“Kuliah” Kajian Ilmu Sepak Bola di Sela-sela Piala Dunia Qatar
Selain disuguhi akses menyaksikan langsung pertandingan Piala Dunia, FIFA juga menyajikan "ruang kuliah" bagi para wartawan. Materi dari Grup Studi Teknis FIFA membantu wartawan memahami perkembangan sepak bola.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
Bagi wartawan, meliput Piala Dunia memberikan banyak kesempatan untuk mendalami lebih banyak aspek tentang sepak bola. Bisa menyaksikan langsung pertandingan level tertinggi, melihat tingkah polah pemain bintang di sesi latihan hingga mixed zone, serta mencecap ilmu sepak bola dari hasil analisis para legenda yang tergabung dalam Grup Studi Teknis (Technical Study Group/TSG) FIFA.
Khusus yang terakhir, FIFA selalu mengadakan konferensi pers untuk menjelaskan hasil temuan tim teknis mereka seusai setiap fase di Piala Dunia 2022. Pada Senin (12/12/2022) kemarin, TSG FIFA menyelenggarakan agenda keempat untuk mengungkapkan hasil analisis mereka dari empat laga di babak perempat final.
Sebelumnya, mereka telah melakukan temu media untuk memberikan gambaran tentang performa tim dan pemain pada menjelang babak penyisihan, setelah fase grup rampung, dan seusai babak 16 besar. TSG FIFA memiliki satu agenda temu media lagi di Qatar, yaitu satu hari menjelang laga perebutan tempat ketiga, Jumat (16/12).
Dalam penjelasan hasil temuan di babak perempat final, TSG FIFA diwakili enam anggota, Juergen Klinsmann dari Jerman, Pascal Zuberbuhleru (Swiss), Alberto Zaccheroni (Italia), Cha Du-ri (Korea Selatan), Faryd Mondragon (Kolombia), dan Sunday Oliseh (Nigeria). Dalam kesempatan itu, Ketua Grup Studi Teknis FIFA Arsene Wenger menjadi satu-satunya anggota yang absen.
Yang menarik dalam setiap sesi TSG FIFA ialah penjelasan komprehensif yang tidak pernah didengar jika menyaksikan hasil analisis dari para pakar, baik itu mantan pemain atau pengamat sepak bola. Tujuh anggota TSG FIFA adalah sosok yang telah terlibat dalam dunia kepelatihan sepak bola di level elite sehingga mereka bisa menyajikan hasil studi yang bukan sekedar opini subyektif.
Mereka menampilkan hasil analisis yang dipadukan antara data dan hasil pengamatan langsung mereka di setiap pertandingan. Hal menarik diungkapkan Faryd Mondragon dan Pascal Zuberbuhleru yang bertugas mengamati kiprah semua penjaga gawang di Qatar 2022.
Dua anggota TSG FIFA, yang juga mantan kiper profesional dan kini menjadi pelatih kiper, itu menerangkan, sejumlah data menarik tentang peningkatan performa kiper di Piala Dunia 2022. Pertama, Mondragon menyatakan, rata-rata kiper menempatkan diri satu meter lebih tinggi dibandingkan Piala Dunia empat tahun lalu.
Ketika bola berada di garis tengah, kiper berjarak 11 meter dari garis gawang pada Qatar 2022, lalu ketika bola memasuki sepertiga akhir pertahanan mereka, kiper berada empat meter dari garis gawang. Adapun di Rusia 2018, kiper berdiri pada 10 meter dan tiga meter dari garis gawang dalam dua kondisi itu.
Tak hanya itu, Mondragon juga mengungkapkan, kiper menerima bola sebanyak 1.339 kali dalam situasi bola aktif, terutama untuk berperan membangun serangan di Qatar 2022. Jumlah itu meningkat dibandingkan 803 kali pada edisi Rusia 2018.
”Empat kiper memimpin tim mereka ke semifinal karena memiliki peran penting, yakni membuat penyelamatan, membangun serangan, dan menghentikan penalti,” kata Mondragon.
Kemudian, Zuberbuhler menambahkan, rasio penyelamatan penalti juga meningkat signifikan. Secara total, kiper di Qatar 2022 bisa mengantisipasi 36 persen penalti dalam waktu normal, sedangkan pada Rusia 2018, rasio penyelamatan itu hanya 17 persen. Jika digabungkan dengan momen adu penalti, angka penyelamatan menjadi 34 persen berbanding 25 persen.
Satu temuan menarik lainnya dari TSG FIFA adalah kembalinya peran kunci penyerang tengah klasik. Dalam lima besar daftar top skor sementara, tiga pemain di antaranya, adalah pemain yang berperan nomor sembilan, yakni Olivier Giroud (Perancis), Goncalo Ramos (Portugal), dan Alvaro Morata (Spanyol).
Menurut Klinsmann, Piala Dunia 2022 menghadirkan perubahan dalam sisi taktikal permainan. Semua tim fokus untuk memperkuat lini tengah, katanya, sehingga permainan menyerang lebih hidup dari kedua sisi sayap.
Hal itu membuat peran penyerang tengah yang bergerak terbatas di kotak penalti amat krusial untuk menyelesaikan peluang. Tim-tim yang masih menggunakan taktik false nine, ungkap mantan penyerang Jerman, itu terbukti gagal memenuhi target menjadi juara, salah satunya Spanyol.
”Saya amat terkesima ketika Spanyol memperkenalkan sistem operan pada 2008 hingga 2010. Tetapi, tim-tim lain telah mengantisipasi gaya itu dengan baik di Qatar sehingga tim seperti Spanyol yang menciptakan 1.000 operan per laga tidak menjamin bisa menang,” ucap Klinsmann.
Setiap melakukan agenda temu media, TSG FIFA menjelaskan secara komprehensif hasil temuan dan analisis mereka di pertandingan Piala Dunia 2022 selama satu jam. Sesi tanya-jawab pun berjalan mengalir dan memancing anggota TSG FIFA untuk lebih banyak mengungkapkan analisis mereka yang didukung oleh data.
Menyaksikan agenda TSG FIFA di sebuah auditorium yang berada di Qatar National Convention Centre, Doha, serasa tengah mengikuti kuliah umum tentang ”kajian ilmu sepak bola”. Selalu ada hal yang menarik dan mencerahkan untuk memahami lebih komprehensif duel tim dan bintang lapangan hijau di Piala Dunia 2022.
Keluar dari ruang agenda itu, kepala dan hati seperti tercerahkan. Terbayang, tim mana yang bakal mengangkat trofi Piala Dunia, Minggu (18/12) nanti.