Melepas Rindu Kebersamaan di Bank Jateng Tilik Candi
Setelah dua tahun tidak bisa melibatkan warga karena pandemi, Borobudur Marathon tahun ini kembali menghadirkan kemeriahan warga di jalur lomba. Hal itu sangat ditunggu, terutama oleh peserta Bank Jateng Tilik Candi.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH, NINO CITRA ANUGRAHANTO, KRISTI DWI UTAMI, REGINA RUKMORINI
·7 menit baca
Setelah dua tahun tidak bisa melibatkan warga karena pandemi Covid-19, ciri khas Borobudur Marathon yang identik dengan atraksi dukungan warga akhirnya kembali di tahun ini. Sebanyak 4.552 pelari dan ribuan warga setempat melepas rindu kebersamaan dalam lomba lari separuh maraton Bank Jateng Tilik Candi yang jadi rangkai akhir acara Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng di sekitar Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (13/11/2022).
Di antara puluhan warga yang memberi dukungan di sekitar kilometer (km) ke-13 di dekat Candi Pawon, tampak pasangan paruh baya berusaha ikut mendukung para pelari. Sumarno (65) mengetuk-ngetuk kentungan kayu untuk menggiringi tepukan tangan dan teriakan penyemangat dari istri di sampingnya, Sri Wahyu Ningsih (63). ”Ayo semangat, ayo semangat, ayo semangat,” ujar Sri tertuju kepada para pelari yang melintas.
Upaya pasangan itu mungkin hanya riak-riak di antara kerasnya suara dentuman peralatan drum band dan nyanyian berpengeras suara dari kelompok anak-anak dan pemuda yang berjarak 10-20 meter dari tempat duduk pasangan tersebut. Namun, pasangan itu mendukung dengan penuh keikhlasan tanpa ada yang mengarahkan.
”Terakhir kali ada lari ramai-ramai ini kan 2019. Pas pandemi 2020 dan 2021, tidak ada lomba. Jadinya sepi. Tapi, sekarang, lombanya sudah bisa diselenggarakan lagi. Senang rasanya bisa lihat pelari ramai-ramai lagi. Seru saja lihat orang-orang penuh semangat menyelesaikan lombanya. Ini hiburan gratis yang bisa kami rasakan dari depan rumah sambil berjemur matahari pagi,” kata Sumarno.
Melalui kerja sama dengan pemerintah dan masyarakat, panitia memfasilitasi 32 titik lokasi untuk warga memberikan dukungan kepada para pelari di sepanjang jalur yang terbentang 21,0975 km. Warga yang terlibat mulai dari anak-anak sekolah dasar, pemuda karang taruna, hingga kolompok ibu-ibu ataupun bapak-bapak.
Mereka menyuguhkan sejumlah pertunjukkan, seperti tarian dengan pakaian etnik, permainan alat musik tradisional dan modern, serta nyanyian lagu yang liriknya digubah dengan kata-kata penyemangat. Ada pula yel-yel dan spanduk berisi kata-kata penyemangat, antara lain, ”ku, kan, bernyanyi seperti dia berlari”.
Pelajar kelas 6 SD Negeri Ringinputih 1, Magelang, Melisa Armawati (12), misalnya. Dia menyisihkan waktu sekitar satu bulan untuk mempelajari koreografi tari kreasi bertema Garuda Nusantara. Saat hari lomba, dirinya bangun di pagi buta untuk merias wajah dan menggunakan pakaian bercorak kontemporer, perpaduan ciri khas Jawa dengan kombinasi riasan berbentuk burung garuda. Hari itu, dirinya menjadi pementas utama dari delapan orang penari kreasi tersebut.
Menari dengan pakaian khusus itu cukup sulit, terutama riasan kepala yang cukup mengganggu arah pandang dan pengap. Akan tetapi, Melisa tetap semangat menunjukkan aksinya dari awal lomba yang dimulai pukul 05.00 dan berakhir 08.45 tersebut. ”Ini kedua kalinya saya ikut tim penghibur pelari Borobudur Marathon setelah tahun 2019 pas saya kelas 3 SD. Setelah itu, kan, pandemi dan baru bisa ikut lagi pas di kelas 6 ini. Saya senang bisa ikut menghibur pelari lagi. Kan, Borobudur Marathon acara besar di sini, jadi bangga juga bisa ikutan langsung,” tuturnya.
Penghipnosis lelah
Para pelari pun antusias menyaksikan atraksi warga tersebut. Mayoritas pelari melakukan interaksi dengan para warga sebagai bentuk apresiasi. Ada yang menyapa sambil belari, ada yang mengajak tos, dan ada yang berhenti sejenak untuk berfoto serta mengambil video.
Bahkan, sebagian besar pelari mengaku dukungan warga berhasil menghipnotis rasa lelah berlari, terutama di pengujung lomba ketika energi mulai terkuras dan cuaca kian panas serta lembab. Lagi pula, jalur lomba cukup menantang, antara lain ada turunan dan tanjakan curam, serta tikungan patah-patah.
Hal itu yang dirasakan pelari putri asal Jawa Barat, Ai Kusmiati (22), yang meraih emas dengan waktu 1 jam 30 menit 5 detik dan pelari putra asal Sumatera Barat, Khairullah (30), yang meraih emas dengan 1 jam 18 menit 2 detik. Menurut Ai, ini adalah partisipasi keduanya di lomba separuh maraton Borobudur Marathon setelah 2019.
