Enner Valencia, ujung tombak Ekuador, mengubah garis nasib melalui sepak bola. Dia keluar dari kemiskinan keluarga dan menjadi aset paling berharga bagi tim nasional Ekuador.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Menjadi pesepak bola ibarat garis nasib Enner Valencia, penyerang andalan Ekuador. Gol-gol terus tercipta dari kaki dan kepalanya sehingga dia menjadi bomber tersubur dalam sejarah tim ”Triwarna”.
Saat ibunda Valencia, Dona Bolivia Lastra, mengandung, kaki-kaki si jabang bayi yang kemudian terlahir dengan nama Enner Remberto Valencia Lastra sering menendang dengan keras dinding rahim dan perut. Di tahun-tahun awal kehidupan sejak terlahir di kawasan miskin Esmeraldas, Ekuador, 4 November 1989, Valencia senang menendang banyak benda.
Dona meyakini Valencia berbakat dalam sepak bola. Keyakinan itu terbukti sampai 33 tahun kemudian Valencia menjadi top scorer atau pencetak gol terbanyak bagi Ekuador dengan 37 gol dari 75 laga sejak 2012. Dua gol terbaru tercipta dalam laga pembuka Piala Dunia Qatar di Stadion Al-Bayt, Doha, Minggu (20/11/2022). Valencia menghukum Qatar dengan skor 2-0, sekaligus mengubah rekor selama ini, yang menyatakan tuan rumah tidak terkalahkan pada laga perdana Piala Dunia sejak Piala Dunia Jerman 2006.
Koleksi 37 gol sementara ini sudah menjauhi capaian legenda Agustin Delgado dengan 31 gol dari 71 laga kurun 1994-2006. Meski sudah berusia 33 tahun, Valencia tetap berpeluang besar mengabadikan nama sebagai topscorer sepanjang masa Ekuador. Namun, untuk jumlah laga membela tim nasional, 75 pertandingan masih teramat jauh dari pengabdian Ivan Hurtado, bek legendaris Ekuador, dalam 168 laga dengan 4 gol dalam kurun 1992-2014.
Khusus pada Piala Dunia, Valencia yang kini membela klub Turki Fenerbache telah mengoleksi lima gol. Valencia melampaui capaian Agustin Delgado di Korea-Jepang 2002 (1 gol) dan Jerman 2006 (2 gol). Tiga gol Valencia sebelumnya tercipta di Brasil 2014 saat Ekuador kalah 1-2 dari Swiss dan menang 2-1 atas Honduras.
Valencia mengawali karier profesional dengan membela klub Emelec (Ekuador). Pada periode 2010-2013, Valencia melakoni 130 laga dan mencetak 27 gol. Selanjutnya, Valencia bermain untuk Pachuca (Meksiko) dengan penampilan kian moncer. Valencia bermain produktif untuk Pachuca pada 23 laga dan mencetak 18 gol. Pada Piala Dunia Brasil 2014, penampilannya kian bersinar. Seusai turnamen atau 17 Juli 2014, West Ham United (Liga Inggris) meminangnya dengan mahar Rp 261 miliar.
Namun, tiga musim atau 2014-2017 di ”The Hammers”, julukan West Ham United, Valencia cuma berkontribusi dalam 54 laga dan mencetak 8 gol. Satu gol dari 6-7 laga jelas penampilan yang mengecewakan sehingga Valencia dibuang dengan status pinjaman ke Everton. Musim 2016-2017 di Everton, ketajamannya memburuk, yakni cuma 3 gol dari 21 laga atau rerata satu gol dari tujuh laga. Pada 13 Juli 2017 atau setelah tiga musim bermain di Inggris, Valencia kembali ke daratan Meksiko dan mendarat di Tigres UANL.
Di Meksiko, ketajamannya berangsur pulih. Pada periode 2017-2020, Valencia bermain dalam 95 laga dan mencetak 21 gol atau rata-rata satu gol untuk empat-lima laga. Pada 28 Agustus 2020, Valencia mengakhiri pengabdian di Meksiko dan pindah ke daratan Turki untuk membela Fenerbache dengan status bebas transfer. Di negeri persimpangan budaya Eropa-Asia itu, Valencia kian tajam dengan capaian 32 gol dari 71 laga atau satu gol setiap dua-tiga pertandingan.
Jauh sebelum menapaki karier profesional, Valencia berjibaku dalam kehidupan yang miskin. Valencia bekerja serabutan, antara lain sebagai pemerah sapi dan penjual susu dari Ricaurte.
Padahal, jauh sebelum menapaki karier profesional, Valencia berjibaku dalam kehidupan yang miskin. Sebagai anak lelaki Ekuador, sudah menjadi tradisi atau norma untuk membantu orangtua menghidupi keluarga yang melarat. Valencia bekerja serabutan, antara lain sebagai pemerah sapi dan penjual susu dari Ricaurte. Valencia kerap mendampingi ayahandanya, Remberto Valencia, mencari nafkah ke San Lorenzo di pesisir Ekuador yang menghadap Samudra Pasifik Selatan.
Di sela kehidupan membantu orangtua, Valencia senang bermain sepak bola. Namun, kemiskinan membuat Remberto tak bisa memberikan bola untuk bermain anaknya. Remberto sekadar membuat bola dari gulungan kain bekas yang dijahit sebagai hadiah bagi Valencia. Bola kain itulah yang digunakan Valencia untuk bermain dengan teman-temannya.
Valencia kemudian bersekolah di San Lorenzo. Selama bersekolah, Valencia tetap keranjingan bermain sepak bola, olahraga yang justru di masa depan menghalanginya menempuh pendidikan tinggi atau universitas. Pada 2005, Valencia mengikuti uji coba di akademi semenjana Caribe Junior. Selama tiga tahun, Valencia menjelma menjadi pemain yang berbahaya. Selanjutnya, sejak 2008, Valencia bergabung dengan Emelec, salah satu klub berpengaruh di Ekuador.
Di awal masa uji coba di Emelec, Valencia sempat kebingungan karena ketiadaan uang untuk menjamin kehidupannya. Namun, klub bersedia membantu setelah melihat kehebatannya. Di Emelec, Valencia berkembang menjadi salah satu aset berharga sepak bola Ekuador. Pada 2012, Valencia dipanggil untuk mulai membela Triwarna. Selanjutnya adalah sejarah kehebatan sang pemain. (AFP)