Berperang karena Politik, Bersekutu dalam Pesta Bola
Melalui Piala Dunia 2022, Qatar ingin memperlihatkan wajah yang berbeda. Mereka menepikan urusan politik dan membuka penerbangan langsung ke Ben Gurion untuk menyambut ”fans” Palestina ataupun Israel.
Legenda Belanda, Ruud Gullit, pernah berujar, politik dan sepak bola sebaiknya jangan dicampur aduk. Namun, tidak halnya bagi legenda Skotlandia, Tommy Docherty. Baginya, sepak bola justru menyimpan banyak kegilaan politik.
”Kegilaan” itu tengah dijalankan Qatar yang akan menyelenggarakan Piala Dunia 2022. Mereka bertekad menjadikan ajang itu sebagai melting pot, wadah pertemuan para suporter tanpa membeda-bedakan latar belakang, seperti dari Israel ataupun Palestina yang selama ini berseberangan.
Qatar 2022, Piala Dunia FIFA pertama di Jazirah Arab, Timur Tengah, diharapkan menjadi ajang pertemuan pencinta sepak bola untuk mendorong kemanusiaan dan perdamaian dunia. Pesta bola terakbar ini akan dihadiri lebih dari 1,2 juta wisatawan internasional yang sebagian di antaranya berasal dari negara-negara yang sedang berperang.
Penyelenggara Piala Dunia Qatar berharap pendukung atau pemain menepikan sementara preferensi politik selama turnamen itu berlangsung pada 20 November-18 Desember 2022. Bagi mereka, dahulukan sepak bola, alih-alih perang atau politik. Ada hal yang lebih besar di atas segalanya, yakni perdamaian, bahkan kemanusiaan.
Maka, mungkinkah ”pesta bola” Qatar menjadi festival kegembiraan 10.000 fans Israel dan Palestina yang datang untuk berwisata dan menikmati turnamen meskipun tim nasional mereka tidak lolos ke Piala Dunia itu?
Menjawab hal itu, Pemerintah Qatar dan penyelenggara Piala Dunia 2022 memberikan ”jalan”. Mereka telah menyetujui penerbangan langsung khusus dari Israel ke Doha, ibu kota Qatar, baik untuk fans sepak bola Israel maupun Palestina. ”Kami mengumumkan suatu cara untuk meningkatkan hubungan di Timur Tengah,” kata Presiden FIFA Gianni Infantino.
Dengan penerbangan khusus, penikmat sepak bola berkebangsaan Israel dan Palestina dapat menikmati terbang dan suasana turnamen secara bersama-sama.
Baca Juga: Fans Setia untuk Piala Dunia Qatar
Menurut FIFA, Perdana Menteri Israel Yair Lapid menyetujui adanya penerbangan khusus untuk mengangkut penumpang Israel dan Palestina ke Doha itu. Namun, pihak Qatar menyampaikan kepada Israel bahwa peningkatan ketegangan politik, bahkan konflik di Jerusalem, Jalur Gaza, dan Tepi Barat, selama turnamen itu akan meningkatkan risiko pembatalan kesepakatan penerbangan khusus.
Sumber diplomatik AFP menyatakan, setidaknya 10.000 fans sepak bola dari Israel dan Palestina telah memiliki tiket untuk sejumlah laga sepanjang 29 hari turnamen tersebut. FIFA dan Qatar berulang kali menyatakan, Piala Dunia tidak boleh menolak kedatangan fans dari negara apa pun dan tidak mempersoalkan latar belakang pengunjung.
Perlu berbulan-bulan bagi FIFA untuk membuat Israel melunak sehingga mengizinkan adanya penerbangan khusus, termasuk bagi warga Palestina, melalui Bandar Udara Ben Gurion. Selama ini, Israel menutup prasarana itu bagi warga yang tinggal di wilayah Palestina. Mereka biasanya bepergian melalui Jordania.
