Pagar Jangkung Si Jalak Harupat Meninggalkan Pesan
Dari renovasi pagar jangkung di Stadion Si Jalak Harupat, tercermin betapa jauh tertinggal industri sepak bola Indonesia dibandingkan level internasional.
Oleh
KELVIN HIANUSA, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·5 menit baca
Stadion Si Jalak Harupat mungkin bukan pilihan pertama untuk markas klub terbesar di Jawa Barat, Persib Bandung. Stadion berkapasitas 27.166 penonton itu lebih sering digunakan klub divisi dua Persikab Bandung. Namun, khusus agenda internasional, tempat tersebut adalah rujukan pertama.
Seperti sekitar empat setengah tahun lalu. Stadion Si Jalak Harupat menjadi saksi bisu dari aksi megabintang Korea Selatan Son Heung-min dalam ajang Asian Games 2018. Demi menyelenggarakan ajang itu, renovasi terbesar dilakukan sejak stadion berdiri pada 2005.
Kondisi lapangan dan rumput ketika itu masih jauh dari sempurna. Pelatih tim nasional Korsel U-23 Kim Hak-bum sempat mengkritik lapangan yang kurang nyaman bagi para pemainnya. Rumput dinilai sedikit lunak, sementara tanah terlalu keras.
Bermodal pengalaman di Asian Games, Stadion Si Jalak Harupat bersolek total untuk Piala Dunia U-20 2023, 20 Mei – 11 Juni. Jabar terpilih menjadi satu dari enam kota penyelenggara. Renovasi dilakukan lagi demi menghasilkan stadion sesuai standar FIFA.
Sayangnya, Piala Dunia batal digelar di Indonesia dua bulan jelang penyelenggaraan. Padahal, tiga hari setelah pembatalan tuan rumah oleh FIFA, Senin (3/4/2023), renovasi stadion sudah rampung. Lapangan sudah tertutup rapi rumput dengan motif selang-seling, hijau muda dan tua. Tidak lagi terlihat kondisi lapangan botak dan rumput menguning seperti sebelumnya.
Pengaspalan trek atletik sudah selesai. Trek sudah ditutup rumput sintetis, sesuai permintaan FIFA. Di bagian atas, puluhan lampu LED baru sudah terpasang rapi, bersiap menyinari lapangan jika pertandingan berlangsung malam hari. Mesin penyemprot air otomatis juga tersebar di masing-masing sisi.
Tulisan raksasa "Si Jalak Harupat" terpampang di tribune penonton, tepat berhadapan dengan lorong keluar-masuk pemain. Di tengah siang terik itu, sudah bisa terasa kemegahan dan sayup-sayup gemuruh suara penonton yang akan menyambut para calon bintang dunia nanti.
Pembatalan sama sekali tidak terbayang sebelumnya. "Mewakili perasaan seluruh masyarakat, ada kekecewaan luar biasa. Apalagi Jabar sudah menyiapkan Stadion Si Jalak Harupat, kemudian stadion lain untuk latihan," ucap Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Ini saatnya kita maju, harus siap. Infrastruktur sudah siap, sumber daya pasti mengikuti. Kalau tidak, ya, tidak akan pernah maju.
Namun, Ridwan menambahkan, bukan waktunya lagi untuk saling menyalahkan. Masa depan cerah sepak bola sudah menanti, terutama dengan warisan infrastruktur di satu stadion utama dan empat lapangan latihan. Semuanya berstandar internasional.
Selain stadion utama, terdapat empat lapangan latihan yang juga dibenahi kondisi rumputnya, yaitu Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Stadion Sidolig, lapangan IPDN, dan lapangan Unpad. Adapun anggaran pengerjaan, menurut Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), mencapai 53,9 miliar. Jumlah itu merupakan yang terbesar dibandingkan kota lain.
Warisan bisa digunakan untuk pengembangan berjenjang. Dengan rumput yang berkualitas tinggi, bakat para pemain akan bisa dikeluarkan maksimal. Iinfrakstruktur tersebut juga bisa menjadi modal untuk menggelar ajang-ajang internasional selanjutnya.
Pagar jangkung
Perubahan paling total terjadi di Stadion Si Jalak Harupat, sebagai tempat berlangsungnya pertandingan. Ada banyak renovasi yang tidak terjadi di stadion lain. Salah satunya pelepasan pagar setinggi dua meter lebih. Alhasil, tidak ada lagi penghalang penonton untuk turun ke lapangan.
Terdapat juga tangga evakuasi yang menyambungkan area sekitar lapangan ke tribune penonton. Tangga itu merupakan akses darurat untuk para penonton jika terjadi bencana alam atau peristiwa tidak terduga di tribune.
Dua elemen perubahan itu menjadi tanda tanya besar. Apakah fasilitas standar FIFA tersebut tepat akan dipertahankan atau justru dirombak ulang setelah berfungsi sebagai markas klub? Seperti diketahui, pagar itu digunakan untuk membatasi penonton nakal.
Sangat mungkin, stadion dikembalikan ke fungsi semula sebelum renovasi. Artinya akan terjadi bongkar dan pasang ketika ada ajang internasional. Tentu hal itu hanya akan membuang-buang biaya dan membuat sepak bola Indonesia jalan di tempat.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bandung, Kawaludin, berkomitmen, tidak akan memasang kembali pagar itu, meskipun setelah Piala Dunia dibatalkan. Menurut dia, sudah saatnya kultur menonton sepak bola Indonesia maju ke standar internasional.
"Etika penonton harus etika internasional. kalau berangan-angan ingin internasional, tetapi budaya penonton masih lokal, ya akan berat. Kita harus mengubah budayanya. Jadi, jangan dikembalikan lagi pagar jangkungnya," ujar Kawaludin.
Sikap penonton, menurut Kawaludin, juga akan berhubungan dengan perawatan stadion. Menurut dia, biaya sewa Stadion Si Jalak Harupat sering kali tidak cukup untuk perawatan. Biaya itu bahkan kadang kurang untuk membenahi kerusakan setelah dipakai.
Pastinya tidak mudah untuk mewujudkan kultur menonton yang sehat. Semua aspek harus saling mendukung, mulai dari manajemen penonton hingga keamanan. Pemberian hukuman terhadap penonton nakal harus tegas, tetapi petugas keamanan juga tidak boleh represif. Tugas Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) merumuskan itu.
Indonesia mesti meniru negara maju dalam sepak bola, seperti Inggris. Tidak dalam semalam mereka menjadikan sepak bola sebagai tontonan yang nyaman untuk keluarga. Semua belajar dari perbaikan sistem berjenjang, terutama belajar terhadap pengalaman, seperti dari Tragedi Heysel dan Hillsborough.
"Seharusnya Tragedi Kanjuruhan bisa menjadi momentum untuk kita. Seperti (kelompok suporter) Bandung dan Jakarta sudah lebih enak setelah tragedi. Ini saatnya kita maju, harus siap. Infrastruktur sudah siap, sumber daya pasti mengikuti. Kalau tidak, ya, tidak akan pernah maju," kata Ketua Umum Viking Persib Club, Tobias Ginanjar.
Nama Stadion "Si Jalak Harupat" berasal dari julukan pahlawan asal Bandung, yaitu Otto Iskandar Dinata. Artinya adalah ayam jantan yang melambangkan keberanian. Mungkin, di stadion ini, keberanian untuk mengubah kultur lama bisa dimulai, meskipun dari sebuah benda mati.