Jalan Berliku Pembenahan Kualitas Wasit
Kontroversi wasit seakan telah menjadi bagian tak terpisahkan di Liga Indonesia. Harapan menghadirkan VAR masih jauh panggang dari api, tetapi perhatian kepada wasit bisa menjadi awal pembenahan kualitas.
Setiap musim Liga Indonesia bergulir, masalah kualitas wasit selalu menjadi topik yang ramai dibicarakan. Keputusan kontroversi wasit seperti tak ada habisnya. Secara formal, evaluasi wasit selalu dilakukan, tetapi kualitas wasit tak pernah sepenuhnya bisa memenuhi harapan banyak pihak.
Di awal musim 2022-2023, Komite Wasit PSSI sempat menjatuhkan hukuman pembekuan tugas pada 24 wasit dan asisten wasit akibat keputusan yang keliru. Tetapi, keputusan berat itu tidak menghilangkan kontroversi di musim kompetisi Liga 1 yang baru berakhir, Minggu (16/4/2023).
Pelatih PSM Makassar Bernardo Tavares adalah sosok yang paling lantang menyuarakan buruknya kualitas wasit di Indonesia. Juru taktik asal Portugal itu mengatakan, pernyataannya tentang wasit adalah upayanya untuk memberikan masukan demi perbaikan perangkat pertandingan di kompetisi Indonesia.
Upaya pembenahan wasit, terutama untuk menghindari peluang terlibat dalam praktek mafia bola, telah digagas PSSI untuk memberikan bayaran per laga yang besar. Untuk musim 2022-2023, PSSI memberikan bayaran Rp 10 juta per laga untuk wasit utama, lalu Rp 7,5 juta untuk asisten wasit, serta Rp 5 juta diberikan kepada wasit tambahan.
Baca juga: Darurat Pembenahan Kualitas Wasit
Nilai itu membuat wasit di Liga 1 Indonesia mendapat bayaran tertinggi di Asia Tenggara dan salah satu bayaran terbesar di Asia. Tetapi, bayaran tinggi tidak menjamin peningkatan kualitas wasit. Kontroversi wasit umumnya mengenai keputusan untuk menentukan offside dan jenis pelanggaran di kotak penalti yang berbuah hukuman penalti.
Thoriq Munir Alkatiri, salah satu wasit berlisensi FIFA di Indonesia, mengatakan kritik dan masukan yang diterima wasit selalu menjadi bahan evaluasi mereka. Thoriq menuturkan, pengetahuan wasit dalam aturan permainan (laws of the game) selalu diperbaharui melalui workshop yang rutin dilakukan federasi pada sebelum dan di tengah kompetisi.
”Tidak ada dari kami yang ingin melakukan kesalahan. Kami selalu berkomitmen menjalani tugas dengan kemampuan terbaik, sebab jika ada kekeliruan, kami sendiri yang rugi,” ujar Thoriq.
Proses panjang
Untuk menjadi wasit di kompetisi kasta tertinggi di Tanah Air, seorang wasit harus mengumpulkan jam terbang dari sejumlah pertandingan di level terendah, misalnya turnamen antarkampung (tarkam). Untuk menempelkan lencana PSSI di dada demi bisa memimpin laga tarkam dan turnamen level kabupaten/kota, seorang wasit harus lolos dalam ujian sertifikasi wasit C3 yang diselenggarakan PSSI.
Setelah itu, wasit bisa naik level untuk menjalani tes sertifikat C2. Pada jenis sertifikat ini, seorang wasit berhak mengambil tugas di kompetisi resmi di level yunior yang mendapat pengawasan dari PSSI, atau Asosiasi Provinsi PSSI, serta kompetisi Liga 3.
Jika sudah mendapat penilaian baik di level C2, wasit bisa mengikuti tes untuk mendapat lisensi C1 yang merupakan sertifikat tertinggi wasit di Indonesia. Dengan memegang sertifikat C1, seorang wasit bisa bertugas di kompetisi profesional, seperti Liga 1 dan Liga 2.
