Argentina-Perancis Meniti Jalan Keabadian di Lusail
Beragam rekor Piala Dunia menyambut final Qatar 2022 antara Argentina dan Perancis, Minggu malam. Capaian bersejarah lebih dulu diukir Kroasia yang menyegel peringkat ketiga seusai membekap Maroko, Minggu dini hari.
Oleh
M Ikhsan Mahar, Adi Prinantyo, dan Yuniadhi Agung dari Doha, Qatar
·5 menit baca
DOHA, KOMPAS — Argentina dan Perancis mengejar ”keabadian” di kancah sepak bola global saat bertarung di final Piala Dunia 2022, Minggu (18/12/2022) pukul 22.00 WIB, di Stadion Lusail, Lusail, Qatar. Berbagai rekor tim dan individu bakal ditorehkan pemenang yang akan mengangkat trofi ikonik Piala Dunia berlapis emas 18 karat.
Mendahului ambisi Perancis dan Argentina, Kroasia mengukir sejarah sebagai tim Balkan pertama yang dua kali menyegel peringkat ketiga Piala Dunia seusai mengalahkan Maroko, 2-1, Minggu dini hari WIB. Capaian itu menjadi kado perpisahan yang manis untuk kapten Kroasia, Luka Modric (37).
Ia tampak sangat bahagia dan tak berhenti tersenyum seusai menyelesaikan laga ke-162 itu bersama Kroasia. Tim tersebut juga meraih posisi yang sama pada 1998. Ketika itu, Perancis menjadi juara.
Ambisi memberikan kado indah untuk perpisahan juga diusung skuad Argentina, termasuk pelatihnya, Lionel Scaloni. Motivasi mereka menggebu-gebu untuk mengalahkan Perancis demi membahagiakan kapten timnya, Lionel Messi (35), yang bakal memainkan laga terakhirnya di Piala Dunia, malam ini.
Messi (35) berada di ambang kesempurnaan. Ia telah mengoleksi 38 trofi bersama Barcelona, Paris Saint-Germain, dan Argentina, kemudian mengoleksi tujuh trofi Ballon d’Or.
Di ajang Piala Dunia, Messi sudah melewati beragam rekor individu, baik yang sempat dipegang legenda Argentina maupun pemain tim nasional lainnya. Ia telah menjadi pemain Argentina dengan jumlah penampilan dan gol terbanyak di Piala Dunia, yaitu masing-masing 25 laga dan 11 gol.
Banyak orang lebih menjagokan Perancis, tetapi kami memiliki pemain pemilik tujuh Ballon d’Or (Messi) yang bisa menghadirkan keajaiban dan kebahagiaan bagi pendukung Argentina.
Jika diturunkan melawan Perancis, Messi mengukir sejarah sebagai pemain yang paling banyak tampil di Piala Dunia. Saat ini, jumlah penampilannya di turnamen sepak bola akbar itu setara legenda Jerman, Lothar Matthaeus (25 kali tampil).
Messi juga hanya butuh mencetak satu gol atau asis di final nanti untuk mengukir rekor sebagai pemain pertama sepanjang sejarah yang mengkreasikan 20 gol di Piala Dunia.
Jika bisa mengantarkan ”La Albiceleste” meraih trofi Piala Dunia untuk kali ketiga, Messi sekaligus menahbiskan namanya sebagai ”dewa sepak bola” baru Argentina, menggantikan Diego Maradona. Kali terakhir Argentina membawa pulang Piala Dunia adalah pada 1986.
Ketika itu, Maradona menjadi pemain terbaik, terlepas kontroversi gol ”Tangan Tuhan” pada laga melawan Inggris di perempat final.
Emiliano Martinez, kiper Argentina, menilai Messi pantas melengkapi 19 tahun kariernya dengan trofi Piala Dunia. Ia pun optimistis Messi bisa kembali menghadirkan perbedaan bagi Albiceleste di laga final.
