Para pemain debutan Inggris, seperti Jude Bellingham dan Bukayo Saka, mencuri panggung di laga pembuka Grup B. Nasib Inggris di Piala Dunia Qatar pun nampaknya bakal cerah berkat pesona menawan mereka.
Oleh
KELVIN HIANUSA, M Yuniadhi Agung dari Doha, Qatar, ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, menurut Opta, Inggris memiliki dua pemain berusia maksimal 21 tahun yang mencetak gol bersama-sama di sebuah laga Piala Dunia.
Inggris butuh sebanyak mungkin poin untuk finis sebagai juara grup. Sebab, jika hanya menjadi runner-up, mereka berpotensi melawan Belanda yang kemungkinan mampu menjadi juara Grup A.
Southgate mengambil beberapa perjudian di laga ini. Dia memasang bek tengah Harry Maguire yang jarang mendapat menit bermain di Manchester United. Penyerang sayap Manchester City, Phil Foden, juga dicadangkan untuk memberi tempat kepada Saka.
Inggris berpesta gol ke gawang Iran melalui kemenangan 6-2 di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Senin (21/11/2022). Separuh dari total enam gol Inggris di laga itu dicetak pemain debutan di Piala Dunia. Satu gol dicetak gelandang Jude Bellingham (19), dua gol lainnya dibuat penyerang sayap Bukayo Saka (21).
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, menurut Opta, Inggris memiliki dua pemain berusia maksimal 21 tahun yang mencetak gol bersama-sama di sebuah laga Piala Dunia. Tiga gol mereka tidak hanya melepas ketegangan Inggris, tetapi juga membuka ”parkir bus” tim lawan yang tampil defensif dengan dengan formasi 5-4-1.
”Saya tidak bisa menjelaskan perasaan ini. Rasanya luar biasa dan bangga. Ini hari yang sangat spesial. Kami membutuhkan hasil ini karena datang dengan hasil yang kurang baik sebelum turnamen. Saya merasa nyaman karena dukungan dari pendukung, pelatih, dan pemain,” kata Saka yang terpilih sebagai pemain terbaik laga itu.
Kepercayaan Pelatih Inggris Gareth Southgate dibayar tuntas. Bellingham dan Saka, yang masing-masing beroperasi di tengah dan sayap, tampil energik dan percaya diri. Mereka tidak tampak seperti debutan. Intimidasi dari pendukung Iran, yang tampil dominan di tribune stadion lewat sorakan dengan iringan perkusi, tak cukup menggentarkan nyali para ”Singa” muda Inggris tersebut.
Bellingham, satu-satunya pemain Inggris yang bermain di luar Liga Inggris, kembali menjadi duta terbaik negaranya lewat penampilan apik sepanjang 90 menit. Gelandang Borussia Dortmund itu membuka keunggulan Inggris lewat sundulan kepalanya. Ia memanfaatkan ”gravitasi” striker Harry Kane dan umpan silang bek sayap Luke Shaw.
”Hari yang sangat indah untuk kami. Sangat penting belajar menciptakan peluang melawan tim seperti ini. Pelatih hanya berkata kami perlu menikmati kemenangan ini karena laga selanjutnya akan menantang,” ungkap Bellingham yang menjadi pencetak gol termuda kedua, setelah Michael Owen, di Piala Dunia.
Saka melengkapi pesta Inggris dengan sepasang gol indah yang terpisah di dua babak. Gol pertama darinya sangat penting karena menggandakan keunggulan Inggris, 2-0, sekaligus membuat Iran kehilangan motivasi lebih cepat. Pemain Arsenal itu bangkit pada momen tepat seusai gagal mengeksekusi penalti di final Piala Eropa 2020, tahun lalu. Saat itu, Inggris dikalahkan Italia.
"Kejadian di Piala Eropa akan membayangi saya selamanya. Tetapi, dukungan tim di Arsenal dan timnas (Inggris) membuat saya semangat. Saya banyak mendapatkan cinta dari orang-orang di sekeliling," ujar Saka dalam sesi jumpa pers di Qatar.
Dipuji lawan
Dengan keberanian para duta mudanya, wajar mereka dipuji setinggi langit oleh Queiroz. ”Tim ini paling berbakat dan kompetitif, sejak 1966. Saya sudah bekerja dengan generasi Paul Scholes dan David Beckham, tetapi tim kali ini terasa berbeda. Mereka sangat berbahaya,” kata mantan asisten pelatih Manchester United itu.
Iran sudah dibayangi pertanda buruk sejak awal laga ini. Kiper utama mereka, Alireza Beiranvand, terpaksa diganti pada babak pertama akibat benturan keras di kepalanya. Dia digantikan oleh Hossein Hosseini yang belum pernah tampil di turnamen resmi.
Pesta gol Inggris turut diramaikan para veteran. Penyerang Raheem Sterling, Marcus Rashford, dan Jack Grealish, turut menyumbang gol. Sepasang gol penyerang tim lawan, Mehdi Taremi, tidak berpengaruh apa pun. Adapun cuaca panas, yang sempat dikhawatirkan, ternyata tidak memengaruhi performa Inggris.
Inggris memang unggul segalanya di atas kertas. Meskipun begitu, laga pembuka sama sekali tidak mudah. Mereka membawa beban berat. Seperti disampaikan sejak 9 tahun lalu, Federasi Sepak Bola Inggris (FA) kembali menargetkan gelar juara dunia di Qatar.