Secara keseluruhan, lanjut Ai, jalur lomba 2022 tidak berbeda dengan tiga tahun lalu dan tetap sulit ditaklukkan. Namun, berkat latihan lebih intens dan dukungan besar dari warga, Ai mampu meraih hasil jauh lebih baik dibanding hanya finis ke-14 dengan 1 jam 50 menit 37 detik pada 2019.
”Saya kira atraksi dukungan warga itu salah satu daya tarik utama Borobudur Marathon dan sangat dirindukan, terlebih semasa pandemi. Dampak dukungan itu besar sekali, yah. Pas saya sudah sangat lelah mendekati akhir lomba, suara dari nyanyian dan yel-yel warga itu membuat pikiran lelah teralihkan. Jadinya, pengin buru-buru untuk mendekati sumber suara itu dan terus begitu hingga tak terasa akhirnya finis, bahkan bisa finis pertama dan mencetak personal best (catatan waktu terbaik individu),” ujar Ai.
Sementara itu, Khairullah baru pertama kali ikut lomba separuh maraton dan berpartisipasi di Borobudur Marathon. Sebagai debutan, Khairullah tidak terlalu terbebani oleh jalur menantang dan cuaca lembab khas kawasan sekitar Candi Borobudur.
”Secara tidak langsung, itu berkat sorak-sorai penonton yang membuat lari lebih menyenangkan. Saya menikmati sekali lomba di sini, suasana jalur dan kehebohan penontonnya tidak ada di tempat lain. Kalau ada kesempatan, pasti saya ingin ikut lagi tahun depan dan bila perlu coba naik level ke full marathon,” ungkap Khairullah.
Selain Ai, di kelompok putri, pelari asal Sumatera Selatan, Yulia, finis kedua dengan 1 jam 40 menit 54 detik dan pelari asal Jawa Tengah Risa Wijayanti finis ketiga dengan 1 jam 42 menit 43 detik. Di kelompok putra, pelari asal Maluku Utara, Irwandi Fokatea, menyusul Khairullah di urutan kedua dengan 1 jam 19 menit 29 detik dan pelari asal Jawa Tengah, Wartono, di peringkat ketiga dengan 1 jam 20 menit 33 detik.
Apresiasi gubernur
Aksi warga di sepanjang jalur itu turut diapresiasi oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang ikut berlomba hingga finis dengan 3 jam 22 menit. Ganjar menilai, antusiasme masyarakat Magelang sangat luar biasa. Mereka berjajar di pinggir jalan untuk memberikan semangat.
”Respons masyarakat luar biasa. Pelajarnya ikut menyambut, masyarakat juga ikut dengan beragam pertunjukan yang disajikan. Ada seni, budaya dan lainnya. Mudah-mudahan, Borobudur Marathon betul-betul akan menjadi milik masyarakat Borobudur, Magelang, dan sekitarnya. Ajang ini milik mereka,” ujar Ganjar, yang berpartisipasi bersama istrinya, Siti Atikoh.
Wakil Pimpinan Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, secara keseluruhan, pelaksanaan Borobudur Marathon tahun ini berjalan lancar mulai dari Elite Race dan Bank Jateng Young Talent pada Sabtu (12/11) dan Tilik Candi. Sebagai bukti, lalu lintas sangat memanjakan pelari karena bebas dari kendaraan umum.
Kemudian, ada sejumlah pemecahan rekor personal dari beberapa pelari, terutama oleh Pretty Sihite yang juara Elite Race putri dan Ai di Tilik Candi. Penyelenggaraan Young Talent pun menjadi cikal-bakal membangun ekosistem prestasi lari jarak jauh nasional yang berkelanjutan.
Semua itu akan menjadi acuan untuk menyiapkan Borobudur Marathon yang lebih baik di tahun depan. Itu boleh jadi diawali dengan memperluas pelaksanaan friendship run sebagai ajang pemanasan Borobudur Marathon, yakni dari Semarang (Jawa Tengah), DKI Jakarta, Medan (Sumatera Utara), dan Makassar (Sulawesi Selatan), tahun ini menjadi lebih banyak pada 2023.
”Yang jelas, COP (cut of point) dan COT (cot of time) tetap diterapkan agar pelari lebih displin menyiapkan diri karena konsekuensinya tidak bisa melanjutkan lomba kalau melewati batas COP dan tidak dapat medali kalau lewat batas COT. Jumlah peserta bisa saja ditambah dan kembali mengundang pelari luar negeri. Tapi, itu bukan bergantung dari kami, melainkan dari regulasi pemerintah terkait pandemi. Kalau aturan pemerintah lebih longgar, tidak tertutup kemungkinan kami mengundang pelari-pelari dari luar negeri,” kata Budiman.
Terakhir, Budiman menyampaikan, Borobudur Marathon adalah ajang yang lahir dari gotong royong dan kolaborasi dari sejumlah pihak. Kesuksesan pergelaran tahun ini membuat semua pihak terkait optimistis bahwa mereka bisa melaksanakan ajang berkualitas bukan cuma kelas nasional, melainkan pula internasional di masa depan.