Kehadiran beribu-ribu fans Israel ke Qatar, negara yang berpandangan konservatif Muslim, bisa menjadi batu loncatan untuk meningkatkan hubungan kedua negara.
FIFA menyatakan, penerbangan khusus itu akan diwujudkan oleh maskapai yang berizin beroperasi dari dan ke Qatar selama Piala Dunia 2022 dan mendapat persetujuan dari otoritas keamanan Israel. Maskapai yang diyakini menjalankan ”operasi” itu ialah Royal Jordanian dan TUI. Perjalanan bagi fans Israel akan diatur oleh perusahaan wisata berbasis di Doha. Israel diperkenankan membuka semacam kantor pelayanan khusus bagi fans negara itu.
Dua negeri tetangga Qatar, yakni Bahrain dan Uni Emirat Arab, melalui Kesepakatan Abraham 2020 menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Arab Saudi membuka ruang udara untuk maskapai Israel, sementara Qatar membuka hubungan dagang dengan Israel pada 1996.
Namun, pada 2000, kantor dagang itu ditutup dan hubungan kedua negara berakhir sejak 2009 terkait operasi militer Israel di Jalur Gaza. Qatar mendukung Hamas, sayap politik di Palestina yang mengontrol Jalur Gaza dan terus berperang dengan Israel sejak 2008.
Berjarak dengan Israel
Qatar bergeming untuk selalu berjarak dengan Israel. Pembukaan penerbangan khusus dari Israel menjadi komitmen kepada dunia melalui FIFA dan tidak boleh dipolitisasi.
Negara yang juga membenci Israel ialah Iran. Negara itu, di Piala Dunia Qatar, tergabung di Grup B bersama Inggris, Wales, dan AS. Hubungan politik Iran dan AS juga sedang goyah. Di berbagai turnamen internasional, sejumlah atlet dari Timur Tengah, termasuk Iran, menolak bertanding melawan atlet Israel atau enggan berjabat tangan.
Di satu sisi, sikap itu adalah ekspresi pandangan politik. Akan tetapi, di sisi lain, sikap itu mencederai semangat olahraga yang kukuh dengan kejujuran, kesetaraan, keterbukaan, dan kemanusiaan.
Laga sepak bola dapat menjadi panggung pemain atau ofisial memperlihatkan gestur berkonotasi pandangan politik. Di sisi lain, pertandingan juga menjadi sarana ekspresi fans untuk menyampaikan pendapat kepada dunia. Misalnya, pendukung Bayern Munchen dan Borussia Dortmund saat menyatakan kepedulian terhadap korban Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022.
Pesta Bola (Bukan) untuk Semua
fans
fans
Pakar dari Iran, Mehrzad Boroujerdi, berpendapat bahwa tensi antara Israel dan Iran akan selalu berpotensi meledak di luar kedua negara dalam banyak hal. Fans garis keras akan selalu berusaha untuk menyampaikan pendapat melalui perhelatan netral di pesta bola terakbar.
Pada 2018 atau dua tahun sebelum UEA melakukan formalisasi hubungan dengan Israel, dalam sebuah kejuaraan judo di Abu Dhabi, ibu kota UEA, yang dimenangi pejudo Israel, lagu kebangsaan negara tersebut dikumandangkan. Bendera Israel juga dinaikkan sebagai penghormatan kepada sang juara.
Saya tahu Qatar mendukung Hamas, tetapi saya tidak takut.
Seorang menteri dari Israel lantas menyeka air matanya sebagai pertanda haru saat menyanyikan ”Ha Tikva”, lagu kebangsaannya, di jantung UEA, bertahun-tahun setelah para atlet Arab dan Iran menolak berjabat tangan atau bertanding melawan atlet Israel.
