Maroko Berjaya, Afrika dan Arab Larut dalam Sukacita
Maroko menjadi kebanggaan bersama negara-negara di Arab dan Afrika seusai memulangkan Spanyol dari Piala Dunia 2022. Mereka larut dalam sukacita dan menepikan segala perbedaan berkat peristiwa bersejarah itu.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Keberhasilan Maroko lolos ke perempat final Piala Dunia 2022 seusai menyingkirkan Spanyol lewat adu penalti, 3-0, di Doha, Qatar, Rabu (7/12/2022) disambut sukacita jutaan warga di banyak tempat, mulai dari Casablanca (Maroko), Afrika Utara, hingga Baghdad (Irak), Timur Tengah. Capaian Maroko itu dianggap sebagai kemenangan bangsa Afrika-Arab.
Di Rabat, ibu kota Maroko, lautan manusia memenuhi alun-alun, taman, dan jalan raya dengan kibaran bendera negara itu. ”Ini pertama kali (lolos ke perempat final). Kami amat bangga,” ujar Fahd Belbachir, warga Maroko, berteriak sambil berkonvoi.
Maroko menorehkan sejarah sebagai negara Arab pertama yang melaju ke perempat final Piala Dunia. Tidak kalah heroiknya, capaian ”Singa Atlas” diraih atas salah satu negara kiblat sepak bola sekaligus penjajah mereka, Spanyol.
Salah satu eksekutor penalti Maroko, Achraf Hakimi, bahkan lahir di Madrid, Spanyol. Tidak pelak, di Barcelona, warga keturunan Maroko berani mengibarkan bendera negara asalnya, bernyanyi, dan menyalakan kembang api.
Warga Maroko di mana pun berada merasa bangga, nyaris tidak percaya tim mereka bisa mencapai prestasi itu. ”Saya tumbuh melihat tim-tim besar Spanyol, yakni Barcelona dan Real Madrid. Mengalahkan tim besar, seperti Spanyol, menjadi kemenangan hebat,” kata Taha Lahrougui, warga Maroko di Doha, Qatar.
Rasa bangga pun datang bukan hanya dari warga Maroko, melainkan juga negara-negara Arab. Singa Atlas kini menjadi simbol bahwa negara Arab dan Afrika tidak lagi perlu merasa inferior dibandingkan Eropa.
Sebelumnya, di penyisihan grup, Maroko juga mengalahkan tim unggulan lainnya, Belgia. ”Selamat untuk Singa Atlas, membanggakan. Wow, Maroko, kalian melakukannya lagi!” ungkap Rania Al-Abdullah, Ratu Jordania, di Twitter.
”Tiada yang mustahil di Piala Dunia,” kata Ahmed Inouble, warga keturunan Tunisia-Algeria yang menikahi perempuan Maroko dan bermukim di Doha, ikut bersuka cita dalam kemenangan itu.
Capaian Maroko ikut mengobati kekecewaan tim-tim Afrika-Arab yang gagal terlebih dahulu di turnamen terakbar itu. Qatar, Arab Saudi, dan Iran, tersingkir di fase grup, seperti halnya saudara mereka dari Afrika, yakni Tunisia, Kamerun, dan Ghana. Adapun Senegal dihajar Inggris di babak 16 besar.
Satu-satunya wakil
Maka, Maroko kini menjadi satu-satunya wakil non-Eropa dan Amerika Selatan yang masih bertahan di Qatar. Di perempat final, mereka akan menghadapi Portugal, negera yang bersama Spanyol terletak di jazirah Iberia, seberang Maroko.
Singa Atlas pun kini mendadak mewakili banyak negara dan suku. ”Kami punya tim Arab di Piala Dunia. Lihatlah para penggemar, apakah mereka semua Maroko? Tidak, kami Arab,” tambah Ahmed.
Saya selalu berkata kepada para pemain agar bangga dengan diri sendiri. Inilah kesempatan dan tanggung jawab yang tidak akan datang lagi. (Walid Regragui)
Tak kalah menariknya, kemenangan Maroko menepikan sementara perbedaan paham politik, bahkan pertikaian, antarnegara di wilayah Arab-Afrika. Mereka turut bergembira dan kompak memberikan dukungan untuk Singa Atlas.
”Kami melupakan pertikaian,” kata Brahim Ait Belkhit, warga Maroko yang bermusuhan dengan seseorang yang dihindarinya selama bertahun-tahun.
Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Tsani, yang menjadi saksi kemenangan Maroko di Stadion Education City, bergabung dalam gelombang dukungan untuk Singa Atlas. Ia mengacungkan jempol sambil memegang bendera kecil Maroko serta memberikan selamat kepada seluruh pemain.
Ucapan selamat juga disampaikan Moqtada al-Sadr, pemimpin Syiah Irak, Emir Dubai Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati, dan Perdana Menteri Libya Abdulhamid al-Dbeibah. Mereka sama-sama bangga.
Maroko menjadi tim keempat dari Afrika yang mampu menembus perempat final Piala Dunia. Tiga tim lainnya ialah Kamerun di Italia 1990, Senegal di Korea Selatan-Jepang 2002, dan Ghana di Afrika Selatan 2010. Jika berhasil menyingkirkan Portugal, Singa Atlas akan menjadi negara Afrika dan Arab pertama yang menembus semifinal sekaligus menyamai wakil Asia, Korea Selatan, ketika menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002.
Semua kegembiraan kolektif itu tidak lepas dari peran Pelatih Maroko Walid Regragui. Pelatih berjuluk Si ”Kepala Alpukat” itu membungkam keraguan dengan strategi dan taktiknya yang brilian.
Regragui, yang membawa Wydad AC juara Liga Champions Afrika 2022, memulai pekerjaan membangunkan Singa Atlas sejak Agustus 2022 atau hanya tiga bulan menjelang Piala Dunia 2022. Pria Maroko kelahiran Perancis itu menggantikan Vahid Halilhodzic, pria asal Bosnia yang menangani Maroko di 30 laga, sejak Agustus 2019, dengan 66,7 persen kemenangan.
”Kepala Alpukat”
Penggantian itu memunculkan keraguan, terutama di kalangan pengamat sepak bola Maroko. Mereka bahkan mencela Regragui yang berkepala plontos dengan memanggilnya Si Kepala Alpukat. Mereka menilai Regragui akan membuat Maroko menjadi tim ”lunak”, seperti halnya daging alpukat matang yang lezat untuk disantap tim-tim lawan.
Menjelang Piala Dunia Qatar, Regragui menjawab kritik itu lewat foto dirinya tengah memegang alpukat terbelah yang berisikan bola kecil untuk pertandingan Piala Dunia. Satu tangan lainnya menunjuk ke kepalanya. Ia seolah ingin berkata, ”di dalam isi kepala berjuluk alpukat ini ada bola sepak. Tiada yang lain”.
”Saya selalu berkata kepada para pemain agar bangga dengan diri sendiri. Inilah kesempatan dan tanggung jawab yang tidak akan datang lagi. Saya yakin, tim Afrika dapat melangkah jauh. Mengapa tidak berani bermimpi menjadi juara? Kami ingin generasi mendatang berani bermimpi,” ujar Regragui. (REUTERS/BRO)