Datang membawa asa bersama manajer baru, ”Si Rubah” justru menjadi korban teranyar Manchester City yang sedang dalam mode berburu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANCHESTER, MINGGU — Bagi Manchester City, sepuluh laga terakhir musim sudah seperti putaran final untuk para pebalap. Mereka selalu mampu mencurahkan kekuatan maksimal pada fase terpenting itu. Mode berburu City seperti dalam lima musim terakhir, mulai terlihat lagi jelang garis finis musim ini.
Seperti saat City menaklukkan tim tamu Leicester City 3-1 di Stadion Etihad, pada Minggu (16/4/2023) dini hari WIB. Mereka, hanya merotasi dua bek utama, terlalu kuat sejak menit pertama untuk ”Si Rubah” yang datang dengan manajer baru, yaitu Dean Smith.
Tim tuan rumah sudah unggul 2-0 pada menit ke-13 lewat tendangan spekulatif bek John Stones dan penalti penyerang Erling Haaland. Rencana Leicester untuk bertahan dengan blok superrendah dalam formasi 5-4-1 dan mengandalkan serangan balik pun berantakan.
Derita Leicester dilengkapi dengan sumbangan gol kedua Haaland lewat transisi kilat. City sukses menghukum Leicester yang bermain lebih terbuka setelah tertinggal dua gol. Gol ke-32 Haaland di Liga Inggris musim ini tersebut cukup untuk memastikan raihan tiga poin.
Kami bermain untuk memenangi laga ini. Hal itu bisa dilihat sejak awal laga.
”Pastinya,” kata Manajer City Josep Guardiola ketika ditanya tentang pentingnya kemenangan itu untuk mengejar pemimpin klasemen sementara Arsenal. ”Kami bermain untuk memenangi laga ini. Hal itu bisa dilihat sejak awal laga,” lanjutnya.
Berkat kemenangan itu, ”The Citizens” saat ini memperkecil jarak jadi 3 poin dengan Arsenal yang baru akan menjalani laga versus West Ham United pada Minggu malam. Adapun pada pertandingan liga selanjutnya, City sebagai juara bertahan akan menjamu Arsenal di Stadion Etihad.
City, seperti musim-musim sebelumnya, memasuki bagian terakhir musim dengan sempurna. Haaland dan rekan-rekan telah mencatat 6 kemenangan beruntun untuk memasuki 8 laga terakhir. Mereka tidak lagi mudah kehilangan poin, seperti pada paruh pertama musim.
Tim asuhan Guardiola itu selalu menunjukkan mentalitas juara pada pengujung musim. Menurut BBCSport, City total mengoleksi 145 poin dalam 10 pertandingan terakhir pada 6 musim sebelumnya. Tidak ada satu tim pun yang bisa melebihi gabungan poin tersebut.
The Citizens mencatat rekor kemenangan hingga 76,6 persen (46 menang, 7 seri, 7 kalah). Pada musim 2017-2018, mereka bahkan sempat menyapu bersih kemenangan pada 10 laga terakhir. Adapun mode berburu itu menghasilkan 4 gelar juara liga pada era Guardiola.
Mentalitas juara tersebut pula yang membuat City lebih diunggulkan atas Arsenal dalam perburuan gelar musim ini. Seperti sebelum laga pekan ini ketika Arsenal masih unggul 6 poin atas City. Superkomputer Opta tetap memperkirakan City (53,1 persen) lebih berpeluang juara ketimbang Arsenal (46,9 persen).
Apalagi, City memiliki jadwal yang lebih ringan dibandingkan Arsenal pada sisa musim ini. Mereka masih menghadapi dua tim klasik empat besar, yaitu Arsenal dan Chelsea, tetapi berlangsung di kandang. Sisanya jadwal yang cukup berat hanya bertandang ke markas tim papan tengah, Brighton and Hove Albion dan Brentford.
”Skuad ini luar biasa. Tentang bagaimana cara kami bisa mendorong satu sama lain untuk maju. Juga tentang betapa percaya dirinya kami. Saya tidak pernah merasa kebersamaan seperti ini di dalam sebuah tim. Kami akan terus percaya diri dan menatap laga yang datang bersama-sama,” kata gelandang pengganti City, Kalvin Phillips.
Skuad terbaik
Biasanya manajer baru di Liga Inggris sering kali mengubah nasib tim dalam debutnya, terutama musim ini. Namun, Smith gagal menciptakan momen ajaib itu. Leicester terjebak dalam tren 4 kekalahan beruntun dan masih menempati peringkat ke-19.
Si Rubah kurang beruntung karena gagal memanfaatkan gejolak City pada paruh kedua. Mereka bangkit lewat gol mantan penyerang City, Kelechi Iheanacho, pada menit ke-75. Tim tamu mendapatkan angin kedua setelah gol itu.
Mirisnya, Leicester gagal memaksimalkan dua peluang emas jelang akhir laga. Gelandang James Maddison tidak mampu menaklukkan kiper Ederson dalam situasi satu lawan satu. Iheanacho kurang beruntung karena sepakannya membentur tiang gawang.
”Jujur saja kami takut setelah membiarkan mereka unggul cepat. Lalu tertinggal 0-3 saat laga baru berjalan 20 menit lebih. Namun, saya bangga karena anak-anak bisa menunjukkan karakter pada paruh kedua. Kami bermain jauh lebih baik dan bisa menghasilkan peluang besar,” ujar Smith.
Penurunan drastis performa City berawal dari para pemain yang sudah merasa nyaman dengan keunggulan tiga gol. Kualitas skuad juga tidak sama pada paruh pertama karena Guardiola mengganti nyaris separuh skuad terbaiknya. Pencetak gol, Haaland dan Stones, langsung ditarik setelah turun minum.
Gelandang andalan Rodri (menit ke-53) dan Kevin De Bruyne (menit ke-62) menyusul. Hingga terakhir penyerang sayap Jack Grealish diganti pada menit ke-73. Sang manajer sengaja merotasi skuad karena masih akan bertandang ke markas Bayern Muenchen dalam laga kedua perempat final Liga Champions pada Kamis nanti.
Sebagai gantinya, Guadiola menampilkan beberapa pemain cadangan yang jarang dapat kesempatan, antara lain Phillips dan gelandang 20 tahun Cole Palmer. Phillips terakhir kali mendapat kesempatan tampil lebih dari 30 menit di liga pada akhir Februari. Palmer hanya bermain 1 menit saat diturunkan versus Liverpool, awal April.
Menurut Guardiola, rotasi skuad tidak bisa dihindari karena mereka masih bersaing di tiga kompetisi. ”Saya hanya ingin menghindari cedera. Kami melakukan pergantian karena sudah memegang kendali. Tidak bisa dimungkiri, pergantian itu membuat level permainan sedikit turun,” ujarnya. (AP/REUTERS)