Sehari sebelum perlombaan Elite Race dan Bank Jateng Young Talent dalam Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng, semua peserta melakukan persiapan matang. Tujuannya, agar mereka bisa lari optimal dan bebas cedera.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH, MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS – Sehari atau H-1 jelang suatu perlombaan lari jarak jauh adalah waktu krusial yang sangat menentukan hasil di hari lomba. Perlu persiapan matang yang bukan sekadar soal asupan makanan, melainkan hal mendetail lainnya, seperti nomor lomba, pakaian yang nyaman, dan sepatu yang tepat dengan menyesuaikan prediksi cuaca. Tanpa persiapan yang baik, tak sedikit pelari yang berpotensi menang justru gagal total.
Hal itu disadari betul oleh 37 pelari Elite Race atau lomba lari maraton, yang terdiri dari 26 putra dan 11 putri, serta 30 pelari Bank Jateng Young Talent atau lomba lari 10K untuk para pelari muda, terdiri dari 23 putra dan tujuh putri. Kedua lomba itu bagian dari ajang Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng yang berlangsung di sekitar Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (12/11/2022).
Peserta kategori Elite Race asal Sijunjung, Sumatera Barat, Hamdan Syafril Sayuti ditemui usai latihan di kawasan Hotel Puri Asri, Magelang, mengatakan, sehari jelang lomba, tentunya asupan makanan yang tepat menjadi yang utama. Asupan makanan itu akan menjadi bahan bakar di hari lomba atau istilahnya carbo-loading.
”Pada H-1, yang pasti harus makan tepat waktu dan banyak asupan karbohidrat karena kita butuh banyak energi saat lomba. Sebelum datang ke sini, saya sudah siapkan jauh-jauh hari makanan dan minuman yang biasa saya konsumsi jelang lomba, mulai dari roti-rotian dan minuman khusus,” ujar peraih emas maraton Borobudur Marathon 2018 dan 2017, serta perunggu 2019 dan 2020 tersebut.
Selain itu, Hamdan menyampaikan, ada hal-hal lain yang lebih detail yang kadang lupa diperhatikan. Hal itu terkait pemilihan pakaian, kaos kaki, dan sepatu yang sesuai dengan karakter tubuh, agar bisa berlari dengan nyaman dan aman.
Kalau Hamdan, dia biasanya selalu mengelap sepatu sebelum lomba. Bukan untuk bergaya, itu dilakukan untuk turut mengecek setiap bagian sepatu apakah masih kuat atau tidak, seperti lem perekat telapak sepatu dan kondisi talinya.
Walau sepatu yang dibawa masih baru dan bagus, tidak menutup kemungkinan rusak selama di simpan di penginapan sebelum lomba, misalnya karena kondisi lembab. Jika tetap dipakai untuk lomba, bukan tidak mungkin sepatu itu jebol dan menyebabkan telapak kaki cedera, yang ujungnya bisa memupuskan mimpi naik podium.
Pada H-1, yang pasti harus makan tepat waktu dan banyak asupan karbohidrat karena kita butuh banyak energi saat lomba.
Hal ini pernah terjadi pada Borobudur Marathon 2020, pelari asal Bangka Belitung Robi Sianturi yang sempat memimpin, akhirnya harus puas finis kesembilan karena cedera lecet kaki yang memaksanya melepas sepatu tak lama sebelum finis. ”Jangan lupa pula memakai plester di bagian kaki yang mudah lecet karena sepatu lembab atau basah. Apalagi saat lomba, ada perkiraan akan turun hujan,” kata Hamdan.
Tidak coba-coba makanan
Sementara itu, peserta Young Talent asal Sumatera Utara Fadhil Aulia Mufti tidak mau coba-coba makanan sebelum lomba. Dia mengaku, ada godaan ingin mencoba semua makanan yang disediakan panitia. Belum lagi, makanan itu jarang sekali ditemui di kampung atau tidak pernah sama sekali dicoba. Padahal, kalau tidak biasa, bisa-bisa makanan baru itu menyebabkan sakit perut yang bisa merusak semua rencana untuk lomba.
”Memang banyak makanan di sini, yang tidak biasa awak makan. Namanya, awak dari kampung kan, pasti pengin kali coba semuanya. Tapi, awak enggak beranilah coba-coba, takut nanti sakit perut. Kan, makanan itu belum tentu cocok untuk perut awak,” ungkap Fadhil.
Di samping soal makanan, Fadhil pun menyiapkan semua kelengkapan lomba dengan telaten. Dia telah memasang nomor peserta di pakaian jauh-jauh hari supaya tidak lupa karena buru-buru saat waktu mepet sebelum lomba. ”Kalau sepatu, awak pilih sepatu yang biasa dipakai yang sudah menyesuaikan bentuk kaki awak. Kalau tiba-tiba pakai sepatu baru, bisa-bisa nanti kaki panas dan jadinya lecet,” tuturnya.
Lain lagi dengan peserta Young Talent asal Jawa Tengah, Nur Aslamiyah Irja Pasa. Agar waktu istirahat atau tidurnya cukup, pelari putri menghindari bermain ponsel. ”Sebab, kalau udah pegang HP, biasanya jadi lupa waktu. Jadinya nanti lupa makan dan tidak tidur,” ujarnya.
Kebugaran tubuh menjadi fakor yang sangat penting untuk menjalani perlombaan lari jarak jauh. Untuk memastikan tubuh dalam kondisi prima, ada tiga faktor yang wajib dijaga pelari, yakni latihan teratur, asupan makanan atau nutrisi berkualitas, dan istirahat atau tidur yang cukup.
Siklus kehidupan seperti itu disadari betul oleh pelari-pelari senior, seperti mantan pelari putri andalan Indonesia Triyaningsih yang berpartisipasi dalam Elite Race. Oleh karena itu, Triyaningsih hanya menjalani latihan ringan sehari jelang lomba.
”Kalau sekarang, aku sudah masuk tahap tapering run (aktivitas mengurangi volume latihan sambil meningkatkan asupan nutrisi dan waktu istirahat). Latihan program sudah dilakukan jauh hari sebelum ke sini. Secara mental, aku sudah menyiapkan diri supaya bisa lari dengan nyaman, tidak ada pikiran macam-macam saat lomba,” kata peraih 11 emas SEA Games 2007-2017 tersebut.
Yang tak kalah penting, menurut pelari putri asal Sumatera Barat peserta Elite Race Yulianti Utari, dirinya ingin lari dengan nyaman dan tidak cedera. ”Kita siapkan dahulu kaki dan sepatu, aman atau tidak. Jangan sampai nanti cedera saat lomba,” pungkas Yulianti.