Olahraga perpaduan antara tenis dan skuas ini semakin populer, Padel bukan lagi olahraga rekreasi dan sudah menjadi olahraga prestasi yang kini mulai dikenalkan ke Indonesia.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Padel mulai merintis eksistensinya di Indonesia dengan menggaet banyak anak muda ikut bermain. Olahraga perpaduan antara tenis dan skuas ini berubah dari olahraga rekreasi menjadi olahraga yang lebih serius untuk berprestasi.
Padel adalah olahraga raket yang ditemukan oleh Enrique Corcuera di Acapulco, Meksiko, pada tahun 1969. Olahraga ini kemudian berkembang dan populer di negara-negara Amerika Latin, seperti Meksiko, Argentina, lalu menyebar ke Eropa, terutama di Spanyol, hingga berdiri Federasi Padel Dunia (IPF) di Madrid, Spanyol, pada 1991.
Berdasarkan regulasi IPF, lapangan padel harus berukuran sepertiga lapangan tenis yang ditutup oleh kaca pada setiap sisinya. Panjang lapangan 20 meter dengan lebar 10 meter, serta dinding kaca belakang setinggi 4 meter dan dinding kaca samping setinggi 3 meter.
Net lapangan padel memiliki lebar 10 meter dengan tinggi 0,92 meter. Lantai lapangan padel berbahan rumput buatan yang dicampur pasir halus. Adapun dinding kaca adalah bagian dari permainan karena pemain bisa memantulkan bola ke kaca tersebut.
Sementara itu, raket padel berbeda dengan tenis atau badminton yang memiliki senar. Raket padel terbuat dari bahan semikarbon plastik fiber dengan ketebalan 38 sentimeter dan lebar 2,6 cm, panjang dari gagang hingga kepala raket adalah 45,5 cm. Bola padel sendiri mirip seperti bola tenis, bolanya memiliki ukuran diameter 6,77 cm dengan berat 59,4 gram.
Di Indonesia, padel mulai berkembang dalam dua tahun terakhir. Klub pertama yang berdiri di Indonesia ada di Bali, yakni Bali Padel Academy. Klub ini menginisiasi berdirinya federasi nasional yakni Persatuan Padel Seluruh Indonesia (PPSI) tahun ini.
Saat ini olahraga padel baru berkembang di Bali dan Jakarta. Bahkan, di Jakarta, baru ada dua lokasi lapangan padel, yakni di Racquet Padel Club, Cilandak, dan di Verde Sports Hub, Pantai Indah Kapuk 2.
Pablo Castells, salah satu pelatih klub Indo Padel, mengatakan, dirinya sengaja datang ke Indonesia untuk mengembangkan padel. Antusiasme masyarakat Indonesia untuk bermain padel yang cukup tinggi juga yang membuatnya mendirikan Indo Padel.
”Kami memulai mengembangkan di Bali Kebanyakan memang masih ekspatriat, tetapi belakangan mulai banyak orang Indonesia yang ikut bermain jadi kami terus mengembangkan ke Jakarta,” kata pria asal Spanyol itu saat ditemui di Verde Sports Hub, Minggu (27/11/2022).
Menurut Pablo, padel bukanlah olahraga yang sulit untuk dimainkan orang Indonesia sebab dasar bermain raket dari olahraga bulu tangkis dan tenis yang populer di Tanah Air hampir dikuasai kebanyakan orang Indonesia.
”Dasar memegang raket sudah mereka kuasai sehingga mereka tidak perlu waktu lama untuk belajar padel. Ini baru permulaan. Kami yang mengenalkan, nanti orang Indonesia yang mengembangkan sampai bisa menjadi atlet,” ujarnya.
Castelss mengatakan, mereka akan terus menjalin kerja sama dengan PPSI untuk bisa rutin menggelar pelatihan terbuka bagi orang awam dan beberapa turnamen sebagai wadah kompetisi nasional.
Verde Sports Hub sendiri memiliki empat lapangan padel berstandar internasional yang dikelola Indo Padel. Mereka juga menyediakan pelatih dan peralatan padel bagi orang awam yang ingin belajar. Biaya yang dikeluarkan juga cukup terjangkau, yakni Rp 250.000 per orang untuk satu sesi latihan.
Dasar memegang raket sudah mereka kuasai sehingga mereka tidak perlu waktu lama untuk belajar padel. Ini baru permulaan. Kami yang mengenalkan, nanti orang Indonesia yang mengembangkan sampai bisa menjadi atlet.
Batra dan Dika misalnya, dua mahasiswa asal Jakarta ini, tertarik dan mulai bermain padel dalam dua pekan terakhir. Mereka mengenal padel awalnya dari media sosial yang banyak menunjukkan permainan padel di luar negeri.
”Awalnya lihat di Youtube, Instagram, Tiktok gitu ada olahraga yang namanya padel. Sepertinya seru dan lebih gampang dari tenis. Terus cari informasinya ternyata dulu belum ada di Jakarta, baru ada bulan ini, makanya ini mencoba main,” kata Batra.
Dia mengaku akan mengeluarkan uang lebih untuk membeli alat jika sudah mulai ketagihan bermain padel. Mereka juga berharap lapangan padel semakin banyak di Jakarta agar olahraga ini semakin dikenal.
”Semoga nanti ada atlet padel dari Indonesia bisa ikut kejuaraan dunia, world padel series,” ujar Dika.
Ketua PPSI Ari Lanteri mengatakan, pelatih padel dari luar negeri memang didatangkan untuk mengenalkan padel di Indonesia. Dia berharap, masyarakat tertarik dan bersama-sama mengembangkan padel di Indonesia.
”Orang Indonesia mulai banyak yang mengenal, tetapi yang main masih banyak ekspatriat. Yang kami lakukan sekarang adalah mengenalkan terlebih dahulu olahraga ini ke masyarakat Indonesia. Kami coba buka latihan terbuka dan turnamen kecil. Kebanyakan juga orang yang main tenis beralih ke padel,” kata Ari.
PPSI masih mencoba memperbanyak lapangan dan fasilitas pendukung olahraga padel di Indonesia agar lebih dikenal masyarakat. PPSI juga masih berupaya mendaftarkan olahraga ini ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan ke IPF agar keberadaan olahraga padel di Indonesia diakui secara resmi.
”Kita ini ketinggalan jauh karena di Meksiko itu sudah dari 1960-an. Semangatnya sekarang adalah mengenalkan padel karena olahraga ini menyenangkan dan mudah dipelajari di semua umur,” tutur Ari.
Dia berharap, jika padel sudah memasyarakat di Indonesia, secara bertahap bisa melahirkan atlet profesional dan masuk dalam cabang pada kejuaraan mulai dari pekan olahraga daerah, nasional, hingga seri kejuaraan dunia.