”Banyak orang lebih menjagokan Perancis, tetapi kami memiliki pemain pemilik tujuh Ballon d’Or (Messi) yang bisa menghadirkan keajaiban dan kebahagiaan bagi pendukung Argentina,” tutur Martinez dalam konferensi pers menjelang laga itu, Sabtu (17/12), di Doha.
Selain Messi, Scaloni (44) juga berpeluang mencatatkan namanya sebagai pelatih termuda kedua Argentina yang meraih trofi Piala Dunia. Sebelumnya, Cesar Luis Menotti membantu Argentina meraih gelar juara dunia pertamanya, yaitu pada 1978, ketika berusia 39 tahun.
Meskipun sorotan mengarah ke Messi, kiper sekaligus kapten Perancis, Hugo Lloris, enggan terlena ke sosok penyerang Paris Saint-Germain itu. Menurut dia, Argentina memiliki banyak pemain berkualitas yang patut diwaspadai. ”Messi adalah salah satu pemain terbaik, tetapi terlalu fokus ke dirinya akan membahayakan kami,” ucapnya.
Perancis dan sejumlah pemainnya juga bisa mengukir sejumlah rekor. Lloris, misalnya, bakal menjadi kapten terbaik di Piala Dunia jika timnya mengalahkan Argentina.
Perancis terbukti bisa menjaga tempo permainan secara konsisten setelah menit ke-75. Jadi, menurut saya, penting bagi Argentina untuk membuat gol lebih awal.
Ia berpeluang menjadi kapten pertama yang meraih gelar juara dalam dua edisi beruntun. Upaya itu sebelumnya gagal dilakukan Maradona, Karl-Heinz Rummenigge (Jerman), dan Dunga (Brasil). Ketiga kapten itu sempat dua kali beruntun menembus final.
”Saya tidak memikirkan rekor itu. Saya fokus membantu Perancis menulis sejarah baru. Kami harus menampilkan solidaritas, keberanian, dan konsentrasi untuk memenangkan laga nanti,” kata Lloris.
Jika Perancis menjadi juara, Pelatih Perancis Didier Deschamps juga akan menjadi pelatih kedua yang menjadi kampiun dunia dalam dua edisi beruntun. Satu-satunya orang yang bisa melakukannya adalah Vittorio Pozzo yang membawa Italia menjadi juara dunia pada edisi 1934 dan 1938.
Perancis, pengoleksi dua trofi Piala Dunia, juga akan menyamai Brasil dan Italia jika mampu mengalahkan Argentina. Kedua tim itu pernah meraih gelar juara beruntun. Italia melakukannya pada 1934-1938, sedangkan Brasil pada 1958-1962.
”Saya berusaha mempersiapkan semua hal agar menang dan menjadi juara,” ujar Deschamps yang tersenyum dalam konferensi pers, kemarin.
Wabah flu
Ia senang timnya telah melewati wabah flu. Kelima pemainnya yang terjangkit virus, yaitu Dayot Upamecano, Adrien Rabiot, Kingsley Coman, Raphael Varane, dan Ibrahima Konate, telah berlatih kembali dengan timnya, kemarin. Menurut Deschamps, pihaknya berupaya semaksimal mungkin untuk memastikan 24 pemainnya bisa bugar pada laga final.
Menurut Kepala Pengembangan Sepak Bola Global FIFA Arsene Wenger, Argentina dan Perancis punya kemiripan dalam hal organisasi pemain. Namun, Perancis memiliki keunggulan fisik karena dihuni lebih banyak pemain muda. Adapun di kubu Argentina, Wenger menilai Messi adalah ”faktor X” yang bisa menjadi pembeda.
”Perancis terbukti bisa menjaga tempo permainan secara konsisten setelah menit ke-75. Jadi, menurut saya, penting bagi Argentina untuk membuat gol lebih awal,” ucap Wenger.
Terkait hal itu, Scaloni menargetkan timnya mengalahkan Perancis dalam waktu normal, tidak perlu sampai ke perpanjangan waktu ataupun adu penalti. ”Kami telah memahami kekuatan Perancis dan akan mengantisipasi setiap detail kecil yang bisa memengaruhi hasil pertandingan,” katanya.