Kami sangat senang mendapatkan hasil yang baik di laga pertama (penyisihan grup). Kami tampil menyerang. Namun, saya tidak suka kebobolan dua gol. (Gareth Southgate)
Beban itu semakin berat karena Kane dan rekan-rekannya terbilang sukses di dua turnamen sebelumnya. Southgate mengantar Inggris lolos ke semifinal Piala Dunia Rusia 2018 dan final Piala Eropa 2020. Deretan prestasi itu adalah yang terbaik sejak mereka menjadi juara dunia pada 56 tahun lalu.
Bagi Tiga Singa, raihan tiga poin pertama itu sangat penting. Mereka butuh sebanyak mungkin poin untuk finis sebagai juara grup. Sebab, jika hanya menjadi runner-up, mereka berpotensi melawan Belanda yang kemungkinan mampu menjadi juara Grup A.
”Semuanya adalah tentang awal yang positif. Anda tahu itu akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri tim. Mereka selalu berbahaya setiap menyerang. Setiap pemain punya peran pentingnya masing-masing. Performa ini sangat impresif,” kata mantan penyerang timnas Inggris, Alan Shearer, seperti dikutip BBC Sport.
Inggris membawa modal besar untuk menghadapi dua laga tersisa, versus Wales dan Amerika Serikat. Berkat kemenangan telak atas Iran, Inggris bisa mengistirahatkan beberapa pemain intinya pada babak kedua, antara lain Kane dan Saka. "Kami sangat senang mendapatkan hasil yang baik di laga pertama (penyisihan grup). Kami tampil menyerang. Namun, saya tidak suka kebobolan dua gol. Masih banyak hal yang harus dilakukan (diperbaiki) di laga-laga berikutnya," ujar Southgate saat jumpa pers seusai laga itu.
Anomali laga awal
Pesta gol Inggris di laga itu sebetulnya adalah sebuah anomali. Sebelum laga di Qatar itu, mereka tercatat hanya bisa memenangi dua laga perdana penyisihan grup Piala Dunia sepanjang abad ke-21, yaitu masing-masing di Jerman 2006 dan Rusia 2018. Bedanya, mereka hanya menang dengan keunggulan satu gol, yaitu melawan Paraguay (2006) dan Tunisia (2018).
Southgate mengambil beberapa perjudian di laga ini. Dia memasang bek tengah Harry Maguire yang jarang mendapat menit bermain di Manchester United. Penyerang sayap Manchester City, Phil Foden, juga dicadangkan untuk memberi tempat kepada Saka. Perjudian itu pun terbayar lunas.
Di sisi lain, tren buruk wakil Asia terus berlanjut. Tim tuan rumah Qatar memulai tren itu setelah kalah, 0-2, dari Ekuador, Minggu. Maka, harapan besar Asia tertuju kepada wakil lainnya, Jepang dan Korea Selatan.
Atribut ”One Love”
Pada laga tadi, Kane batal menggunakan ban kapten dengan tulisan ”One Love”. Awalnya, dia bersama beberapa kapten tim Eropa seperti Jerman dan Wales, berniat menggunakan atribut itu sebagai dukungan terhadap kalangan lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, dan lain-lain (LGBTQ+).
Namun, FIFA memperingatkan, wasit akan memberikan kartu kuning kepada pemain dengan atribut tersebut. Seluruh kapten pun mengurungkan niatnya. Adapun tim-tim Eropa bereaksi terhadap tuan rumah Qatar yang menolak kedatangan kaum LGBTQ+.
”Kami tidak bisa menempatkan pemain kami di dalam situasi di mana mereka bisa diberikan kartu atau dipaksa keluar lapangan. Kami sangat frustrasi dengan keputusan FIFA. Kami sudah bersurat kepada FIFA pada September dan band One Love untuk mendukung inklusivitas,” bunyi pernyataan resmi tujuh negara, termasuk Inggris.
Sementara di Grup D, Denmark punya peluang tancap gas sejak awal penyisihan grup. Mereka lebih diunggulkan ketimbang Tunisia pada laga Selasa (22/11/2022) pukul 20.00 WIB.
Denmark, tim langganan fase gugur, punya rekor bagus atas tim-tim Afrika ketika tampil di Piala Dunia. Tim ”Dinamit” tidak terkalahkan di empat laga melawan wakil Afrika. Dua laga di antaranya bahkan dimenangi Denmark. Sebaliknya, Tunisia inferior atas wakil Eropa. Mereka tidak pernah menang, bahkan tujuh kali kalah, dari sepuluh laga versus tim Eropa.
Kembalinya Christian Eriksen ke tim itu, setelah sempat divonis tidak lagi bisa bermain menyusul henti jantung di Piala Eropa 2020 lalu, menjadi energi tambahan tim Dinamit. ”Eriksen adalah detak jantung tim ini. Dia pemain yang fantastis. Senang bisa bekerja dengannya,” ungkap Pelatih Denmark Kasper Hjulmand.
Pada Piala Eropa lalu, Denmark tidak juara. Aksi heroik mereka setelah Eriksen pingsan karena henti jantung patut diacungi jempol. Mereka mampu menghadapi tragedi mencekam itu dan mengubahnya menjadi motivasi. Mereka mencapai semifinal saat itu. ”Eriksen mungkin salah satu pemain terbaik yang pernah saya lihat. Setiap menit dia bermain menjadi nilai tambah untuk Denmark,” ujar Simon Kjaer, bek Denmark. (AP/Reuters)