Stadion Sepak Bola Jangan Lagi Jadi “Kuburan Massal”
PSSI harus sepenuh hati menjalankan rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk transformasi total sepak bola Tanah Air. Dengan demikian, ke depan, stadion sepak bola tidak lagi jadi “kuburan massal”.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Hari ini, Kamis (10/11/2022), adalah tepat 40 hari seusai Tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang merenggut 135 nyawa saat pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Tragedi tersebut bermula saat aparat keamanan menembakkan gas air mata ke tribune penonton. Hingga saat ini, pengusutan dugaan pelanggaran hak asasi manusia tersebut masih terus diselidiki.
“Pertandingan sepak bola di stadion harusnya menjadi tontonan yang menghibur, bukan malah menjadi kuburan massal,” kata Fajar Junaedi, peneliti budaya suporter sepak bola.
Fajar menuntut semua pihak bertanggung atas tragedi tersebut. Dia menyoroti buruknya koordinasi panitia pelaksana pertandingan yang gagal menangani ulah sejumlah penonton yang masuk ke lapangan. Buruknya koordinasi tersebut menyebabkan aparat keamanan menembakkan gas air mata. Penggunaan gas air mata itu lantas memicu kepanikan massa, sehingga orang-orang dalam stadion tidak terkendali.
“Penggunaan gas air mata di stadion melanggar aturan dalam Pasal 19 poin (b) Regulasi Keselamatan dan Keamanan Stadion FIFA,” ujar Fajar.
Investigasi terbaru Kompas mendapatkan dua dokumen hasil pengujian laboratorium atas sampel gas air mata yang ditembakkan polisi sesuai pertandingan. Hasil uji di dua laboratorium ini mengungkap, selain senyawa CS gas yang menjadi komponen utama gas air mata, setidaknya ada empat senyawa lain yang ditemukan.
Terkait pembenahan sepak bola, Junaedi menilai belum ada langkah nyata dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam melaksanakan rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
Menurut peneliti laboratorium berinisial AKS, empat komponen ikutan dari sampel gas air mata yang ditembakkan di Stadion Kanjuruhan memiliki sifat beracun, mudah terbakar, menimbulkan kerusakan organ tubuh, dan pada kondisi tertentu bisa memicu kematian.
“Ini menjadi bukti bahwa tidak berkompetennya PSSI dan operator liga (PT Liga Indonesia Baru) dalam melaksanakan aturan,” kata Fajar.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menyayangkan keputusan PSSI dan PT LIB yang tidak mengindahkan rekomendasi dari pihak kepolisian agar pertandingan Arema vs Persebaya diselenggarakan pada siang hari. Menurut dia, pertandingan yang dilakukan malam hari mempertinggi faktor risiko.
Dalam investigasi Kompas, menurut AKS, kondisi malam hari memperparah dampak gas air mata yang ditembakkan aparat. Penguraian zat gas air mata pada malam hari, ungkapnya, lebih lambat dibandingkan dengan siang hari karena pengaruh suhu/kelembapan udara.
Belum ada hasil nyata
Terkait pembenahan sepak bola, Junaedi menilai belum ada langkah nyata dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam melaksanakan rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Padahal, perbaikan menyeluruh tata kelola pertandingan menjadi keniscayaan untuk mencegah terulangnya tragedi itu.
Namun, Ketua Umum PSSI Mochammad Iriawan, menegaskan, pihaknya telah berupaya melaksanakan rekomendasi TGIPF maupun Komnas HAM. Salah satu rekomendasi yang sudah dijalankan PSSI, ungkapnya, yakni mempercepat Kongres Luar Biasa (KLB).
KLB PSSI seharusnya dilaksanakan pada November 2023 atau bersamaan dengan berakhirnya masa kepengurusan PSSI saat ini. Sesuai ketentuan, KLB PSSI dilaksanakan 60 hari setelah diumumkan.
Iriawan juga menyebut, langkah kongkret lainnya yang telah dilakukan PSSI terkait Tragedi Kanjuruhan, antara lain membentuk gugus tugas transformasi sepak bola Indonesia dengan menggandeng FIFA. “Gugus tugas gabungan juga mencakup anggota Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), kepolisian, dan beberapa kementerian,” ujar Iwan dalam siaran persnya, kemarin.
Iwan mengatakan, saat ini PSSI sedang bekerja melakukan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi-regulasi di bidang sepakbola serta menyinkronkan regulasi-regulasi tersebut dengan peraturan-peraturan lain, misal dari Polri.