Lolos dari Sanksi Berat, PSSI Wajib Penuhi Janji Pembenahan
Publik menunggu PSSI mewujudkan komitmen transformasi sepak bola nasional. Meski bukan sanksi berat, kehilangan dana FIFA Forward adalah kerugian besar bagi PSSI.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sanksi administrasi yang diberikan FIFA kepada PSSI menunjukkan pengelolaan sepak bola nasional penuh cela. Pengurus PSSI periode 2023-2027 di bawah kepemimpinan Erick Thohir wajib mengerahkan seluruh fokus dan tenaga untuk memenuhi janji demi membenahi olahraga terpopuler di Tanah Air itu secara menyeluruh.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyebut FIFA memberikan PSSI hukuman kartu kuning berupa sanksi administrasi dengan pembekuan dana program FIFA Forward 3.0 periode 2023-2025. Hukuman itu sejenak mengangkat kekhawatiran PSSI dan Pemerintah RI terhadap ancaman pembekuan keanggotaan dari FIFA yang membuat kompetisi domestik tidak bisa dijalankan serta tim nasional Indonesia absen dari turnamen internasional.
Dengan sanksi ini, kita masih terus melanjutkan program transformasi sepak bola bersama FIFA. Kita bisa bermain dan berkompetisi di SEA Games pada akhir bulan ini.
”Dengan sanksi ini, kita masih terus melanjutkan program transformasi sepak bola bersama FIFA. Kita bisa bermain dan berkompetisi di SEA Games pada akhir bulan ini,” kata Erick dalam keterangannya seusai bertemu Presiden FIFA Gianni Infantino di Paris, Perancis, Kamis (6/4/2023) malam WIB.
Erick menganggap sanksi administrasi itu perlu menjadi pelajaran bagi seluruh pemangku kepentingan sepak bola Indonesia. Bersama pengurus PSSI periode 2023-2027, Erick berkomitmen untuk segera menyiapkan tiga kasta kompetisi profesional, pembinaan usia dini, hingga program tim nasional untuk meraih prestasi di ajang internasional.
CEO Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) M Hardika Aji mengatakan, sanksi administrasi itu harus melecut Erick Thohir dan seluruh pengurus PSSI untuk fokus menjalankan sejumlah program reformasi sepak bola yang telah digagas sejak terpilih pada Kongres Luar Biasa PSSI 2023, Februari lalu. Ia menegaskan, pembenahan kompetisi perlu menjadi salah satu perhatian utama.
Namun, Aji mengingatkan, perbaikan liga bukan sekadar hal mendasar, seperti format dan jadwal kompetisi. Lebih dari itu, ia berharap PSSI periode ini juga memberikan perhatian besar kepada kondisi pemain yang menjadi elemen utama bagi berjalannya kompetisi nasional.
”Sudah ada instrumen hukum untuk menjamin perlindungan pesepak bola melalui Undang-Undang Keolahragaan. Federasi harus mengadopsi regulasi itu di ranah sepak bola sehingga semua pesepak bola memiliki jaminan dari situasi cedera hingga tidak terulang lagi kasus klub mengabaikan hak-hak pemain,” ujar Aji di Jakarta, Jumat (7/4/2023).
Sebagai contoh, pada periode Agustus 2022, APPI menjadi fasilitator bagi ratusan pemain untuk menagih pembayaran gaji yang ditunggak oleh delapan klub Liga 2. Nilai tunggakan itu mencapai Rp 1,82 miliar.
Selain itu, dua klub Liga 1, yaitu Persikabo 1973 dan Persija Jakarta, mendapat hukuman dari FIFA akibat tidak membayar gaji mantan pemain asing sesuai kontrak yang telah ditandatangani untuk musim 2020. Para pemain impor itu ialah Alex Dos Santos Goncalves (Persikabo) dan Marko Simic (Persija).
”Kasus itu diawali keputusan sepihak PSSI dan klub yang memotong gaji pemain di masa pandemi. Kami berharap di masa mendatang PSSI melibatkan pula pemain untuk membuat keputusan yang berimbas kepada hak pemain,” kata Aji.
