Brasil memperlihatkan keangkuhan, namun indah, saat menggilas Korea Selatan di babak 16 besar. Penampilan menawan mereka menghidupkan kembali spirit "jogo bonito", permainan indah ala tim Pele.
Oleh
YULVIANUS HARJONO, Ryan Benson, The Analyst
·4 menit baca
Di tengah kecemasan kolektif warga sepak bola dunia akan kondisi Pele, skuad Brasil memberikan penghiburan. Itulah sejatinya sepak bola. Menjadi harapan, ketika hanya ada keputus-asaan. Menghibur, ketika hanya tersisa kesedihan.
Untuk kali pertama sejak Piala Dunia Meksiko 1954, Brasil unggul empat gol di babak pertama. Rekor pun turut diciptakan maestronya, Neymar. Ia menyamai Pele dan Ronaldo Luiz.
Penyerang Richarlison sempat melakukan jugling bola dengan kepala dan kakinya—seolah sedang berlatih—sebelum mencetak gol ketiga Brasil. Adegan gol yang sebelumnya hanya ada di gim video tersebut mirip tajuk iklan apparel ternama berjudul, “(nyaris) tak nyata”.
Mengalahkan Korea Selatan di awal fase gugur tidak bisa disebut sebagai penanda juara, bagi tim manapun, termasuk Brasil yang diunggulkan.
Namun, jika Brasil lantas menjadi juara, seperti sempat diprediksi menjelang turnamen itu dimulai, maka kemenangan mereka, 4-1, atas Korsel pada laga babak 16 besar Piala Dunia 2022, Selasa (6/11/2022) dini hari WIB bisa disebut sebagai tonggak monumental. Itulah saat tim “Selecao” sejati akhirnya muncul.
Wajah Selecao di Stadion 974, Qatar, saat menghabisi Korsel—tim yang menenggelamkan Portugal pada laga sebelumnya—sangat berbeda. Mereka bukan lagi tim yang sama saat di fase penyisihan grup, terutama saat dikalahkan Kamerun, terlepas pelatihnya, Tite, merotasi skuadnya pada laga itu.
Di Stadion 974, Neymar dan kawan-kawan tampil dengan kegembiraan, bukan keharusan sebagai tim paling diunggulkan. Lihat saja bagaimana Tite merayakan salah satu gol yang dicetak timnya. Ia berjoget samba, seolah merayakan jogo bonito, permainan yang indah ala Brasil.
Melalui pertunjukan menawan itu, Brasil seolah-olah ingin menghibur legenda, ikon di balik istilah jogo bonito, Pele, yang kesehatannya tengah menurun. Tim Samba telah menghadirkan senyuman ke para penggemar fanatiknya, tidak terkecuali Pele—satu-satunya manusia di muka bumi yang mengoleksi tiga trofi Piala Dunia.
Penghiburan dan Pele
Mood di Stadion 974 pun langsung terasa ceria, lebih dari yang Anda harapkan beberapa hari lalu. Di tengah kecemasan kolektif warga sepak bola dunia akan kondisi Pele, skuad Brasil memberikan penghiburan. Itulah sejatinya sepak bola. Itu menjadi harapan, ketika hanya ada keputus-asaan. Sepak bola menghibur, ketika hanya tersisa kesedihan.
Sebagian melihatnya sebagai keangkuhan, sebagian lagi memandangnya sebagai ke-flamboyan-an, keindahan. Ya, itulah Brasil, satu-satunya tim yang masih bisa dimaafkan arogansinya karena telah menunjukkan jogo bonito.
Pele (82) sendiri, yang tengah berjuang dari kanker usus besar, sungguh menjadikan kiprah Brasil di Piala Dunia Qatar sebagai simbol perjuangannya. Melalui akun media sosialnya, pemain terbaik abad ke-20, itu berkata, akan terus menyaksikan laga-laga Brasil dari rumah sakit tempat ia dirawat. “Saya akan senantiasa ada untuk kalian semua. Kita menjalani perjalanan ini (di Piala Dunia Qatar) bersama. Semoga beruntung, Brasil kita,” ungkap Pele, Senin (5/12).
