Pertama kali dalam sejarah, derbi Manchester akan tersaji di final Piala FA. MU menyusul City ke final setelah memenangi drama adu penalti.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, MINGGU — Pertarungan selama 120 menit tidak cukup untuk menentukan pemenang duel semifinal berbeda filosofi antara Manchester United dan Brighton and Hove Albion. Bahkan, MU sampai butuh penendang penalti ketujuh demi menciptakan derbi Manchester pertama dalam sejarah final Piala FA.
Final ideal terwujud musim ini. ”Setan Merah” melaju ke partai puncak setelah menang adu penalti atas Brighton 7-6 di Stadion Wembley, Senin (24/4/2023) WIB. Mereka menyusul Manchester City yang sudah lolos sehari sebelumnya lewat kemenangan atas Sheffield United 3-0.
”Laga yang sangat sengit melawan tim yang hebat. Mereka bagus dalam penalti, tetapi saya selalu siap seperti biasa. Saya memberi tekanan kepada penendang mereka. (Final) nanti akan menjadi pertarungan besar karena kami akan bertemu salah satu tim terbaik di Eropa saat ini,” kata kiper David De Gea, salah satu penampil terbaik MU selama 120 menit.
Peraih tiket final terpaksa ditentukan lewat adu tos-tosan karena laga imbang 0-0 setelah waktu normal dan tambahan waktu. Drama adu penalti itu cukup adil. Sebab, Brighton dengan penguasaan bola dominan dan MU, yang lebih mengincar serangan balik, berimbang dalam jumlah peluang.
Pertarungan tertuju kepada dua kiper asal Spanyol, De Gea dan Robert Sanchez (Brighton). Mereka tampil apik dengan beberapa penyelamatan penting selama 120 menit. De Gea menahan dua kali peluang emas Brighton pada awal laga. Sanchez menahan dua peluang penyerang Marcus Rashford pada babak tambahan.
Namun, kejutan tidak berhenti datang, seperti hujan deras yang tiba-tiba turun saat adu penalti dimulai. Kedua kiper hanya menjadi kameo. Para penendang kedua tim sangat sempurna mengeksekusi penalti. Total 12 penendang berhasil memasukkan bola.
Termasuk Rashford dan Jadon Sancho yang sukses menaklukkan rasa trauma di Stadion Wembley. Mereka adalah dua eksekutor tim nasional Inggris yang gagal memasukkan penalti saat final Piala Eropa 2021. Mereka tidak terganggu, meskipun berhadapan langsung dengan tribune pendukung Brighton.
Situasi berbalik setelah penendang ketujuh Brighton, Solly March, gagal memasukkan bola. Tendangannya melambung tinggi di atas mistar gawang. Adapun sebelum March menendang, De Gea sempat mendekati titik putih dan mengatakan sesuatu kepada penyerang lawan.
Bek MU, Victor Lindeloef, menjadi penentu kemenangan lewat tendangan penalti terakhir. Dia mengecoh Sanchez dengan tendangan sempurna ke sudut atas kanan gawang. ”Setan Merah” pun berhak kembali ke partai puncak Piala FA setelah musim 2015-2016.
”Rasanya luar biasa (mencetak penalti penentu). Itu momen yang melegakan. Kami bangga bisa berada di final. Lebih baiknya lagi, kami bertahan sangat bagus sepanjang permainan dan mampu mengakhiri laga tanpa kemasukan,” ujar Lindeloef.
Keberanian Brighton
Brighton, yang berstatus tim ”kuda hitam”, tampil penuh keberanian di Stadion Wembley. Manajer berfilosofi ofensif Roberto De Zerbi menginstruksikan anak asuhnya untuk bermain dengan garis pertahanan tinggi dan membangun serangan dari bawah.
Final nanti akan menjadi pertarungan besar karena kami akan bertemu salah satu tim terbaik di Eropa saat ini.
Formasi 4-2-3-1 yang sering berubah menjadi 4-2-2-2 dalam penguasaan bola sangat efektif. Duet gelandang Brighton, Alexis MacAllister dan Moses Caicedo, berhasil mendominasi lini tengah. MU yang bertahan dengan blok medium cukup kerepotan menghadapi permainan sabar tim lawan.
Total, Brighton menguasai penguasaan bola hingga 60,9 persen. Mereka juga menciptakan umpan akurat sampai 540 kali, nyaris dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan MU (296 kali). Adapun setelah melewati garis tengah lapangan, serangan Brighton bertumpu kepada dua penyerang sayap, yaitu Kaoru Mitoma dan March.
De Zerbi cukup menyesal karena anak asuhnya tidak bisa menemukan sentuhan akhir yang tepat. Mereka berkali-kali sampai di kotak penalti MU, tetapi sering kali kehilangan peluang karena kontrol bola yang kurang baik. Seperti dua kesempatan yang didapatkan Mitoma dan penyerang pengganti Deniz Undav pada babak tambahan.
”Itulah sepak bola. Kami kecewa dan sangat sedih. Kami bermain hebat, tetapi kurang tajam saat di depan gawang. Hasil seperti ini sangat wajar dalam penalti. Biasanya tim yang menang adalah yang tidak pantas keluar sebagai pemenang,” tutur De Zerbi.
Ten Hag harus memutar otak akibat badai cedera. Manajer asal Belanda itu memasang bek sayap Luke Shaw di posisi lebih sentral, berdampingan dengan Lindeloef. Sementara itu, bek sayap kanan Diogo Dalot dipindahkan ke sisi kiri untuk mengisi posisi Shaw.
MU datang dengan rencana sangat jelas. Mereka lebih berhati-hati setelah ditaklukkan Sevilla, 0-3, pada laga perempat final kedua Liga Europa, Jumat lalu. Ten Hag pun menginstruksikan anak asuhnya lebih pasif saat tanpa bola, sambil menunggu kesempatan serangan balik.
Para penyerang yang punya kecepatan, seperti Rashford dan Anthony Martial, disiapkan untuk mengancam garis pertahanan tinggi Brighton. Hasilnya cukup efektif. Meskipun kalah penguasaan bola, mereka bisa mengimbangi Brighton dalam jumlah tembakan, 15-15.
Ten Hag mengatakan, daya juang tinggi membuat anak asuhnya pantas lolos ke partai puncak. ”Saya melihat tim yang berbeda daripada laga sebelumnya. Saya melihat determinasi dan ketenangan. Kami berani bertarung dalam setiap meter dan duel,” ujarnya.
Pada musim debut Ten Hag, MU telah berhasil mencapai final di dua kompetisi. Sebelumnya, mereka sukses menjuarai Piala Liga Inggris. Laga final Piala FA akan berlangsung di Stadion Wembley pada 3 Juni. Trofi kedua dengan mengalahkan tim tetangga akan membuat perjalanan awal Ten Hag sangat sempurna. (AP/REUTERS)