Pemuda-Pemudi Kamboja Bangga Menjadi Bagian Sejarah
SEA Games 2023 punya arti yang mendalam bagi para pemuda Kamboja. Mereka pun saling berebut untuk sukarela menjadi bagian di dalamnya karena telah menantikan ajang itu selama puluhan tahun.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO dari Phnom Penh, Kamboja
·4 menit baca
PHNOM PENH, KOMPAS - Ribuan pemuda dilibatkan sebagai sukarelawan penyelenggaraan SEA Games Kamboja 2023. Mereka bangga menjadi bagian dari sejarah karena aktif terlibat dalam ajang multicabang olahraga pertama yang digelar di Kamboja tersebut.
Kamboja perlu 64 tahun lamanya untuk bisa menjadi tuan rumah SEA Games. Padahal, negara itu merupakan salah satu penggagas kejuaraan multicabang olahraga dua tahunan di Asia Tenggara itu. Banyak alasan mengapa Kamboja selalu gagal maupun menolak menjadi tuan rumah sejak 1959, salah satunya karena konflik domestik yang panjang.
Saat itu, kejuaraan multicabang dua tahunan tersebut masih bernama South East Asian Peninsular Games (SEAP Games) atau Pekan Olahraga Semenanjung Asia Tenggara. Anggotanya hanya Myanmar, Kamboja, Thailand, Malaysia, Laos dan Vietnam. Singapura bergabung setelahnya. Lalu, pada tahun 1975, Indonesia dan Filipina diusulkan bergabung. (Kompas, 18 Januari 1975).
Bergabungnya Indonesia dan Filipina membuat nama kejuaraan itu diganti menjadi Southeast Asian Games (SEA Games). Kamboja punya peran penting dalam pembentukan kejuaraan olahraga itu. Setelah 64 tahun berlalu, kesempatan nyata Kamboja untuk menjadi tuan rumah akhirnya datang.
Kamboja menjadi penyelenggara SEA Games ke-32 yang digelar pada tahun ini. Ajang itu merupakan pesta olahraga terbesar yang pernah diselenggarakan negara dengan penduduk hampir 17 juta orang tersebut. Sejarah pun ditoreh.
Pemerintah Kamboja mengklaim bahwa tahun ini pertama kalinya SEA Games dilaksanakan secara gratis. Biasanya, penyelenggara memiliki keputusan untuk membuat beberapa kewajiban tarif, seperti hak siar dan tiket penonton. Semua itu kini digratiskan. Pemerintah Kamboja bahkan meliburkan anak-anak sekolah agar mereka bisa menyaksikan atlet-atlet negara lainnya berlaga di stadion.
Banyaknya sejarah yang ditoreh dalam penyelenggaraan SEA Games kali ini membuat ribuan orang berebut menjadi sukarelawan. Setidaknya terdapat 7.000 pemuda, mulai dari siswa SMA hingga anak kuliah, yang bergabung menjadi sukarelawan. Mereka tidak mau melewatkan kesempatan itu dan berupaya untuk menjadi bagian dari momen penting tersebut.
Lim Bunbee (18), siswa kelas 3 SMA di Phnom Penh, misalnya, sudah mendaftar sebagai sukarelawan sejak dua bulan lalu. Setelah mendaftar secara daring, ia diterima dan langsung mendapatkan instruksi dari panitia. Mereka dibimbing dan didampingi oleh Panitia Pelaksana SEA Games Kamboja 2023 alias CAMSOC.
SEA Games ini memiliki banyak arti bagi warga Kamboja bahwa kami adalah warga negara yang maju dan intelek.
Menurut Lim, setiap sukarelawan dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok memiliki tugas dan kewajiban yang berbeda-beda, mulai dari mengurusi minuman untuk para atlet, menangani media, menjaga tiket, hingga bersih-bersih. Dalam sehari, ada beberapa kelompok yang harus bergantian tugas sebagai sukarelawan. Mereka bekerja 8-12 jam sehari tanpa diupah.
Mereka hanya diberikan akomodasi serta konsumsi. Ada bus khusus yang menjemput para sukarelawan. Mereka menjaga stadion di waktu yang berbeda, yaitu sepanjang pagi-siang dan siang-malam. ”Tentunya, saya sangat bangga bisa menjadi bagian dari SEA Games. Ini pertama kalinya negara kami menjadi penyelenggara,” kata Lim saat ditemui di Stadion Olimpiade Nasional Phnom Penh, Kamboja, Kamis (4/5/2023).
Lim menambahkan, SEA Games menjadi momen di mana semua negara di Asia Tenggara datang ke negaranya. Saat ini, kata Lim, semua mata menuju ke Kamboja. ”Ini baik untuk negara saya agar mereka melihat keindahan negara ini,” ungkap Lim kemudian.
Harapan yang sama disampaikan Sar Sochea (18), mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Kamboja. Sar merasa belum banyak orang di luar yang mengetahui tentang berbagai pesona tempat, sifat, maupun budaya Kamboja.
Dengan adanya SEA Games, ia berharap Kamboja bisa menjadi lebih dikenal dan banyak orang datang berkunjung ke negaranya itu. ”Saya juga ingin orang-orang mengenal budaya kami di sini,” ungkap Sar.
Lebih baik
Sar tidak mau lagi mendengar negaranya itu dijuluki ”neraka dunia” karena kejahatan genosida dan perang saudara pada masa silam. Menurutnya, saat ini, kaum muda intelektual sudah lahir. Kondisi Kamboja pun kini jauh lebih baik dibandingkan 30-40 tahun lalu.
Perkataan itu bukan tanpa alasan. Tahun 1975-1979, Phnom Penh dan seluruh wilayah Kamboja memang layaknya neraka akibat perang saudara berkepanjangan. Phnom Penh layaknya neraka karena api kremasi di mana-mana, membakar jasad-jasad warga Kamboja. (Kompas, 21 Februari 1975).
”SEA Games ini memiliki banyak arti bagi warga Kamboja bahwa kami adalah warga negara yang maju dan intelek,” ungkap Sar.
Tenaga sukarelawan bahkan bukan hanya datang dari Kamboja. Panitia juga membuka ruang untuk sukarelawan internasional, seperti Melinda yang berasal dari Filipina. Pada Kamis siang, ia berusaha mendampingi warga dari Filipina yang ingin menonton laga asal negaranya itu melawan tim tuan rumah pada Kamis malam.
”Saya senang bisa bergabung. Saya ingin membantu, apalagi sudah beberapa bulan ini saya bekerja di Phnom Penh,” ungkap Melinda.