Maka, di Stadion 974, tim Brasil seolah menyatu bersama Pele. Tite dan asistennya, Cesar Sampaio, sangat emosional jika menyinggung Pele. Emosi mendalam juga ada pada diri Neymar Jr, meskipun ia sempat memendamnya selama ini.
Neymar memang menjadi sorotan menjelang laga itu. Hanya terpaut dua gol dari Pele, pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah di tim Brasil dengan 77 gol, Neymar kembali tampil setelah sempat cedera. Hadirnya Neymar di lapangan sudah menjadi pertanda kembalinya spirit jogo bonito. Inilah skuad terkuat Brasil yang harus ditakuti siapa pun.
Peran Neymar
Spirit menghibur itu telah terlihat sejak awal, pada menit ke-2. Pada sentuhan pertamanya, Neymar langsung memamerkan kelihaiannya menggiring bola. Tak lama, lima menit berselang, Brasil telah merobek gawang Korsel, tim yang gawangnya sebetulnya tak mudah dibobol pada fase grup. Hanya dalam 36 menit, Brasil berpesta. Sejumlah pemain Brasil, tak terkecuali Neymar Jr, silih berganti mencetak gol dan bertukar asis.
Untuk kali pertama sejak menggilas Meksiko pada Piala Dunia Swiss 1954, Brasil unggul empat gol di babak pertama. Rekor pun turut diciptakan maestronya, Neymar. Ia menyamai Pele dan Ronaldo Luiz sebagai pemain Brasil yang mencetak gol di setidaknya tiga edisi berbeda Piala Dunia. Pele melakukannya pada 1958, 1962, 1966, dan 1970. Sementara Neymar menciptakannya pada 2014, 2018, dan 2022.
Tak hanya itu, menariknya pula, dengan dimasukannya Weverton, pemain pengganti, pada laga versus Korsel, Tite sudah menurunkan semua dari 26 pemain yang dibawanya ke Qatar, sejak fase grup. Brasil pun mencatatkan diri sebagai negara pertama yang menurunkan jumlah pemain sebanyak itu pada satu edisi Piala Dunia.
Tak kalah penting, itu menjadi simbol bahwa Tite ingin mengajak semua pemainnya, tanpa terkecuali, ikut terjun merayakan festival indah bernama Piala Dunia. Gairah besar serta kolektivitas tinggi para senior dan barisan pemain muda itu mirip dengan yang dilakukan Perancis saat menjadi juara dunia di Rusia 2018.
Angkuh
Melawan Korsel, Brasil bisa saja unggul 6-0 di babak pertama, jika sejumlah peluang gol lainnya bisa dimaksimalkan. Sekilas, Brasil bisa dikatakan arogan pada laga itu. Mereka sempat “bermain-main” dengan bola di belakang, seolah mempermainkan lawannya.
Penyerangnya, Richarlison, juga sempat melakukan jugling bola dengan kepala dan kakinya—seolah sedang berlatih—sebelum mencetak gol ketiga Brasil. Adegan gol yang sebelumnya hanya ada di gim video tersebut mirip tajuk iklan apparel ternama berjudul, “(nyaris) tak nyata”.
Sebagian melihatnya sebagai keangkuhan, sebagian lagi memandangnya sebagai ke-flamboyan-an, keindahan. Ya, itulah Brasil, satu-satunya tim yang masih bisa dimaafkan arogansinya karena telah menunjukkan jogo bonito.
Tidak ada yang lebih indah dari memperlihatkan sesuatu ciptaan, jogo bonito, kepada penciptanya. Pele pun kini setidaknya bisa tersenyum...
(Catatan redaksi : pembuatan artikel ini bekerjasama dengan StatsPerform, TheAnalyst)