Setelah mendapat sertifikat wasit utama PSSI, C1, maka wasit itu bisa membuka peluang untuk mengikuti tes mendapatkan lencana FIFA. Kursus untuk menjadi wasit level internasional diselenggarakan setiap tahun oleh FIFA atau Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC).
Tidak ada dari kami yang ingin melakukan kesalahan. Kami selalu berkomitmen menjalani tugas dengan kemampuan terbaik, sebab jika ada kekeliruan, kami sendiri yang rugi.
Sukarjo, mantan wasit profesional Indonesia, menuturkan, jam terbang di level pertandingan tarkam hingga turnamen yunior amat penting untuk membenahi kesalahan dan meningkatkan pemahaman aturan pertandingan.
Di antara wasit, kata Sukarjo, ada istilah 'belum bisa menjadi wasit bagus kalau sepatu harga Rp 2 juta hanya tinggal Rp 1 juta setelah pertandingan'. Dengan senyum, ia mengungkapkan arti dari istilah itu bahwa ketika memulai karier sebagai pengadil laga, seorang wasit harus siap diuber-uber pemain yang tidak paham regulasi tetapi menganggap kita melakukan keputusan yang salah.
”Di kompetisi tarkam terkadang kita menghadapi para pemain yang mudah tersulut emosi karena tidak puas kepemimpinan kita, tetapi itu membuat kita belajar. Level terendah adalah tempat belajar terbaik bagi wasit,” ucap Sukarjo, yang memegang lisensi wasit utama PSSI pada periode 1997 hingga 2009.
Abu Chaer, eks wasit nasional periode 1995-2006, menambahkan, ”Wasit harus memiliki pengalaman yang lengkap dari level amatir sampai profesional. Jangan ada tahapan yang dilompati, sebab jika itu terjadi, kualitas mereka akan terlihat timpang dibandingkan wasit berpengalaman lain di liga profesional.”
Perhatian lebih
Untuk membenahi wasit mulai kompetisi edisi 2023-2024, Ketua Umum PSSI Erick Thohir berusaha mengurai benang kusut persoalan wasit. Selain berusaha untuk meningkatkan sistem pendidikan wasit serta mempertegas sistem apresiasi dan hukuman (reward and punishment), Erick menggandeng BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada para pengadil lapangan hijau.
Sebanyak 353 wasit yang bertugas di Liga 1 dan Liga 2 musim ini mendapat perlindungan sosial ketenagakerjaan. Erick mengatakan, hal itu merupakan wujud perhatian yang diberikan PSSI kepada wasit yang selama ini lebih sering disorot akibat kontroversi di pertandingan.
Baca juga: Urgensi Persiapan Psikologis untuk Wasit Sepak Bola Indonesia
”Selama ini kita kurang memberikan perhatian kepada wasit. Ini ikhtiar kami untuk membenahi kualitas pengadil lapangan di kompetisi musim selanjutnya,” kata Erick.
PSSI pun berkomitmen untuk menjajaki kehadiran teknologi asisten wasit peninjau video (VAR). Untuk menghadirkan VAR di kompetisi profesional, banyak hal yang harus disiapkan, mulai dari kesiapan infratsruktur stadion, kursus untuk wasit VAR, dan instalasi teknologi yang disiapkan FIFA.
Biaya yang dikeluarkan untuk instalasi teknologi VAR di Liga Indonesia pun tidak murah. Untuk memasang teknologi VAR dalam satu musim liga, PSSI memerlukan 6 juta dollar AS (Rp 93,2 miliar).
”Teknologi sudah jadi kewajiban. Saya harap Liga Indonesia segera bisa menghadirkan VAR karena amat mendukung kerja wasit,” kata Sukarjo.
Baca juga: Komitmen Wasit FIFA Jaga Kualitas Laga PON
Liga Indonesia masih berjarak beberapa langkah untuk mengejar ketertinggalan kualitas dan fasilitas wasit dibandingkan dengan liga-liga di Eropa. Meski begitu, upaya untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan wasit adalah langkah awal yang krusial untuk mengantisipasi ”tangan-tangan” yang hendak merayu wasit melakukan hal negatif.