Sekretaris Jenderal Presidium Nasional Suporter Sepak Bola Indonesia (PNSSI) Richard Achmad mengatakan, sanksi FIFA itu perlu menjadi pelajaran bagi PSSI dan semua pemangku kepentingan sepak bola nasional. Ia ingin semua pihak tidak menganggap sebelah mata upaya untuk melakukan pembinaan kepada kelompok pendukung sepak bola setelah Tragedi Kanjuruhan.
”Harus dipahami semua pihak, (pembinaan) suporter adalah bagian terpenting untuk menjadi barometer pembenahan sepak bola. Kami berharap fans tidak hanya dipakai ketika ada keperluannya saja, kemudian ketika sudah tidak digunakan suporter dilupakan,” ucap Richard.
Oleh karena itu, PNSSI berharap PSSI dan pemerintah bisa menjalankan amanat Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Suporter memiliki hak yang perlu diterapkan, seperti perlindungan hukum, pembinaan, kesempatan prioritas kepemilikan saham klub, dan perlindungan untuk memberikan dukungan langsung.
Untuk mendapatkan hak itu, kelompok suporter pun harus berbadan hukum. Pembentukan badan atau organisasi hukum itu didasari rekomendasi dari klub atau PSSI selaku induk organisasi sepak bola.
Menurut Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer, pelaksanaan kompetisi adalah tolok ukur yang paling mudah untuk menilai keberhasilan gagasan reformasi sepak bola nasional. Ia menambahkan, kompetisi yang berjalan ideal dengan perbaikan seluruh aspek, seperti jadwal, nasib pemain, dan suporter, bakal menjadi tempat ideal sebagai kawah candradimuka bagi pembentukan tim nasional berprestasi.
Akmal pun menyambut positif cetak biru sepak bola Indonesia yang telah disampaikan Erick kepada Infantino. Akan tetapi, ia mengingatkan, gagasan cetak biru itu harus bisa diimplementasikan secara maksimal agar Indonesia tidak mendapat akumulasi kartu kuning atau bahkan langsung diganjar kartu merah oleh FIFA di masa mendatang.
”Kita selama ini pintar membuat program, tetapi lemah dalam eksekusi, misalnya Visi PSSI 2045 yang tidak berjalan. Cetak biru itu harus dijalankan sehingga FIFA melihat perubahan mendasar di sepak bola Indonesia,” kata Akmal.
Kehilangan dana pembinaan
Sanksi tidak mendapatkan dana FIFA Forward 3.0 sejatinya bukan persoalan kecil. Program FIFA Forward 3.0 adalah program utama Infantino pada kampanye menjelang pemilihan Presiden FIFA periode 2023-2027 pada Kongres FIFA ke-73 di Kigali, Rwanda, awal Maret lalu.
Melalui FIFA Forward 3.0, yang berjalan pada 2023 hingga 2025, otoritas sepak bola internasional itu akan memberikan dana pembinaan kepada 211 anggota. Dana itu meliputi tiga kategori, yaitu 5 juta dollar AS atau sekitar Rp 74,7 miliar untuk biaya operasional, lalu 3 juta dollar AS (Rp 44,8 miliar) untuk menjalankan proyek sepak bola guna mencapai target jangka panjang, serta tambahan 1,2 juta dollar AS (Rp 17,9 miliar) untuk biaya akomodasi dan perlengkapan tim nasional.
Pada program FIFA Forward 2.0 periode 2019-2021, FIFA memberikan PSSI dana sebesar 3 juta dollar AS. Dana itu terdiri dari 2,3 juta dollar AS (Rp 34,4 miliar) untuk dana operasional dan 700.000 dollar AS (Rp 10,5 miliar) yang merupakan bantuan Covid-19. Adapun pada periode perdana FIFA Forward 1.0 (2016-2018), PSSI menerima 3,8 juta dollar AS (Rp 56,7 miliar).
Infantino menuturkan, sanksi itu bisa diulas ulang kapan pun. Ia menegaskan, penghentian sanksi pembekuan dana FIFA Forward amat ditentukan oleh komitmen PSSI untuk menjalankan rencana strategi yang telah disampaikan di Paris.