari maraton.
Agus pun finis dengan catatan waktu 2 jam, 32 menit, dan 59 detik. Di urutan kedua terdapat pelari asal Filipina, Arlan Estobo Arbois, dengan catatan waktu 2 jam, 33 menit, dan 27 detik. Pelari Vietnam, Nguyen Thanh Hoang, harus puas dengan medali perunggu dengan catatan waktu 2 jam, 35 menit, dan 49 detik.
”Medali ini untuk anak saya yang nomor dua karena ulang tahun dia saya ndak bisa datang. Jadi medali ini untuk dia,” ungkap Agus.
Kemenangan ini sekaligus mengukuhkan kembali Agus sebagai penguasa lari jarak jauh di Asia Tenggara. Sepanjang penampilan Agus untuk Indonesia di SEA Games, Agus telah merebut tujuh medali emas. Dari tujuh emas itu, empat di antaranya dari nomor 10.000 meter, yaitu saat SEA Games Vientiane 2009, Jakarta-Palembang 2011, Singapura 2015, dan Kuala Lumpur 2017. Adapun dua emas lain adalah dari 5.000 meter di Jakarta-Palembang 2011 dan maraton pada perhelatan Filipina 2019 (Kompas, 12 November 2021).
Tak hanya Agus, Odekta Elvina Naibaho (31) juga berhasil mempertahankan medali emas di cabang olahraga atletik nomor lari maraton. Odekta membukukan catatan waktu 2 jam, 48 menit, dan 14 detik. Di tempat kedua ada pelari asal Vietnam, Thi Tuyet Le, dan medali perunggu untuk pelari asal Filipina, Christine Organiza Hallasgo.
Masih bertahan
Baik Agus maupun Odekta masih berkesempatan untuk tetap bersaing di kejuaraan maraton dan SEA Games mendatang. Menurut Agus, pelari memiliki umur berlari di kompetisi yang cukup panjang, berbeda dengan cabang olahraga lain yang sudah pensiun di umur 30-35 tahun. Kini Agus sudah berusia 38 tahun, usia yang tidak muda lagi untuk atlet profesional. “Tapi saya belum mau pensiun dan masih akan bertanding satu atau dua SEA Games lagi,” kata Agus.
Meskipun demikian, Agus percaya tim atletik di nomor lari pendek, jarak jauh, dan maraton memiliki atlet muda yang bisa menjadi penerus Agus maupun Odekta. Ia melihat potensi itu ada di tim atletik saat ini.
”Atlet muda juga punya potensi, saya mau lahir Agus-Agus berikutnya dan dengan potensi atlet saat ini saya pikir bisa jauh lebih baik. Indonesia beruntung karena atlet muda berpotensi masih akan berlaga banyak, mereka hanya butuh pengalaman dan konsistensi,” ungkap Agus.
Keberhasilan atlet Indonesia di nomor maraton putra dan putri perlu menjadi inspirasi cabang lainnya dan bakal memicu nomor atletik lainnya yang masih akan bertanding beberapa hari ke depan.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Atletik Indonesia (PB PASI) Tigor Tanjung mengungkapkan, hasil yang dicapai pelari maraton Indonesia sangat membanggakan. Menurut Tigor, Agus dan Odekta memiliki persiapan yang matang bahkan sejak kepulangan mereka dari Hanoi, Vietnam, tahun lalu.
Tigor mengatakan, program latihan untuk Agus dan Odekta sudah berjalan selama setahun. Ia menambahkan, selain karena persiapan, Agus dan Odekta memiliki kedisiplinan dan ketekunan. Dua hal itu merupakan kunci sukses mereka meraih medali emas dan mempertahankannya.
”Usianya tidak muda lagi, jadi tidak mudah bagi dia. Kedisiplinan dan ketekunan dia untuk berlatih meski usianya tidak muda lagi,” kata Tigor.
Tigor menyadari bahwa PASI perlu mencari pengganti Agus karena usia yang sudah tua. Pasalnya Indonesia tidak bisa bergantung pada Agus maupun Odekta saja. Apalagi mereka akan disiapkan di level yang lebih tinggi, yakni Asian Games dan Olimpiade.