Boroujerdi melanjutkan, kehadiran beribu-ribu fans Israel ke Qatar, negara yang berpandangan konservatif Muslim, bisa menjadi batu loncatan untuk meningkatkan hubungan kedua negara. Emmanuel Navon, dosen senior Jerusalem Institute for Strategic Studies, berpendapat, kemauan Qatar membolehkan kedatangan fans Israel merupakan indikasi positif negeri itu akan melunak dalam hubungannya dengan Israel.
Fans Israel memandang pesta bola terakbar itu sebagai kesempatan amat langka untuk memasuki dan menikmati negeri kaya itu. ”Hanya saat ini kami bisa pergi ke sana,” kata Gil Zilber, fans dari Ramat Gan, kawasan suburban Tel Aviv.
Zilber telah memegang tiket sejumlah pertandingan Piala Dunia Qatar. ”Saya tahu Qatar mendukung Hamas, tetapi saya tidak takut,” ujar Zilber yang datang untuk menikmati sepak bola.
Iran memanas
Sementara situasi politik di Iran sedang memanas terkait gelombang protes terbesar sejak Revolusi Islam Iran 1979. Penanganan terhadap gelombang protes oleh otoritas keamanan mengakibatkan kematian 270 jiwa menurut kelompok pemantau hak asasi manusia.
Aktivis HAM Iran telah meminta FIFA untuk mengeluarkan Iran dari turnamen itu sebagai protes terhadap pemerintahan negeri itu. Di Iran, perempuan masih dilarang menghadiri pertandingan sepak bola. Jika Iran dicoret, Italia bersiap menggantikannya. Italia, juara Piala Eropa 2020, merupakan negara dengan peringkat FIFA tertinggi yang absen di Qatar.
Namun, FIFA bergeming dan tidak mau terjerat politik. Iran akan menjalani laga-laga kontra Inggris, Wales, dan AS di Grup B. Akankah di Qatar nanti para pemain tim ”Singa Persia”, julukan Iran, kembali mengenakan ban lengan seperti saat Revolusi Hijau Iran 2009 atau bersedia berjabat tangan dengan rivalnya, AS, seperti di Piala Dunia Perancis 1998?
Baca Juga: Kontroversi Tak Tutupi Antusiasme
Penyerang Iran, Sardar Azmoun, mengatakan siap mengorbankan tempatnya di turnamen itu demi sehelai rambut perempuan Iran yang tersakiti. Akhir September 2022, saat mencetak gol untuk Zenith St Petersburg di Winna, Austria, Sardar menolak merayakan sebagai protes terhadap penindasan perempuan dan aktivitas sosial politik. Dua rekannya ditangkap karena mendukung protes itu.
Alex Vatanka, dosen senior di Institute Timur Tengah, Washington, mengatakan, pesepak bola Iran selalu berada di sisi rakyat. Ada kemungkinan berbagai pendapat politik akan disuarakan oleh pemain Iran di Piala Dunia Qatar 2022. ”Sangat memungkinkan Piala Dunia akan digunakan untuk menyampaikan suara dan protes mereka,” ujarnya.
Omid Gholamhosseini, agen wisata berbasis di Teheran, Iran, mengatakan, situasi yang tak kondusif di negaranya mengakibatkan minimnya turis yang berkunjung. Situasi itu juga menyulitkan warga Iran yang berkemampuan ekonomi terbatas untuk bepergian, terutama mendukung Singa Persia di Qatar.
Namun, dari berbagai potensi kesulitan itu, pesta bola dianggap sebagai pelipur lara meski hanya sementara. ”Sebuah suasana yang hebat (di Piala Dunia). Kami warga Iran dapat menjadi bagian dari perayaan global tanpa jarak dengan dunia luar,” kata Dayan (38), warga Iran.
Maka, pernyataan Gullit dan Docherty benar adanya. Sepak bola tidak bisa dicampur dengan politik karena neraka politik banyak terjadi dalam sepak bola. Untuk itu, mari berpandangan seperti legenda Brasil, Ronaldinho, bahwa sepak bola adalah terutama tentang kegembiraan manusia. (AFP)