Meski menjadi salah satu unggulan ganda putri All England bersama Siti Fadia Silva Ramadhanti, Apriyani Rahayu tak ingin bicara peluang juara. Dia meredam keinginannya agar bisa fokus pada tiap laga dengan baik.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Apriyani Rahayu paham efek buruk terlalu besarnya keinginan menjuarai All England. Pebulu tangkis ganda putri Indonesia itu kini mencoba mengerem ambisi agar tak mengulangi pengalaman di All England 2018.
All England 2023, yang akan diikuti Apriyani/Siti Fadia Silva Ramadhanti dan 15 wakil Indonesia lainnya, akan digelar di Birmingham, Inggris, 14-19 Maret. Ajang itu adalah salah satu dari empat turnamen berlevel BWF World Tour Super 1000 tahun ini, selain Malaysia, Indonesia, dan China Terbuka.
Dalam struktur turnamen BWF, Super 1000 berada pada Grade II Level ke-2, di bawah Level ke-1, yaitu turnamen Final BWF. Adapun ajang Grade I di antaranya Kejuaraan Dunia, Piala Thomas, Piala Uber, Piala Sudirman, dan PIala Suhandinata.
”All England memang turnamen Super 1000 yang berbeda. Atmosfernya beda dengan turnamen lain, mungkin karena merupakan kejuaraan tertua. Semua pebulu tangkis ingin juara di All England,” kata Apriyani setelah berlatih di pelatnas bulu tangkis, Cipayung, Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Bersama Fadia, salah satu program yang dijalaninya adalah latihan refleks tanpa melihat lawan di seberang net. Eng Hian, pelatih ganda putri yang melatih drilling kedua pemain itu, menggantungkan karpet di net untuk menghalangi pandangan Apriyani dan Fadia. Mereka diharuskan bergerak dengan cepat tanpa melihat pergerakan lawannya.
Kedua pemain itu pernah tampil di All England, tetapi tidak sebagai pasangan. Apriyani bermain bersama Greysia Polii pada 2018, 2019, 2020, dan 2022. Sementara Fadia berpasangan dengan Ribka Sugiarto di All England 2020.
Meskipun akan tampil pertama kali di All England sebagai pasangan, Apriyani/Fadia menempati unggulan kedelapan. Mereka akan menghadapi Benyapa Aimsaard/Nuntakarn Aimsaard (Thailand) di babak pertama. Unggulan lainnya yang berada pada paruh undian bawah bersama mereka adalah Nami Matsuyama/Chiharu Shida (Jepang/unggulan kedua), Jeong Na-eun/Kim Hye-jeong (Korea Selatan/4), dan Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai (Thailand/7).
”Kami pasti ingin berprestasi di sana. All England seperti membuat hati kami ‘terbakar’, tetapi kami harus bisa mengontrol itu (ambisi). Saat atlet punya keinginan juara dan itu tidak bisa dikontrol, efeknya bisa buruk,” tutur Apriyani.
Fadia, yang dalam obrolan itu lebih banyak mendengarkan seniornya, menambahkan, keinginan menggebu-gebu untuk juara bisa membuat atlet kehilangan fokus bermain meski baru menjalani babak pertama.
Dalam wawancara, Apriyani kesulitan menjelaskan bahwa atlet harus punya motivasi dan target, tetapi juga harus bisa mengontrolnya. Namun, dari pengalamannya ketika tampil pada All England 2018 bersama Greysia, dampak buruk dari keinginan juara yang terlalu menggebu itu jadi bisa lebih mudah dimengerti.
Greysia/Apriyani memiliki peluang besar menjuarai All England 2018 berkat performa gemilang sejak berpasangan pada Mei 2017. Mereka menjuarai Thailand Terbuka pada turnamen individual pertama, juara Perancis Terbuka, dan menjadi finalis Hong Kong Terbuka pada 2017.
Saya bahkan tidak punya rasa penasaran untuk juara All England. Bukan berarti tidak ingin juara, tetapi mungkin karena saya sudah bisa mengontrol keinginan saya. (Apriyani Rahayu)
Awal 2018 pun mereka jalani dengan baik, yaitu dengan mencapai final Indonesia Masters dan juara India Terbuka. Saat itu, Eng Hian pun mengatakan bahwa All England 2018 menjadi momen yang tepat untuk melahirkan juara ganda putri dari Indonesia.
”Saya juga ingin banget juara. Saat itu, saya bilang pada diri sendiri harus juara All England, itu jadi kesempatan baik. Namun, saya justru ‘tidak bisa’ main pada babak pertama karena tidak bisa fokus pada permainan,” tutur Apriyani, yang akhirnya kalah pada babak awal dari Gabriela Stoeva/Stefani Stoeva (Bulgaria), 11-21, 19-21.
Dari pengalaman itu, Apriyani tak ingin berbicara berlebihan tentang All England 2023. Dari empat penampilan bersama Greysia, hasil terbaiknya di sana hanya perempat final. Pada All England 2022, mereka bahkan tak bisa menyelesaikan babak kedua karena cedera kaki kanan yang dialami Apriyani.
”Saya bahkan tidak punya rasa penasaran untuk juara All England. Bukan berarti tidak ingin juara, tetapi mungkin karena saya sudah bisa mengontrol keinginan saya. Saya dan Fadia akan fokus per pertandingan, seperti ketika saya dan Kak Greysia menjalani Olimpiade,” kata Apriyani, yang meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020.
Sebelum tampil di All England, Apriyani/Fadia menjalani tahun ini dengan hasil semifinal Malaysia Terbuka Super 1000 dan perempat final Indonesia Masters Super 500. Fadia mengalami cedera kaki saat menjalani semifinal melawan Chen Qing Chen/Jia Yi Fan (China) di Malaysia sehingga tak bisa menyelesaikan pertandingan. Akan tetapi, kondisinya membaik hingga bisa tampil pada Indonesia Masters.
Tantangan Indra
Sementara mantan pebulu tangkis Indonesia, Indra Widjaja, menyadari tantangan beratnya sebagai pelatih tunggal putri di pelatnas Cipayung. ”Tunggal putri di Indonesia memang berada di belakang sektor lain. Itu memang tantangan berat, tetapi saya akan mencoba menaikkan level tunggal putri. Saya akan mencoba menjawab tantangan itu seiring berjalannya waktu,” tutur Indra.
Indra, yang menjadi pemain pelatnas pada 1992-2000, menjadi pelatih tunggal putri sejak 1 Maret. Pada hari pertamanya di pelatnas Cipayung dengan jabatan tersebut, dia memperhatikan program latihan yang dijalani Gregoria Mariska Tunjung dan kawan-kawan bersama Pelatih Herli Djaenuddin.
Ia kini menjadi pelatih pada sektor yang belum pernah ditanganinya. Ia pernah menjadi pelatih di Korea Selatan (2013-2016), Malaysia (2016-2021), dan menangani Lee Zii Jia (Malaysia) sebagai pemain profesional pada Maret-November 2022. Indra pun mengatakan, dia memerlukan waktu untuk mempelajari kepribadian dan karakter permainan setiap atlet. Dia pun akan membiarkan sektor tersebut berjalan dengan program yang telah dibuat Herli selama Maret ini.
Meski demikian, pelatih yang merupakan kakak dari mantan pemain, Candra Wijaya, itu mengatakan, dia ingin Gregoria bisa tampil semakin konsisten dan percaya diri untuk bersaing di level atas. Pemain di bawah Gregoria, seperti Putri Kusuma Wardani dan Komang Ayu Cahya Dewi, ditargetkan bisa mendekati performa seniornya itu. (Z03)